Cegah Pelajar Ikut Unjuk Rasa, Polisi Kunjungi Sekolah
Kepolisian dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta kian intens menerapkan cara-cara preventif untuk mencegah pelajar kembali terlibat dalam unjuk rasa seperti yang terlihat beberapa hari terakhir.
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian dan Dinas Pendidikan DKI Jakarta kian intens menerapkan cara-cara preventif untuk mencegah pelajar kembali terlibat dalam unjuk rasa seperti yang terlihat beberapa hari terakhir. Kepolisian, misalnya, mendatangi sekolah-sekolah. Adapun dinas pendidikan menginstruksikan sekolah-sekolah untuk mengubah sistem presensi pelajar.
Salah satu cara preventif itu seperti ditunjukkan personel polisi dari Kepolisian Sektor (Polsek) Kalideres yang mengunjungi sekolah di bawah naungan Yayasan Safinatul Husna di Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat.
Dalam kunjungan itu, polisi memberikan penyuluhan tentang bahaya narkoba serta imbauan untuk tidak terlibat dalam unjuk rasa. ”Motivasi bagi pelajar agar lebih giat belajar, menjauhi bahaya narkoba serta kegiatan lain yang merugikan mereka,” kata Kepala Polsek Kalideres Ajun Komisaris Indra Maulana Saputra, Rabu (2/10/2019).
Cara preventif lain yang sudah dilakukan adalah menghalau rombongan pelajar dari wilayah Kalideres ataupun Tangerang, Banten, yang hendak bergabung dengan pengunjuk rasa di seputaran Kompleks Parlemen, Jakarta. Mereka dibawa ke markas Polsek Kalideres dan diberi penyuluhan. Salah satunya diingatkan bahwa unjuk rasa bisa berubah ricuh yang justru berbahaya bagi keselamatan pelajar yang memilih ikut dalam unjuk rasa.
”Upaya sejak dini untuk memberikan arahan bahwa mereka (pelajar) lebih baik belajar dan terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler. Demonstrasi yang melibatkan para pelajar berujung ricuh dan dapat mengganggu psikologi mereka,” ujar Indra.
Bersamaan dengan itu, pihak kepolisian mengontak pihak sekolah asal pelajar yang akan ikut unjuk rasa, juga orangtua pelajar. Mereka kemudian hadir ke markas polsek dan menjemput para pelajar itu untuk kembali ke rumah masing-masing.
Cara yang sama diterapkan Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur. ”Kami tidak sweeping. Jika ada sekelompok pelajar, kami minta dan imbau untuk pulang. Pelan-pelan dibujuk, diajak ngobrol ringan agar mau pulang,” kata Kepala Kepolisian Resor Metro Jakarta Timur Komisaris Besar Ady Wibowo.
Pelajar yang ditemui tidak saja dari sekolah-sekolah di Jakarta Timur. Mereka datang dari Depok, Bekasi, Bogor, dan Sukabumi, Jawa Barat. Polisi mengedepankan cara persuasif karena para pelajar yang masih berusia belia tersebut tak bisa disentuh dengan cara-cara yang keras.
Selain kepolisian, Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga mengedepankan cara preventif. Salah satunya dengan menginstruksikan sekolah-sekolah untuk menerapkan dua kali presensi, yaitu presensi pagi dan sore hari.
Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Ratiyono mengatakan, dua kali presensi memudahkan pendataan pelajar yang membolos.
”Sejak pemeriksaan di sejumlah sekolah wilayah Jakarta, Selasa (1/10/2019), persentase kehadiran hampir 100 persen. Berkat kerja sama dengan kepolisian juga, sejumlah siswa yang berangkat menuju lokasi demonstrasi berhasil dipulangkan,” ucap Ratiyono.
Ia menambahkan, dinas pendidikan akan terus berkoordinasi dengan Polda Metro Jaya agar pelajar yang hanya ikut-ikutan unjuk rasa dapat segera dipulangkan dan mendapat pembinaan.
Namun, apabila pelajar memang terbukti melakukan tindak kriminal selama unjuk rasa atau menjadi pihak yang memprovokasi, sanksi akan dijatuhkan. Sanksi itu berupa pencabutan bantuan dana Kartu Jakarta Pintar (KJP).
”Kalau tindakan pelajar ini dinilai tergolong sebagai aksi kriminal, bantuan KJP untuk dia bisa diberhentikan. Akan tetapi, apabila pelajar dapat sanksi ringan dari polisi, nanti akan kami bina lebih lanjut. Kasihan juga kalau pelajar ini miskin dan terjerumus aksi kerusuhan semacam ini, bisa rusak masa depan dia,” tutur Ratiyono.