DUBAI, SENIN -- Pemerintah Iran akan menggunakan segala upaya yang mungkin dilakukan untuk dapat mengekspor minyaknya. Teheran menegaskan, mengekspor minyak mentah adalah hak yang sah bagi Iran.
"Kami akan menggunakan segala cara yang mungkin untuk mengekspor minyak kami, dan kami tidak akan menyerah pada tekanan Amerika karena mengekspor minyak adalah hak sah Iran," kata Menteri Perminyakan Iran, Bijan Zanganeh, Sabtu (5/10/2019), yang termuat dalam laman Kementerian Perminyaan Iran, SHANA, pada Minggu.
Ekspor minyak mentah Iran terpangkas lebih dari 80 persen ketika Amerika Serikat (AS) memberlakukan kembali sanksi menyusul keputusan Presiden Donald Trump keluar dari perjanjian nuklir Iran 2015 tahun lalu. Sejak saat itu, Washington telah menerapkan kembali sanksi terhadap ekspor minyak Teheran. Sebagai respons, Iran secara bertahap mengurangi komitmennya terhadap perjanjian nuklir 2015.
Organisasi Energi Atom Iran (AEOI) menegaskan pada hari Minggu bahwa Iran akan mengurangi lebih lanjut komitmennya terhadap kesepakatan nuklir jika pihak-pihak Eropa dalam pakta tersebut tidak memenuhi janji untuk melindungi ekonomi Iran dari sanksi AS. "Kami akan melanjutkan rencana kami untuk mengurangi komitmen kami pada kesepakatan nuklir jika pihak lain gagal menepati janji mereka," kata Kantor Berita Siswa ISNA mengutip juru bicara AEOI, Behrouz Kamalvandi.
Sebelumnya pada Rabu pekan lalu, Zanganeh berpendapat bahwa pasar energi harus lepas dari urusan non-politik untuk mencegah aneka gangguan. Zanganeh mengatakan, dia akan bersedia bertemu dengan menteri perminyakan Arab Saudi untuk mencari titik temu soal minyak.
"Pasar energi harus lepas dari urusan politik untuk mencegah campur tangan sepihak dan ilegal," kata Zanganeh setibanya di Moskwa untuk menghadiri pertemuan Forum Negara-negara Pengekspor Gas (GECF).
Pemerintah AS, sejumlah negara di Eropa dan Arab Saudi menyalahkan serangan terhadap fasilitas minyak Arab Saudi pada 14 September lalu pada Iran. Tuduhan itu dibantah Teheran. Kelompok Houthi yang berpihak pada Iran-Yaman telah mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu.
Produksi Saudi pulih
Arab Saudi sendiri telah sepenuhnya memulihkan produksi minyaknya setelah serangan bulan lalu. Riyadh pun memfokuskan diri pada proses penawaran saham perdana (IPO) perusahaan minyaknya, Aramco.
Menteri Energi Arab Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman pada Kamis lalu menyatakan, kapasitas produksi minyak mentah kerajaan sekarang 11,3 juta barel per hari. Diungkapkan bahwa serangan bulan lalu, yang mengurangi separuh hasil produksi minyak mentah dari eksportir utama dunia, adalah upaya untuk merusak reputasi Arab Saudi sebagai pemasok minyak yang andal dan aman.
Serangan 14 September menargetkan Abqaiq dan pabrik-pabrik minyak Khurais. Aksi itu menyebabkan lonjakan harga minyak, kebakaran dan kerusakan dan menutup produksi minyak Arab Saudi hingga 5,7 juta barel per hari produksi. Jumlah itu lebih dari 5 persen dari pasokan minyak global.
Arab Saudi telah berhasil mempertahankan pasokan ke pelanggan di tingkat sebelum serangan dengan menggelontorkan persediaan minyak yang sangat besar dan menawarkan nilai minyak mentah lainnya dari bidang lain.
"Kami telah menstabilkan kapasitas produksi, kami berada di 11,3 (juta barel per hari). Kami masih memiliki aneka alat untuk mengatasi setiap tantangan di masa depan," kata Pangeran Abdulaziz.
Salah satu tantangan bagi kerajaan sekarang adalah proses IPO Aramco. Hal itu menjadi pusat dari rencana Arab Saudi untuk mereformasi ekonominya dan mendiversifikasi di luar minyak. Diversivikasi sumber daya energi Arab Saudi dilakukan lewat energi terbarukan dan tenaga nuklir. (AFP/REUTERS)