Sejumlah program dengan anggaran hingga triliunan rupiah masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara untuk APBD DKI Jakarta 2020. Program-program tersebut dinilai janggal.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah program dengan anggaran miliaran hingga triliunan rupiah masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta 2020. Program-program itu mulai dari penyediaan lisensi perangkat lunak dan antivirus hingga rehabilitasi kantor-kantor dan sekolah.
Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI), William Aditya Sarana, mengatakan, sejumlah program yang tak masuk akal dengan anggaran besar ditemukan dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2020.
Oleh karena itu, dalam rapat komisi nanti, setiap program harus bisa dijelaskan secara komprehensif spesifikasi dan tujuannya oleh satuan kerja perangkat daerah agar tidak berujung pada pemborosan atau permainan anggaran.
”Nanti waktu rapat komisi, kami akan perjelas sejumlah program, kenapa harus ada yang beli daripada sewa dan kenapa ada bangunan-bangunan yang direhab total. Harus bisa dipertanggungjawabkan karena, kan, kita mau menyelamatkan uang rakyat yang selama ini dianggap pemborosan,” ujar William seusai Rapat Paripurna DPRD DKI di Gedung DPRD Jakarta, Kamis (3/9/2019).
Salah satu program yang dinilai tak masuk akal adalah penyediaan lisensi perangkat lunak dan antivirus Rp 12,9 miliar. Sebelumnya, dari 2016-2018, program serupa pernah dianggarkan Rp 100 juta hingga 200 juta. Sifatnya pun hanya sewa.
”Sekarang mau beli sekitar Rp 12 miliar. Makanya, kalau kita pakai akal sehat saja, kan, (anggaran sebesar itu) enggak masuk akal,” kata William.
Selain itu, ada program-program lain berupa rehabilitasi bangunan yang juga sangat besar anggarannya. Rehabilitasi bangunan ini meliputi kantor-kantor kelurahan, kecamatan, dan dinas.
Untuk rehabilitasi total kantor kelurahan dan kecamatan, anggaran berkisar Rp 1 miliar-Rp 28,9 miliar. Sementara itu, rehab kantor Dinas Lingkungan Hidup Rp 20,3 miliar.
Tak hanya itu, anggaran rehabilitasi gedung sekolah pun melonjak dari Rp 2,1 triliun pada APBD 2019, menjadi Rp 2,57 triliun pada KUA-PPAS 2020. Peningkatan anggaran sebesar Rp 470 miliar. Di 2020 nanti, total sekolah yang direhab ada di 191 lokasi, sedangkan sebelumnya 132 lokasi.
William mengatakan, DPRD kini masih terus membedah KUA-PPAS 2020 untuk mencari program-program yang tak masuk akal dan yang tiba-tiba mengalami peningkatan anggaran secara drastis.
Namun, dengan sisa waktu sekitar satu bulan sebelum dibawa rapat komisi, dia pesimistis bisa menyisir KUA-PPAS 2020 secara lebih detail. Apalagi, lanjut dia, hampir 65 persen dari 106 anggota DPRD DKI adalah wajah baru.
Kayaknya dibikin mepetgitu, ini AKD (alat kelengkapan dewan) belum, tatib (tata tertib) juga belum disahkan. Kami yang masih (anggota) baru ini, tuh, kayak buru-buru gitu sisir anggarannya. (William Aditya Sarana)
”Kayaknya dibikin mepet gitu, ini AKD (alat kelengkapan dewan) belum, tatib (tata tertib) juga belum disahkan. Kami yang masih (anggota) baru ini tuh kayak buru-buru gitu sisir anggarannya. Jadi enggak teliti, takutnya banyak yang lolos di situ,” ucap William.
Pengembangan perangkat
Secara terpisah, Kepala Unit Pengelola Teknologi Informasi Kependudukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil DKI Nurrahman mengatakan, penyediaan lisensi perangkat lunak dan antivirus membutuhkan anggaran yang besar.
Dia menjelaskan, penggunaan anggaran itu terbagi untuk tiga komponen, yakni penyediaan lisensi perangkat lunak Microsoft dan Oracle, serta pemasangan antivirus.
Pemasangan antivirus, lanjut Nurrahman, kemungkinan hanya menghabiskan kurang dari Rp 1 miliar untuk ribuan komputer yang tersebar di kelurahan, kecamatan, suku dinas, dan dinas. Namun, yang mahal adalah penyediaan lisensi Microsoft dan Oracle.
Lisensi Oracle ini, disebut Nurrahman, sangat penting dalam pengembangan perangkat Alpukat Betawi Web yang menjadi pelayanan berbasis aplikasi mobile. Alpukat Betawi merupakan kanal pelayanan langsung yang dapat diakses warga DKI Jakarta untuk mengajukan pelayanan administrasi kependudukan.
”Server sudah siap, tetapi lisensi belum. Makanya, kita di tahun depan harus punya lisensi itu. Hitungannya hampir sekitar Rp 6 miliar. Di awal memang mahal. Betul itu besar sekali. Tetapi, performa basis data, kan, harus bagus. Jangan sampai orang mau mengajukan apa, nanti malah menjadi lambat aplikasinya,” ujar Nurrahman sambil berharap aplikasi itu bisa mulai diluncurkan pada 2020.