Persiapan Minim Penyebab Lompatan Maria Tak Optimal
Maria Natalia Londa gagal lolos ke final lompat jauh putri pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar. Namun lompatan sejauh 6,36 meter cukup bagus, mengingat target puncak performa Maria adalah SEA Games 2019.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·5 menit baca
DOHA, SABTU – Pelompat jauh putri Indonesia Maria Natalia Londa gagal melaju ke babak final lompat jauh putri Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar. Pada Grup B babak kualifikasi, Sabtu (5/10/2019) malam WIB, Maria hanya berada di urutan ke-13 dari 15 peserta dengan lompatan terbaik 6,36 meter. Persiapan yang sangat minim membuat Maria gagal mendekati lompatan terbaiknya tahun ini 6,68 meter.
Nomor lompat jauh putri diikuti oleh 31 atlet. Mereka menjalani babak kualifikasi yang terbagi dalam dua grup. Ada tujuh pelompat jauh yang berhasil lolos ke babak final dari Grup A babak kualifikasi, dan lima pelompat jauh yang lolos ke final dari Grup B babak kualifikasi.
Dalam perlombaan Grup B babak kualifikasi yang berlangsung di Stadion Internasional Khalifa, Sabtu (5/10/2019) malam WIB, pelompat jauh unggulan pertama asal Jerman Malaika Mihambo menjadi yang terbaik dengan lompatan sejauh 6,98 meter. Di urutan kedua ada pelompat jauh asal Ukraina Maryna Bekh-Romanchuk dengan 6,74 meter, dan di posisi ketiga ada pelompat jauh asal Inggris Abigail Irozuru dengan 6,70 meter.
Dua pelompat lain yang lolos ke final dari Grup B adalah pelompat asal Belarus Nastassia Mironchyk-Ivanov dengan lompatan 6,69 meter, dan atlet Amerika Serikat Sha’keela Saunders dengan lompatan 6,53 meter.
Andai Maria Londa bisa melakukan lompatan sejauh 6,68 meter seperti dalam Kejuaraan Nasional Atletik 2019 pada awal Agustus, dia bisa saja lolos ke final Kejuaraan Dunia 2019. Maria yangbaru pulih dari cedera masih terus berjuang menyamai, bahkan melampaui rekor nasional atas namanya sendiri 6,70 meter yang dicetak ketika meraih emas SEA Games 2015 di Singapura.
Pelatih Maria, I Ketut Pageh dihubungi dari Jakarta, Minggu (6/10/2019), mengatakan, secara teori, Maria memang punya potensi untuk lolos ke final Kejuaraan Dunia ini. Namun, di lapangan, kondisi atlet tidak selamanya stabil, terutama seperti ketika Maria bisa melakukan lompatan 6,68 meter di Kejurnas lalu atau seperti ketika atlet berusia 29 tahun itu bisa melompat 6,70 meter di SEA Games 2015.
”Seiring perjalanan waktu, kondisi atlet pasti berubah-ubah. Tidak mungkin mereka selalu berada di top performance. Di Kejurnas kemarin, itu memang ditargetkan sebagai top performance pertama Maria di tahun ini. Top performance keduanya tahun ini ditargetkan pada SEA Games 2019 di Filipina nanti,” ujar Pageh yang berasal dari Bali tersebut.
Di samping itu, Pageh menuturkan, persiapan Maria ke Kejuaraan Dunia ini memang sangat minim. Mereka mendapatkan info undangan ke kejuaraan dua tahunan itu mendadak setelah Kejurnas. Artinya, persiapan mereka hanya sekitar satu bulan.
”Sejak awal tahun, persiapan kami memang untuk menuju ke SEA Games 2019. Jadi, kita tidak siapkan secara khusus dan terencana untuk ke Kejuaraan Dunia ini setelah dapat undangan mendadak kemarin. Namun, kami bersyukur Maria bisa dapat tambahan jam terbang berkualitas di sini sebelum ke SEA Games nanti,” kata Pageh.
Kondisi semakin sulit karena cuaca di Doha, Qatar, begitu panas dan lembab. Kondisi cuaca malam hari saat latihan maupun perlombaan terasa seperti tengah hari bolong di Indonesia. Sementara itu, Maria dan rombongannya baru tiba di Doha dua hari menjelang perlombaan. Jadi, masa adaptasinya pun sangat terbatas.
Optimal di usianya
Maria dalam akun Instagramnya, Minggu, menyampaikan, cukup puas dengan capaiannya di Kejuraan Dunia 2019 ini. ”Hasil lompatan saya di Kejuaraan Dunia ini memang bukanlah lompatan terbaik saya. Namun, kestabilan lompatan saya sekarang cukup baik untuk atlet yang sudah berusia 29 tahun seperti saya,” tulisnya.
Apalagi Maria memang bergelut dengan cedera beberapa tahun ini. Cedera terakhir yang didapatnya adalah cedera engkel kanan yang dirasakan lima hari menjelang Asian Games 2018. Karena cedera itu pula, ia tidak bisa menunjukkan performa terbaik pada pesta olahraga negara-negara Asia tersebut.
”Bagi saya, capaian 6,68 meter tahun ini sangat luar biasa mengingat saya baru pulih dari cedera yang sangat membuat trauma itu,” tutur Maria ketika ditemui seusai final lompat jauh putri Kejurnas 2019.
Sekretaris Umum PB PASI Tigor M Tanjung menyampaikan, modal utama pelompat jauh adalah kemampuan lari cepat, teknik dua langkah awalan, dan teknik satu langkah sebelum papan tumpuan (penultimate step). Dengan usia yang tidak muda lagi, tidak dipungkiri kemampuan Maria sudah menurun. Apalagi, dia mengalami cedera kambuhan sejak SEA Games 2015.
Namun, dengan segenap dukungan ahli medis PB PASI, Maria masih bisa terus berlomba hingga sekarang. Bahkan, dia masih bisa melompat cukup impresif pada Kejurnas 2019. ”Kini, menyambut SEA Games 2019, kami harus memastikan kondisi Maria benar-benar fit 100 persen agar dia bisa mengeluarkan performa terbaiknya. Jika bisa melompat di kisaran 6,70 meter, dia punya potensi meraih emas SEA Games nanti,” ujar Tigor.
Di luar itu, PB PASI mengakui sulit mencari pengganti atau penerus Maria. Sejauh ini, Maria tetap yang terbaik di Indonesia. Sedangkan atlet-atlet yunior di bawahnya baru bisa melompat di bawah 6 meter.
”Ini karena nomor lapangan kurang populer dibanding nomor lintasan, seperti lari jarak pendek 100 meter. Tapi, fenomena ini tidak boleh jadi halangan. Kami akan berupaya mencari atlet lompat jauh dari nomor sprint, seperti mencari (atlet lompat jauh senior putra) Sapwaturrahman dulu. Apalagi lompat jauh juga harus punya basic sprint yang baik,” kata Tigor.