Tak sampai Qatar, China Pun Jadi
Laga kualifikasi Piala Dunia 2022 antara Indonesia versus Thailand, Selasa (10/9/2019), baru saja memasuki jeda paruh waktu.
”Kembalikan Garuda kami, kami rindu Garuda yang dulu, ditakuti semua musuh-musuh. Ayo timnas bangkit lagi....”
Laga kualifikasi Piala Dunia 2022 antara Indonesia versus Thailand, Selasa (10/9/2019), baru saja memasuki jeda paruh waktu. Namun, chant atau nyanyian dari La Grande Indonesia, kelompok pendukung tim nasional (timnas) sepak bola Indonesia, kian menggema di seantero Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta.
Suasana pertandingan malam itu jauh berbeda dibandingkan saat Indonesia menjamu Malaysia pada pekan sebelumnya. Stadion yang sebelumnya dipenuhi oleh 54.659 penonton ini kini lengang.
Hanya sekitar 11.619 penonton yang secara langsung menyaksikan pertandingan antara Indonesia kontra Thailand. Jika dibandingkan dengan kapasitas stadion yang mencapai 76.127 kursi, hanya sekitar 15 persen kursi stadion yang terisi malam itu.
Stadion yang sebelumnya dipenuhi oleh 54.659 penonton itu kini lengang.
Jumlah pasang mata yang menyaksikan pertandingan ini bahkan lebih sedikit jika dibandingkan saat Indonesia menjamu Filipina dalam pertandingan terakhir Piala AFF 2018 lalu. Meski Indonesia sudah dipastikan tidak lolos dari babak penyisihan grup, jumlah penonton malam itu masih mencapai 15.436 orang.
Lengangnya stadion saat pertandingan Indonesia versus Thailand dimanfaatkan oleh La Grande Indonesia untuk melakukan koreografi dengan mengelilingi salah satu sisi timur laut di tribune atas atau kategori 3 stadion. Chant yang dinyanyikan sontak menarik perhatian pendukung timnas Indonesia yang terpusat di tribune timur.
Beragam chant kreatif didengungkan dalam pertandingan malam itu. Nyanyian yang dilontarkan bukan sekadar dukungan. Harapan, kritikan, hingga nostalgia akan kejayaan timnas masa lampau juga turut dilantunkan. Suara bersama ini ibarat sebuah gerakan yang menuntut perubahan mendasar bagi sepak bola dalam negeri.
Penggalan chant dan lengangnya stadion malam itu bisa jadi merupakan puncak kekecewaan pendukung Indonesia terhadap performa tim nasional. Penurunan performa timnas dapat dilihat dari dua hal.
Pertama adalah peringkat sepak bola Indonesia yang kini berada di bawah Filipina, Myanmar, hingga Malaysia. Padahal, dua dekade sebelumnya, Indonesia masuk ke peringkat 100 besar dunia dan menjadi negara dengan peringkat tertinggi di Asia Tenggara setelah Thailand.
Kedua, jika melihat statistik pertandingan antara Indonesia dan Malaysia pada laga pembuka, Indonesia nyaris kalah segalanya, baik dalam penciptaan peluang, tendangan ke gawang, hingga tendangan bebas. Hal ini mencerminkan adanya persoalan kualitas permainan timnas Indonesia dari segala lini.
Jalan menuju Qatar
Setiap pertandingan yang dimainkan oleh Indonesia merupakan laga penting yang menentukan langkah timnas selanjutnya untuk menuju Qatar, tuan rumah Piala Dunia 2022. Namun, dalam dua pertandingan awal, Indonesia masih terbenam pada dasar klasemen dengan dua kali mencetak gol dan enam kali kebobolan.
Indonesia tergabung di dalam Grup G bersama Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Uni Emirat Arab. Bersama 40 negara di Asia yang tersebar dalam delapan grup, Indonesia harus memperebutkan 12 tiket untuk lolos ke putaran ketiga.
Dengan menggunakan sistem kandang-tandang (home-away), Indonesia masih memiliki enam pertandingan sisa yang harus dijalankan. Dari enam pertandingan, poin maksimal yang dapat dikumpulkan adalah 18 poin.
Setiap pertandingan yang dimainkan oleh Indonesia merupakan laga penting yang menentukan langkah timnas selanjutnya untuk menuju Qatar, tuan rumah Piala Dunia 2022.
Indonesia masih terpaut empat poin dari tim pemuncak klasemen, Thailand, yang mampu mengemas empat poin dari dua laga. Artinya, secara matematis Indonesia masih memiliki peluang untuk lolos ke babak 12 besar.
Agar lolos ke babak 12 besar, Indonesia harus menjadi juara grup atau minimal masuk ke dalam empat runner-up terbaik dari delapan grup yang ada. Jika berhasil, Indonesia akan kembali bertanding untuk menentukan empat tim dari Asia yang lolos ke putaran final Piala Dunia di Qatar pada November-Desember 2022 mendatang.
Namun, jika melihat kualitas lawan saat ini, Indonesia harus berjuang keras untuk memenangi enam laga sisa. Sebab, empat laga di antaranya adalah pertandingan tandang.
Peluang akan semakin berat jika melihat data FIFA tentang peringkat negara-negara pesaing Indonesia dalam satu grup. Indonesia merupakan negara dengan peringkat FIFA terendah jika dibandingkan empat negara kontestan lainnya di Grup G.
Hingga 25 Juli 2019, Indonesia masih menduduki peringkat 160 di dunia dari 211 negara. Peringkat Indonesia lebih rendah dibandingkan Malaysia (159), Thailand (115), Vietnam (97), dan Uni Emirat Arab (65). Artinya, secara kualitas Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara yang harus dihadapi dalam lanjutan kualifikasi Piala Dunia 2022.
Berkaca dari rekam jejak dalam dua gelaran Piala Dunia terakhir, Indonesia memang belum pernah melangkah lebih jauh dalam babak kualifikasi. Pada kualifikasi Piala Dunia 2014, Indonesia kala itu satu grup dengan Iran, Qatar, dan Bahrain.
Hingga 25 Juli 2019, Indonesia masih menduduki peringkat 160 di dunia dari 211 negara.
Timnas harus mengakui keunggulan kualitas permainan sepak bola dari negara-negara Asia Barat. Bahkan, Indonesia harus takluk 10-0 dari Bahrain. Padahal, dalam Piala Asia tahun 2007, Indonesia berhasil menang dengan skor 2-1 atas Bahrain.
Kekalahan ini sekaligus menjadi kekalahan terbesar yang dialami Indonesia setelah sempat menderita kekalahan 0-9 dalam laga persahabatan dengan Denmark di Kopenhagen pada September 1974.
Pada kualifikasi Piala Dunia empat tahun setelahnya, Indonesia dicoret dari babak kualifikasi. Penyebabnya adalah sanksi dari FIFA yang menilai adanya keterlibatan pemerintah dalam urusan internal PSSI.
Piala Asia
Namun, Indonesia bukannya tanpa harapan. Meski belum bisa berbicara banyak dalam babak kualifikasi Piala Dunia, Indonesia setidaknya masih memiliki harapan untuk lolos ke putaran final Piala Asia.
Konfederasi Sepak Bola Asia (AFC) menjadikan kualifikasi Piala Dunia kali ini sebagai bagian dari kualifikasi Piala Asia di China pada tahun 2023 mendatang. Jika gagal lolos ke Qatar, setidaknya Indonesia perlu merawat asa untuk lolos ke putaran final Piala Asia.
Golden ticket untuk lolos ke Piala Asia diberikan kepada juara grup dan empat runner-up terbaik dari delapan grup dalam babak kualifikasi Piala Dunia. Artinya, 12 tim yang lolos ke babak selanjutnya pada babak kualifikasi Piala Dunia secara otomatis akan lolos ke Piala Asia 2023.
Dari 24 negara peserta di Piala Asia 2023, sebanyak 12 negara akan memastikan diri untuk menjadi peserta Piala Asia 2023 di China melalui skema ini. Sementara 12 negara lainnya akan ditentukan melalui babak kualifikasi. Sisa kuota inilah yang masih bisa diperebutkan oleh Indonesia jika gagal menjadi juara grup atau empat tim runner-up terbaik dalam babak kualifikasi Piala Dunia.
Jika gagal lolos ke Qatar, setidaknya Indonesia perlu merawat asa untuk lolos ke putaran final Piala Asia.
Dari 28 negara yang praktis gagal lolos ke babak selanjutnya di kualifikasi Piala Dunia, sebanyak 24 negara di antaranya akan bertarung untuk memperebutkan 12 tiket Piala Asia yang tersisa.
Indonesia perlu menghindar untuk menjadi tim juru kunci di penyisihan grup pada kualifikasi Piala Dunia agar dapat lolos ke kualifikasi Piala Asia. Setidaknya, Indonesia harus berada pada peringkat ketiga di Grup G agar dapat lolos dengan aman ke babak kualifikasi Piala Asia.
Indonesia memiliki modal sejarah yang cukup baik untuk lolos ke putaran final Piala Asia. Timnas pernah berlaga di putaran final secara berturut-turut pada tahun 1996, 2000, dan 2004. Puncaknya adalah pada tahun 2007 saat Indonesia menjadi salah satu negara tuan rumah Piala Asia.
Namun, dari keempat penampilan tersebut, Indonesia belum sekali pun lolos hingga ke babak 16 besar. Prestasi terbaik adalah saat Piala Asia 2004 dan 2007 saat Indonesia berada pada peringkat ketiga di babak penyisihan grup.
Perombakan tim
Dengan sejumlah catatan ini, wajar bila pendukung sepak bola Indonesia berharap akan prestasi pada timnas senior. Namun, nyanyian yang disampaikan oleh pendukung sepak bola Indonesia bukan sebatas nostalgia. Persis seperti yang disampaikan Wakil Presiden RI 1973-1978 Hamengku Buwono IX pada 19 April 1980 silam.
”Memang tidak dapat kita salahkan bila masyarakat merasa nostalgia akan masa silam, masa zaman keemasan sepak bola Indonesia di kawasan Asia ini. Tapi, kita harus sadar bahwa nostalgia saja bukanlah obat atau jalan yang dapat memecahkan persoalan pembinaan prestasi yang kini perkembangannya jauh berbeda dengan dua puluh tahun yang silam,” ujar Hamengku Buwono IX, seperti dikutip dalam buku yang diterbitkan oleh PSSI (2010) berjudul Sepakbola Indonesia: Alat Perjuangan Bangsa, dari Soeratin hingga Nurdin Halid (1930-2010).
Adanya perombakan komposisi tim memberikan harapan bagi tim sepak bola Indonesia untuk menghadapi Uni Emirat Arab pada 10 Oktober nanti.
Kritikan ini sejatinya telah mulai direspons. Bongkar pasang pemain segera dilakukan oleh Pelatih Simon McMenemy. Lini tengah yang menjadi sorotan dalam dua laga sebelumnya agaknya dipahami oleh tim pelatih. Terbukti, dari 11 pemain baru yang dipanggil, lima di antaranya pemain di lini tengah.
Pemain tengah dari Perseru Badak Lampung FC, Arthur Bonai, hingga gelandang sayap Persija, Riko Simanjuntak, turut dipanggil dalam pemusatan latihan timnas. Lini serang Indonesia juga dipertajam oleh Lerby Eliandry, penyerang Borneo FC yang sejauh ini telah mencetak 8 gol di Liga 1. Lerby menambah ketajaman lini serang Indonesia yang sebelumnya telah diisi oleh Alberto ”Beto” Goncalves dan Irfan Bachdim.
Adanya perombakan komposisi tim memberikan harapan bagi tim sepak bola Indonesia untuk menghadapi Uni Emirat Arab pada 10 Oktober nanti. Kesuksesan tim U-16 Indonesia yang lolos ke putaran final Piala Asia beberapa waktu lalu tentu diharapkan dapat menjadi pelecut semangat bagi tim senior untuk dapat lolos menuju China pada tahun 2023 nanti. Mampukah timnas senior mengakhiri paceklik prestasi? (Dedy Afrianto/Litbang Kompas)