Pemasaran Produk Semakin Sulit di Tengah Fragmentasi Era Digital
Era digital membuat pemasaran produk menjadi semakin terfragmentasi, khususnya di wilayah perkotaan. Untuk tepat sasaran, perusahaan harus meningkatkan kualitas dan kreativitas konten pemasaran produk.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Era digital membuat pemasaran produk menjadi semakin terfragmentasi, khususnya di wilayah perkotaan. Untuk tepat sasaran, perusahaan harus meningkatkan kualitas dan kreativitas konten pemasaran produk dengan memanfaatkan analisis data konsumen.
Diskusi terkait pemasaran digital berlangsung dalam Mobile Marketing Association (MMA) Impact Indonesia 2019, Kamis (3/10/2019), di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta. Acara tersebut dihadiri sejumlah pelaku di bidang pemasaran digital.
CEO & President Director of PT Sampoerna Telekomunikasi Indonesia (Net1 Indonesia) Larry Ridwan mengatakan, pemasaran digital di perkotaan sudah sangat terfragmentasi. Konsumen dan kanal pemasaran yang beragam membuat promosi semakin sulit.
”Berbeda kalau kita bandingkan di pedesaan. Di sana masih sangat terbatas aksesnya. Mungkin hanya memakai Facebook. Medsos yang dipakai tidak seberagam di perkotaan,” tutur Larry.
Head of Digital PT Johnson & Johnson Indonesia, Alberts Hendrajaya, mengatakan, kualitas iklan menjadi sangat penting di tengah konsumen yang terfragmentasi. Hal itu untuk menjaga sebuah merek dari persepsi yang diharapkan.
”Kualitas iklan penting dijaga. Penting untuk mengutamakan kualitas konten dan penempatan iklan yang tepat supaya menjaga bisnis bisa tetap tumbuh,” kata Alberts.
Oleh karena itu, menurut dia, penting untuk memaksimalkan penggunaan data konsumen. Data itu akan dianalisis untuk menciptakan sebuah iklan yang tepat sasaran.
CEO of Media at theAsianparent Susana Tsui Fitzpatrick menjelaskan, pemasaran produk juga harus bisa menjalin keterikatan dengan konsumennya. Salah satunya, dengan meningkatkan kreativitas sebuah iklan.
”Diperlukan sebuah kreativitas lebih untuk bisa membuat iklan dengan pesan dari merek tersebut. Untuk menggapai segmen yang diincar. Semakin kreativitas sebuah iklan akan membuat keterikatan juga meningkat,” ucap Susana.
Meski begitu, merek harus tetap menjaga kehati-hatian dalam beriklan. Sebab, di tengah fragmentasi konsumen, kreativitas yang melampaui batas terkadang bisa membuat kredibilitas sebuah merek hilang.
Vice President of Marketing Communication PT Bank Central Asia Tbk Duardi Prihandiko mengucapkan, pihaknya menggunakan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dalam memasarkan produk. Hal itu dipercaya bisa membuat keterikatan lebih baik dengan konsumen.
BCA memiliki layanan perbankan berbasis aplikasi percakapan bernama Vira. Vira merupakan sebuah karakter virtual yang mengaplikasikan teknologi AI. Karakter perempuan itu bisa menjawab pertanyaan dari nasabah BCA.
”Kami melihat percakapan lebih efektif untuk meningkatkan hubungan dengan nasabah ataupun calon nasabah. Dari Vira bisa apply kartu kredit juga. Terbukti konversinya lebih baik. Vira dibuat semirip mungkin (dalam percakapan) dengan manusia,” ujar Duardi.
President Director PT Unilever Indonesia Tbk Hemant Bakshi mengatakan, analisis data memang sudah menjadi kebutuhan dalam pemasaran produk. Dengan keberadaan data, iklan akan menjadi lebih efektif.
Meski begitu, menurut Hemant, keberadaan data perlu diseimbangkan. Semakin banyak data konsumen memang lebih baik, tetapi perlu dipastikan data itu memang benar-benar berguna.
BCA memiliki layanan perbankan berbasis aplikasi percakapan bernama Vira. Vira merupakan sebuah karakter virtual yang mengaplikasikan teknologi AI.
”Tantangannya adalah bagaimana bisa menyederhanakan data yang banyak. Biasanya banyak data, tetapi banyak juga yang tidak bisa dipakai. Hasilnya bisa jadi tidak efektif dan tidak tepat sasaran,” katanya.