Dalam pengembangan perkara suap terkait perizinan di Pemerintah Kabupaten Cirebon, KPK menyangkakan pasal tindak pidana pencucian uang kepada mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra.
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam pengembangan perkara suap terkait perizinan di Pemerintah Kabupaten Cirebon, KPK menyangkakan pasal tindak pidana pencucian uang kepada mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra yang sebelumnya sudah divonis bersalah dalam kasus suap. Sunjaya juga diduga menerima gratifikasi hingga Rp 51 miliar.
Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada 24 Oktober 2018, KPK mengamankan barang bukti uang tunai Rp 116 juta dan bukti setoran ke rekening total Rp 6,4 miliar. Dalam perkara ini, selain Sunjaya, KPK juga menetapkan Sekretaris Dinas PUPR Kabupaten Cirebon Gatot Rachmanto sebagai tersangka dan keduanya telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung.
”Perkara ini merupakan salah satu contoh berkembangnya OTT dengan nilai barang bukti awal uang Rp 116 juta menjadi bentuk korupsi lain dan pencucian uang dengan nilai Rp 51 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, di Jakarta, Jumat (4/10/2019).
Laode menjelaskan, sejak menjabat sebagai Bupati Cirebon tahun 2014-2018, Sunjaya diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya sekitar Rp 41,1 miliar. Sunjaya tidak melaporkan gratifikasi tersebut kepada KPK dalam jangka waktu 30 hari kerja sebagaimana diatur Pasal 12 C UU Nomor 20 Tahun 2001.
Penerimaan gratifikasi sebesar Rp 41,1 miliar tersebut terkait pengadaan barang atau jasa dari pengusaha sekitar Rp 31,5 miliar, mutasi jabatan di lingkungan pemerintah kabupaten dari aparatur sipil negara sekitar Rp 3,09 miliar, setoran dari kepala SKPD/OPD sekitar Rp 5,9 miliar, dan perizinan galian dari pihak yang mengajukan izin lainnya Rp 500 juta.
Tak hanya itu, Sunjaya juga menerima hadiah atau janji terkait perizinan PLTU 2 di Kabupaten Cirebon sebesar Rp 6,04 miliar dan perizinan properti di Cirebon sebesar Rp 4 miliar. Dengan begitu, total penerimaan Sunjaya sebesar Rp 51 miliar.
Laode menuturkan, Sunjaya diduga menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menitipkan uang hasil gratifikasi, antara lain ditempatkan di rekening atas nama pihak lain (nominee) yang digunakan untuk kepentingannya, serta melalui bawahannya memerintahkan pembelian tanah di Kecamatan Talun Cirebon sejak tahun 2016 sampai 2018 senilai Rp 9 miliar di mana transaksi dilakukan secara tunai dan kepemilikan diatasnamakan pihak lain.
”Tersangka SUN (Sunjaya) juga memerintahkan bawahannya untuk membeli 7 kendaraan bermotor yang diatasnamakan pihak lain, yaitu Honda H-RV, B-RV, Honda Jazz, Honda Brio, Toyota Yaris, Mitsubishi Pajero Sport Dakar, dan Mitsubishi GS41. Perbuatan-perbuatan tersebut diduga dilakukan dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan,” ujarnya.
Laode menjelaskan, pengembangan perkara ini diharapkan dapat menjawab dan memberikan pemahaman pada sejumlah pihak yang menuding KPK ketika melakukan OTT dengan nilai ratusan juta. ”Perlu dipahami, dalam proses OTT barang bukti yang diamankan adalah transaksi saat itu. Di sinilah OTT dapat menjadi pintu masuk membuka kotak pandora korupsi lebih lanjut,” katanya.
Dalam perkara ini, KPK juga telah mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap dua orang, yakni Herry Jung, GM Hyundai Enginering Construction dan Rita Susana, Camat Beber, Cirebon. Pencegahan ke luar negeri dilakukan selama enam bulan sejak 26 April 2019 sampai dengan 26 Oktober 2019.
KPK telah mengirimkan surat ke Direktorat Jenderal Imigrasi untuk melakukan pelarangan ke luar negeri terhadap dua orang, yakni Herry Jung, GM Hyundai Enginering Construction dan Rita Susana, Camat Beber, Cirebon.
Sementara dalam proses penyidikan tindak pidana pencucian uang sejak 13 September 2019, KPK telah mengagendakan pemeriksaan 146 saksi di KPK dan Polres Cirebon. Para saksi terdiri dari unsur anggota DPR (1 orang), anggota DPRD Kabupaten Cirebon (24 orang), camat (8 orang), serta pejabat dan PNS Pemkab Cirebon, PPAT, dan swasta (113 orang).
”Kepala daerah seharusnya menjadi teladan bagi aparat daerah yang ada di bawahnya agar tidak lagi terlibat dalam kasus suap dan menerima pemberian upeti terkait mutasi jabatan, proyek, dan perizinan di lingkungan pemerintah daerah,” ujar Laode.
Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi dari Universitas Gadjah Mada Oce Madril menyampaikan, langkah KPK dalam menyertakan pasal-pasal tindak pidana pencucian uang harus terus dilakukan, agar tidak hanya penjara badan, tetapi juga pengembalian hasil korupsi menjadi maksimal.
”Para koruptor ini, kan, memang seolah menjadikan pencucian uang ini sebagai hal yang ’lumrah’ yang kemudian menjadikan hasil-hasil korupsi ini ’legal’. Cara-cara menyamarkan ini memang yang harusnya dikenakan pasal-pasal TPPU untuk mengembalikan uang atau aset recovery,” ujar Oce.