Sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim hujan akhir Oktober mendatang. Peningkatan curah hujan perlu diwaspadai karena berpotensi memicu longsor di tanah berlereng.
Oleh
TATANG MULYANA SINAGA
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS – Sebagian wilayah Indonesia akan memasuki musim hujan akhir Oktober mendatang. Peningkatan curah hujan perlu diwaspadai karena berpotensi memicu longsor di tanah berlereng. Terutama lokasi yang pernah mengalami longsor karena berisiko tinggi kembali terjadi gerakan tanah.
“Gerakan tanah sifatnya berulang. Jadi, lokasi bekas longsor perlu lebih diwaspadai,” ujar Kepala Bidang Mitigasi Gerakan Tanah Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi, Agus Budianto di Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (2/10/2019).
Hal itu disampaikan Agus dalam diskusi kelompok terarah “Meningkatkan Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Gerakan Tanah”, di Auditorium Badan Geologi. Diskusi juga diikuti Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dari sejumlah provinsi dan kabupaten/kota.
Menurut Agus, meskipun saat ini masih musim kemarau, antisipasi terhadap musim hujan perlu segera dipetakan. Selain memetakan bekas lokasi longsor, beban lahan dan jalur air juga tak bisa diabaikan.
Gerakan tanah sifatnya berulang. Jadi, lokasi bekas longsor perlu lebih diwaspadai, ujar Agus Budianto
Agus mengatakan, hujan hanya pemicu terjadinya longsor. Penyebab utamanya adalah kemiringan lahan, sifat tanah yang lepas, dan pemanfaatan lahan.
Membuat jalur air
Untuk mengurangi risiko longsor, penting membuat jalur air. Tujuannya agar air tidak merembes ke semua bagian karena akan membuat tanah jenuh dan rawan longsor.
“Selain BPBD, peran masyarakat juga tak kalah penting. Sebab, mereka yang sehari-hari berada di lingkungan itu (lokasi rawan longsor),” ujarnya.
Meskipun saat ini masih musim kemarau, antisipasi terhadap musim hujan perlu segera dipetakan. Selain memetakan bekas lokasi longsor, beban lahan dan jalur air juga tak bisa diabaikan
Kepala PVMBG Kasbani mengatakan, menjelang musim hujan, masyarakat perlu memahami risiko bencana di wilayahnya masing-masing. PVMBG telah membuat peta potensi gerakan tanah yang dapat diunduh di situs web vsi.esdm.go.id.
Kasbani menjelaskan, saat kemarau, banyak muncul rekahan di lereng-lereng. Saat diguyur hujan, rekahan itu sangat berpotensi menjadi bidang gelincir yang akan memicu longsor.
“BPBD dan warga sebaiknya segera menutup rekahan-rekahan itu dengan tanah padat. Jika tidak, tanah akan gampang lepas saat hujan,” ucapnya.
Kasbani berharap, melalui diskusi kelompok terarah itu, pemerintah daerah melalui BPBD meningkatkan kesiapsiagaan sebelum datangnya musim hujan. Dengan begitu, risiko longsor dapat dikurangi.
Diskusi itu juga membahas penggunaan drone (pesawat nirawak) dalam memetakan kawasan rawan bencana. Salah satunya untuk mengamati jalur air yang sering menjadi jalur longsoran.
Kami terus berkoordinasi dengan BMKG dan Badan Geologi. Daerah bekas longsor akan menjadi prioritas untuk diwaspadai, ucap Radito
Kepala Sub Direktorat Penyiapan Sumber Daya BNPB Radito Pramono Susilo mengatakan, saat ini pihaknya masih fokus menangani kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Namun, pihaknya tetap mengingatkan persiapan menghadapi bencana banjir dan longsor menjelang musim hujan.
“Kami terus berkoordinasi dengan BMKG dan Badan Geologi. Daerah bekas longsor akan menjadi prioritas untuk diwaspadai,” ucapnya.
Kepala Bidang Layanan Informasi Cuaca BMKG Ana Oktavia Setiowati mengatakan, wilayah Sumatera bagian utara dan sebagian Papua akan memasuki musim hujan akhir Oktober. Sementara wilayah lain, di antaranya Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi baru masuk musim hujan pada November dan Desember.
“Puncak musim hujan diprediksi Januari sampai Februari 2020. Namun, hujan dengan intensitas menengah hingga tinggi sudah terjadi pada Desember sehingga ancaman banjir dan longsor harus sudah diantisipasi,” jelasnya.