Lebih dari 20 tahun reformasi bergulir, secara formal TNI tidak lagi berpolitik. Kendati berhasil mengawal Pemilu 2019 berjalan damai, masih banyak PR yang harus diselesaikan TNI, yang akan merayakan hari jadi ke-74.
Oleh
Iwan Santosa
·6 menit baca
Lebih dari 20 tahun reformasi bergulir sejak 1998, secara formal TNI tidak lagi berpolitik, meski masih berpengaruh dan kerap ditarik-tarik oleh politisi. Kini, kendati berhasil mengawal proses Pemilu 2019 berjalan damai, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan TNI yang pada Sabtu, 5 Oktober 2019, merayakan hari jadi ke-74.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dalam berbagai kesempatan berbincang dengan Kompas, menerangkan tentang pentingnya memahami geopolitik saat ini. Kepentingan Amerika Serikat dan China di Asia Tenggara, juga Lautan Pasifik. Belum lagi kembalinya Rusia dan kemunculan India yang mulai melirik wilayah Pasifik, serta Semenanjung Korea, dan hegemoni Australia-Selandia Baru di Pasifik Selatan, adalah faktor-faktor yang harus dicermati dan disikapi TNI.
”Ada konsep Indo-Pasifik yang diajukan Amerika, ada Sabuk dan Jalan yang diajukan China, kita pun memperjuangkan Poros Maritim Dunia. Indonesia harus mampu menyikapi pertarungan kekuatan besar di sekitar kita dan saat yang sama memperjuangkan kepentingan Indonesia,” ujar Hadi yang memegang filosofosi Jenderal Soedirman dan Jenderal M Jusuf dalam membangun angkatan perang serta kedekatan pemimpin dengan prajurit.
Sebagai bukti tanggap menyikapi geopolitik, pemerintah pusat dan TNI membangun pangkalan-pangkalan militer dan perekonomian di wilayah perbatasan Indonesia. Terutama, di perbatasan dekat Laut China Selatan dan wilayah Papua serta Pasifik Selatan.
Panglima TNI berkali-kali mengunjungi Kabupaten Natuna di Provinsi Kepulauan Riau yang kini sedang dikembangkan sebagai pangkalan bagi kekuatan laut, udara, dan darat. Pembangunan kekuatan serupa dikerjakan di Papua Barat dan Papua dengan pembentukan Pasukan Marinir 3 di Sorong, Papua Barat, dan penguatan Pangkalan Udara di Biak, Papua. Demikian pula kekuatan Kostrad bertambah dengan pembentukan Divisi III Kostrad yang bermarkas di Sulawesi Selatan.
Panglima TNI juga pernah mengajak Kompas mengunjungi Pulau Miangas di ujung utara Indonesia yang berbatasan laut dengan Filipina. Dalam kunjungan tersebut dan kesempatan lain, Panglima TNI kerap mengajak polisi, Bea Cukai, dan beberapa instansi lain untuk membangun sinergi dalam menjaga kedaulatan Indonesia.
Berbagai stasiun radar, sarana angkutan laut dan angkutan udara, serta teknologi terbaru seperti drone, disiapkan saksama oleh TNI untuk menjawab dinamika perkembangan zaman. Uji coba drone bersenjata buatan China yang dilakukan dalam latihan puncak TNI akhir September 2019 di Situbondo, Jawa Timur, membuktikan TNI pun mampu beradaptasi baik dengan perkembangan zaman.
Jenis drone CH 4 buatan China yang dioperasikan TNI tersebut juga digunakan Arab Saudi dalam perang Yaman. Tercatat ratusan unit juga dirakit di Arab Saudi. Selain itu, Mesir dan Irak juga mengoperasikan drone sejenis untuk memperkuat pertahanan mereka. Sebelumnya, TNI telah mengoperasikan drone buatan Filipina dengan teknologi Israel dalam berbagai kesempatan dengan hasil yang baik.
Sementara di matra darat, pengoperasian tank tempur utama Leopard, pembentukan batalyon mekanis, dan pengoperasian helikopter serbu AH-64 Apache buatan Boeing, Amerika Serikat, juga berjalan lancar.
Adapun di matra laut, keberadaan armada kapal selam terbaru, kapal survei, dan berbagai kapal perang serta alutsista Korps Marinir TNI AL semakin memperkuat kemampuan menjaga perairan Indonesia.
Demikian juga pembinaan sumber daya manusia dan penataan organisasi dijalankan saksama. Juga dibentuk Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Kogabwilhan) di wilayah Barat, Tengah, dan Timur. Kogabwilhan tersebut membawahkan kodam, lantamal, dan lanud yang ada di tiga wilayah Indonesia sehingga memperkuat sinergi antarmatra serta meningkatkan interoperability.
Keberadaan Kogabwilhan juga menyerap kelebihan perwira tinggi dan kolonel senior yang kini tidak memiliki jabatan sebagai dampak kelebihan penerimaan Taruna Akabri di tahun 1990-an hingga awal 2000, yang mengakibatkan jumlah perwira senior melampaui pos jabatan yang tersedia.
Terkait hal ini, pengamat militer Anton Ali Abbas mengingatkan, pemekaran dan pembentukan organisasi memang mampu menyerap kelebihan personel dengan jabatan tinggi. Namun, di lain pihak organisasi baru tersebut juga membutuhkan penambahan personel di tingkat bawah, seperti tamtama, bintara, dan perwira pertama. Ini dapat menimbulkan masalah baru.
Kemampuan membaca zaman menjadi penentu bagi sebuah bangsa. Kishore Mahbubani, mantan Direktur Sekolah Kebijakan Publik Lee Kwan Yew, Singapura, dalam buku Asian New Hemisphere mengungkapkan keberhasilan China dalam menyesuaikan diri dengan situasi pasca-Perang Dingin dengan mengadopsi ekonomi pasar bebas dan pelan-pelan menyongsong keterbukaan serta kebebasan yang tidak bisa dihindari.
Sementara ada negara-negara demokrasi ”bebas” yang tidak mampu membaca perubahan zaman dan menyikapi situasi pasca-Perang Dingin tetap menggunakan kacamata hitam dan putih menyikapi kekuatan-kekuatan dunia.
Kishore menguraikan kemajuan China dan India yang sedemikian pesat dalam tiga dasawarsa terakhir. Terutama China yang dipandang ”miring” oleh negara-negara maju karena tidak memiliki kebebasan ala Barat, tetapi kini memiliki kemajuan ekonomi jauh melampaui Eropa dan kini bersaing ketat dengan Amerika Serikat. Pertumbuhan ekonomi dan militer yang seiring sejalan tentu harus dicermati saksama.
Kondisi kerawanan juga terjadi di organisasi militer yang tidak mampu melihat perubahan zaman pasca-Perang Dingin dan masih menggunakan kerangka berpikir Blok Barat vs Blok Timur di era yang sudah berubah.
Pengamat militer Connie Rahakundini Bakrie memuji langkah profesionalitas TNI, sekaligus mengingatkan pentingnya menjaga kordinasi dengan polisi dan berbagai lembaga negara lain, terutama di zaman perang proksi serta perubahan geopolitik.
Di sisi lain, para aktivis HAM seperti disampaikan dalam jumpa pers Imparsial di Jakarta, Jumat (4/10/2019), mengingatkan masih banyak pekerjaan rumah terkait reformasi militer yang harus dikerjakan TNI. Berbagai kesepakatan (tercatat ada 30 nota kesepakatan) dengan kementerian untuk membantu bidang yang bukan tugas pokok TNI. Belum lagi pelibatan TNI dalam penanganan terorisme dikhawatirkan akan menimbulkan penanganan yang berlebihan serta keluar dari koridor penegakan hukum.
Catatan lain adalah Reformasi Peradilan Militer melalui perubahan UU Nomor 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer. TNI memiliki rezim hukum sendiri sehingga personel militer yang melanggar hukum pidana tidak dapat diadili di peradilan umum dan cenderung dijatuhi hukuman ringan di dalam mekanisme peradilan militer.
Soal restrukturirasi komando teritorial, seperti keberadaan korem, kodim, koramil, masih berkembang hingga kini meski Dwifungsi ABRI sudah dicabut. Keberadaan komando teritorial tersebut masih dapat menjadi instrumen agenda sosial dan politik militer di masyarakat sipil.
Hal lain yang tidak kalah penting adalah transparansi keuangan dalam pengadaan alutsista TNI. Dalam survei Transparansi International tahun 2015, disebutkan risiko korupsi di sektor militer atau pertahanan masih tergolong tinggi. Padahal, ini terkait erat dengan kesejahteraan prajurit TNI yang masih menjadi catatan penting dan terus diperjuangkan.
Wakil Direktur Imparsial Ghurfron Mabruri mengatakan, TNI harus diperkuat bersama oleh elemen masyarakat sipil, termasuk para aktivis, DPR, dan partai politik dalam merumuskan kebijakan bagi TNI di masa mendatang.
Dia juga mengakui, perbaikan TNI harus berjalan bersama dengan perbaikan Polri, KPK, terkait transparansi anggaran, reformasi partai politik, DPR, dan elemen-elemen kehidupan berbangsa yang lain. Itu harus diperjuangkan bersama dan tidak bisa berjalan sendiri-sendiri dalam mencapai agenda Reformasi 1998.
Selepas Pemilu 2019, TNI berhasil membantu menjaga proses demokrasi berlangsung aman seraya terus berbenah. Secara keseluruhan, TNI mampu menjaga netralitas organisasi. Panglima TNI Hadi Tjahjanto pun mengingatkan agar memegang komitmen menjaga hasil pemilu demi kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Dirgahayu TNI!