Retak Asmara, Sianida dan Pembunuh Bayaran Jadi Pilihan
Keputusasaan satu orang adalah kesempatan bagi orang lain. Inilah yang ditunjukkan BHS (33) lewat rencana pembunuhan terhadap VT (42). Ketidakharmonisan di keluarga VT menjadi jalan bagi BHS mendapatkan harta, lewat memengaruhi YL, istri VT, untuk ikut menghabisi nyawa sang suami.
“Apa mau coba cari racun sianida?”
Ucapan itu meluncur dari bibir BHS sewaktu berbicara dengan YL pada awal Juni lalu. YL kaget. Ia lantas bertanya, apakah semudah itu mendapatkan bahan racun yang sama dengan yang membunuh aktivis hak asasi manusia Munir Said Thalib 15 tahun silam serta Wayan Mirna Salihin pada 6 Januari 2016. BHS memastikan akan berupaya mencarinya.
“Nanti kalau ketahuan bagaimana?” desak YL lagi. BHS meyakinkan itu soal mudah dan bisa dipikirkan belakangan.
Mereka berdua menghadirkan lagi percakapan itu dalam rekonstruksi percobaan pembunuhan VT, suami YL, di markas Kepolisian Sektor Kelapa Gading Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara, Kamis (3/10/2019), di Jakarta. Percakapan yang jadi awal mula ide menghabisi nyawa VT muncul tersebut masuk dalam adegan ketiga dari total 18 adegan.
Polisi meringkus BHS saat di pelariannya di Pulau Bali, pertengahan September lalu. Adapun YL ditangkap kemudian setelah petugas mengembangkan hasil pemeriksaan terhadap BHS. Penggunaan racun sianida merupakan upaya pembunuhan pertama terhadap VT, tetapi gagal karena YL takut mencampurkan sianida pada makanan dan minuman suaminya.
Baca juga : VT Lolos dari Racun Sianida dan Pembunuh Bayaran
Pada upaya kedua, BHS dan YL menyewa jasa pembunuh bayaran, tetapi juga gagal menghadirkan maut bagi VT meski korban sampai menderita tiga luka tusuk di leher. Para pembunuh bayaran itu, HER dan BK, saat ini masih buron sejak berusaha mengeksekusi VT tanggal 13 September.
“Dari reka ulang yang kami lakukan, terlihat bahwa peran yang lebih dominan adalah dari si laki-laki (BHS),” ucap Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto, Kamis siang, di markas Polsek Kelapa Gading. Alasan bahwa pembunuhan didasari hubungan asmara terlarang antara BHS dan YL menurut dia hanyalah bumbu. Harta VT merupakan pendorong utama.
Ketidakharmonisan YL dan VT memberi jalan masuk bagi BHS.
BHS mengenal YL sekitar setahun yang lalu, saat YL jadi peserta suatu pelatihan di Surabaya, Jawa Timur, tempat asal BHS. Ia merupakan anggota panitia penyelenggara acara tersebut. Komunikasi terus terjalin dan bertambah erat meski mereka menjalani hubungan jarak jauh, karena YL tinggal di Kelapa Gading. Suatu saat, YL menawari BHS agar bekerja pada suaminya yang seorang pengusaha bidang teknologi informasi.
Jadilah BHS merantau ke Jakarta dan mulai bekerja pada VT sekitar empat bulan lalu. Karena belum ada posisi yang pas, BHS menerima tawaran pekerjaan sebagai pengemudi. Ia tidak lama menjalani profesi itu, tetapi tetap tinggal di Jakarta dan hubungan dengan YL makin lekat.
Budhi mengatakan, YL sering menceritakan “dapur” rumah tangganya kepada BHS. Ia juga meyakini suaminya berselingkuh. Keretakan keluarga ini jadi salah satu bahan bakar jalinan asmara BHS-YL, tetapi juga kemungkinan dimanfaatkan BHS agar YL setuju mereka membunuh VT guna menguasai kekayaan korban.
Budhi mengatakan, YL sering menceritakan “dapur” rumah tangganya kepada BHS. Ia juga meyakini suaminya berselingkuh. Keretakan keluarga ini jadi salah satu bahan bakar jalinan asmara BHS-YL, tetapi juga kemungkinan dimanfaatkan BHS agar YL setuju mereka membunuh VT guna menguasai kekayaan korban.
Manipulasi BHS atas YL untuk meraup harta bahkan sudah dimulai sejak perencanaan pembunuhan pertama. Berdasarkan adegan nomor enam reka ulang percobaan pembunuhan, BHS menelepon YL meminta dikirimi uang 30 juta untuk keperluan membeli sianida.
Untuk memenuhi permintaan itu, YL tanggal 7 Juni mencuri uang 8.000 dollar Singapura (sekitar Rp 81,9 juta) serta kartu anjungan tunai mandiri (ATM) milik suaminya. Ia lantas menyerahkan sejumlah uang dan ATM pada BHS, kemudian BHS ke Singapura untuk menarik dana 3.000 dollar Singapura atau Rp 30,7 juta menggunakan ATM itu.
Nyatanya, BHS hanya menghabiskan Rp 240.000 untuk mendapatkan sianida. Ia membeli secara daring dan barang diantarkan ke alamat kosnya di Kelapa Gading pada 18 Juni. Artinya, harga sianida hanya 0,7 persen dari total uang yang diambilnya dari rekening VT.
Manipulasi berlanjut saat percobaan pembunuhan kedua. Untuk menyewa pembunuh bayaran, BHS meminta uang Rp 300 juta pada YL yang sampai harus menggadaikan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB) salah satu mobil serta menjual perhiasan emas demi mendapatkan uang.
Padahal, BK hanya meminta Rp 200 juta. Parahnya lagi, BK dan HER baru menerima uang muka sebesar Rp 100 juta sehingga BHS mengantongi Rp 200 juta. Pasca penusukan VT, BHS kabur dan berfoya-foya dengan uang yang dibawanya, hingga tersisa Rp 70 juta seperti yang disita polisi sebagai barang bukti.
Inilah nasib yang dijalani YL sekarang. Setelah dibohongi BHS dan merelakan ratusan juta pada kekasih gelapnya itu, ia mesti menyandang status tersangka jua.