Kepentingan Investasi dalam Kisruh Legislasi
Kondisi perekonomian nasional di masa transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua mengalami banyak cobaan. Ketidakpastian global yang memperlambat pertumbuhan perekonomian menjadi ancaman terbesar.

ilustrasi investasi
Kondisi perekonomian nasional di masa transisi pemerintahan Presiden Joko Widodo periode kedua mengalami banyak cobaan. Ketidakpastian global yang memperlambat pertumbuhan perekonomian menjadi ancaman terbesar.
Ditambah lagi, investasi terhambat akibat regulasi yang berbelit.
Upaya mengatasi hambatan investasi, utamanya yang berkaitan dengan undang-undang (UU), masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Sejauh ini, pemerintah mengidentifikasi sekitar 70 UU penghambat investasi yang hendak diharmonisasikan dalam payung hukum bernama omnibus law.
Selain tugas pemerintah sebagai eksekutif, evaluasi UU itu juga jadi tanggung jawab Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Namun, kepercayaan publik terhadap anggota legislatif belakangan ini semakin terkikis karena keputusan legislasi yang terburu-buru jelang berakhirnya masa jabatan DPR RI periode 2014-2019.
Gambaran ini yang terlihat dalam sepekan terakhir ketika gelombang aksi mahasiswa merebak di sejumlah kota di Indonesia. Aksi mahasiswa memprotes pembahasan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) DPR dilakukan untuk mewakili kegelisahan berbagai elemen masyarakat.

Para mahasiswa berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh petugas kepolisian saat berunjuk rasa di depan Gedung DPR Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Bukan hanya terkait pengesahannya yang dinilai terburu-buru, mahasiswa memprotes materi yang mengandung pasal-pasal kontroversial karena mengabaikan kepentingan rakyat. RUU yang ditolak antara lain, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pertanahan, RUU Sumber Daya Air, dan RUU Mineral dan Batubara (Minerba). Adapun yang paling menuai kontroversi adalah RUU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah disahkan menjadi UU dan RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Urgensi investasi
Situasi tersebut lantas berdampak pada kondisi investasi nasional. Pada Selasa (1/10/2019), perspektif investor portofolio pengaruhi pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), meski bursa Asia tengah menguat. IHSG ditutup merosot 30,85 poin ke level 6.138,25. Aksi jual oleh investor di seluruh pasar kemarin tercatat meningkat hampir sembilan kali lipat ke nilai Rp 607,11 miliar, dibanding Rp 68,91 miliar sehari sebelumnya.
Baca juga : Pengusaha Menahan Investasi
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menilai, gejolak investasi di bursa saham hanya akan terjadi sesaat. Sementara gejolak lebih besar akan terjadi jika regulasi yang ada masih menghambat investasi.
"Jika hambatan regulasi masih besar, mau tidak mau hal itu akan berpengaruh pada ekonomi dalam jangka menengah," katanya saat dihubungi Kompas, Rabu (2/10/2019).

Laporan statistik Indeks Pembatasan Peraturan (Regulatory Restrictiveness Index/RRI) pada 8 Agustus 2019 menyebut, Indonesia menjadi salah satu negara dengan hambatan regulasi investasi asing langsung tertinggi di dunia. Indonesia ada di peringkat ke-67 dari 69 negara.
Secara kinerja, pada triwulan II-2019, investasi di Indonesia hanya tumbuh 5,01 persen. Sepanjang Januari-Juni 2019, investasi dari penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp 212,8 triliun, sementara penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 182,8 triliun.
Pada saat yang sama, pertumbuhan ekonomi nasional yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 5,05 persen. Pertumbuhan itu relatif stagnan salah satunya akibat ketidakpastian perdagangan global, yang melonjak 10 kali lipat dibandingkan dua dekade sebelumnya.
Sepanjang Januari-Juni 2019, investasi dari penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp 212,8 triliun, sementara penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebesar Rp 182,8 triliun.
Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi, faktor itu dapat memangkas pertumbuhan ekonomi dunia sampai 75 basis poin tahun ini. Ketidakpastian ekonomi global sepanjang tahun ini juga mempengaruhi kinerja ekspor nasional. Hal itu terindikasi dari penurunan nilai ekspor sepanjang Januari-Agustus 2019 yang lebih tajam dari penurunan impor. Pada periode tersebut, penurunan nilai ekspor minus 8,28 persen dibandingkan dengan penurunan impor yang minus 6,5 persen secara tahunan.

Aktivitas bongkar muat di pelabuhan peti kemas, Jakarta International Container Terminal, Tanjung Priok, Jakarta,
Ekspor barang dan jasa tercatat hanya berkontribusi pada 17,61 persen PDB di triwulan II-2019. Sementara, investasi menguasai 31,25 persen komposisi PDB. Menyusul konsumsi rumah tangga yang mencapai 55,79 persen. Namun, menurut Tauhid, pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang sedikit di atas angka 5 persen sudah mentok.
"Investasi hanya jalan satu-satunya untuk menunjang pertumbuhan ekonomi. Sepanjang daya dukung investasi masih ada, maka investasi penting untuk dilakukan. Namun, kebijakannya tidak boleh grasah-grusuh agar investasi cepat mengalir," ujar Tauhid.
Partisipasi publik
Pembahasan RUU ke depan diharapkan melibatkan partisipasi publik. Selain itu, proses legislasi ke depan juga diharapkan tidak memiliki konflik kepentingan.
Koordinator Desk Politik Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Khalisah Khalid dalam keterangan tertulisnya, mengatakan, partisipasi publik diperlukan mengingat sejumlah RUU didesain untuk menyokong investasi industri ekstraktif, seperti RUU Pertanahan dan RUU Minerba yang ditunda pembahasannya.
"Pembangunan harus dilakukan tanpa mengorbankan partisipasi publik dan kebebasan sipil. Ketika pengambilan keputusan tidak transparan dan tanpa konsultasi, maka akan muncul rumor yang bisa menggerus legitimasi rezim," kata Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto,