Puluhan Pelajar yang Ikut Demo Berasal dari Luar Jakarta
Puluhan pelajar yang ikut berunjuk rasa di Jakarta hari Senin (30/9/2019) lalu ternyata berasal dari luar Jakarta. Rata-rata mereka ikut berdemonstrasi karena ajakan sesama pelajar lewat media sosial.
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Resor Metro Jakarta Utara menangkap sebanyak 68 siswa sekolah yang terlibat unjuk rasa berujung kerusuhan di Jakarta pada Senin (30/9/2019) lalu. Dari penangkapan ini, 67 siswa ternyata berasal dari luar Jakarta, sementara seorang pelajar yang tertangkap berasal dari Jakarta Utara dan positif sebagai pengguna sabu.
Kepala Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto mengatakan, sebagian besar siswa yang ditangkap Selasa (1/10/2019) kemarin sedang berada di sekitar Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara. Setelah diinterogasi, sebagian pelajar yang berasal dari Sumedang, Cirebon, Kabupaten Kuningan, dan Kabupaten Karawang itu mengaku sedang menunggu kereta untuk pulang ke daerah masing-masing.
"Para pelajar ini ditemukan sedang tidur di sekitar Stasiun Tanjung Priok dan masih berseragam sekolah. Polisi menangkap dengan perlakuan khusus karena mereka masih berstatus siswa sekolah, kecuali seorang siswa yang ternyata berstatus pengguna narkoba dari Kelurahan Warakas, Tanjung Priok, dan kini dilimpahkan ke Satuan Reserse Narkoba," kata Budhi di Jakarta, Rabu (2/10/2019) siang.
Budhi menjelaskan, para pelajar dari luar kota ini mengaku berangkat karena diiming-imingi uang senilai Rp 40.000 saat tiba di Jakarta. Polisi saat ini menyimpan dugaan satu nama yang disebut oleh para pelajar, namun masih perlu diselidiki lebih lanjut.
"Dari hasil interogasi, pelajar mengaku dijanjikan sepeser uang yang ternyata tidak pernah mereka dapat saat sampai di Jakarta. Mereka kemudian tetap menuju ke lokasi unjuk rasa," ucap Budhi.
Pelajar yang ditangkap di Markas Polres Metro Jakarta Utara mengaku awalnya hanya ikut-ikutan karena mendengar selentingan iming-iking uang. Para pelajar ini terdiri dari berbagai tingkat, mulai dari tingkat menengah kejuruan, tingkat menengah pertama, hingga sekolah dasar.
Muhammad Jawairul Ma\'ani, siswa kelas 6 SD di bilangan Cikampek, Karawang, Jawa Barat, mengaku hanya ikut-ikutan saat diajak oleh seorang teman yang berumur 3 SMP. Ajakan itu menyebar lewat pesan daring aplikasi Whatsapp dan media sosial Facebook.
"Sudah diajak dan berangkat sejak Minggu untuk demo hari Senin, naik kereta lokal dari Cikampek menuju Senen, Jakarta Pusat. Saya ditanya sama teman, berani nggak lo? Lalu saya ikut tanpa sepengetahuan orang tua," kata dia.
Rafi, siswa kelas 2 SMK Taman Siswa Cirebon, Jawa Barat, mengaku ikut-ikutan dan sempat ingin pulang karena unjuk rasa berujung ricuh. Saat ricuh, Rafi dan temannya kemudian berinisiatif segera pulang menuju Stasiun Cikampek dari Stasiun Senen. Karena terlalu malam, sebagian besar siswa akhirnya menunggu di Stasiun Tanjung Priok hingga Selasa pagi.
Budhi menuturkan, polisi berusaha melakukan pendampingan secara kooperatif karena para pelajar masih terhitung di bawa umur. Pendampingan dilakukan polisi bersama Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Ketua LPAI Seto Mulyadi mengatakan, keterlibatan pelajar dalam unjuk rasa merupakan tanda bahwa energi anak-anak muda belum tersalurkan ke kanal yang tepat. Ini pula yang menyebabkan mereka cenderung gemar mengikuti kegiatan unjuk rasa yang berujung aksi kerusuhan.
"Saat ini, intinya pelajar perlu menyalurkan semangat mereka yang dinamis dan menggebu-gebu. Saya sadar bahwa unjuk rasa itu adalah bentuk ekspresi politik dan tidak salah bila dilakukan pelajar, namun penyalurannya tetap harus pada kanal yang tepat," ujar Seto.
Budhi menyebutkan, para pelajar ini akan dijemput oleh orang tua mereka di Markas Polres Metro Jakarta Utara. Masih ada sekitar 44 anak lagi yang berada di sana dan akan segera dijemput oleh para orang tua.