iswa-siswi SD Negeri 60 Kota Ternate tertawa cekikikan mendengar cerita dongeng persahabatan Kori, Koca, dan Ikan Biru. Kori atau Koral Berjari dan Koca atau Koral Bercabang merupakan hewan karang.
Oleh
Ichwan Susanto
·4 menit baca
Siswa-siswi SD Negeri 60 Kota Ternate tertawa cekikikan mendengar cerita dongeng persahabatan Kori, Koca, dan Ikan Biru. Cerita yang dibawakan Yayasan Terumbu Rupa itu menjadi hiburan dan pengetahuan baru bagi sekitar 100 siswa setempat yang berkumpul di lapangan sekolah. Kori atau Koral Berjari dan Koca atau Koral Bercabang merupakan hewan karang yang umum dijumpai di ekosistem terumbu karang.
”Kita memang mirip sekali dengan tanaman yang berwarna-warni, padahal kita ini adalah hewan... hi-hi-hi-hi-hi-hi,” celoteh Kori yang dibawakan Think, relawan Yayasan yang juga instruktur selam Paradive di Jakarta, 26 September 2019, di hadapan anak-anak itu.
Kita memang mirip sekali dengan tanaman yang berwarna-warni, padahal kita ini adalah hewan.
Penuturannya ini dilandasi masih banyak anggapan koral merupakan tumbuhan, termasuk bagi anak-anak setempat yang bertempat tinggal di pesisir. Padahal, koral atau karang itu adalah hewan yang bersimbiosis dengan tumbuhan alga zooxanthellae.
Cerita Kori dan Koca ini diambilkan dari buku Kisah Kori dan Koca yang naskahnya ditulis Watiek Ideo dan Nindia Maya. Dongeng tersebut merupakan bagian dari sejumlah buku yang dicetak Yayasan Terumbu Rupa bagi anak-anak agar lebih mudah mengenal kehidupan terumbu karang.
Ada juga penggalan cerita manfaat karang yang didialogkan Kori dan Koca kepada anak-anak tersebut. ”Coba yang kalian hirup apa,” tanya Koca yang dibawakan Asrul Hanif Arifin, Chairman Yayasan Terumbu Rupa yang sehari-hari bekerja sebagai sutradara periklanan. ”Oksigen,” jawab beberapa anak.
Asrul mengatakan, oksigen selain dihasilkan dari pepohonan di daratan juga dihasilkan karang. Bahkan, Teguh Ostenrik, perupa dan pendiri Yayasan Terumbu Rupa, mengatakan sejumlah riset menunjukkan terumbu karang menghasilkan 70 persen oksigen bagi dunia.
Menurut Muhammad Abrar, peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Selasa (1/10/2019), di Jakarta, oksigen tersebut bisa saja dihasilkan dari alga zooxanthellae yang hidup berelasi/bersimbiosis dengan hewan karang. Namun, pada besaran suplai yang mencapai 70 persen, ia mengaku ragu.
Oksigen di perairan sebagian besar dihasilkan dari fitoplankton yang tersebar di kolom permukaan perairan laut. Fitoplankton atau plankton tumbuhan yang tersebar dari pesisir hingga samudra atau lautan bebas ini di 70 persen bagian Bumi ini sebagai penghasil oksigen terbesar.
Di pesisir, pada luasan sangat kecil dibandingkan luas seluruh permukaan laut, terdapat mangrove, lamun, rumput laut, dan terumbu karang. ”Kalau karang itu lebih ke pelepas karbon karena karangnya sendiri itu adalah hewan,” katanya.
Meski demikian, koloni karang yang bermanfaat sebagai rumah bagi ikan-ikan karang juga menjadi catatan penting. Terumbu karang yang menyediakan nutrisi bagi ikan ataupun menyediakan kehidupan bagi berbagai jenis makhluk merupakan indikator kesehatan suatu perairan pesisir.
Adrian, siswi kelas 6 SD Negeri 60, mengatakan, cerita Kori dan Koca ini memberi banyak info baru. Ia baru tahu kalau karang penting bagi keberadaan ikan. Sebelumnya, ia mengaku acuh karena menganggap karang sebagai batu yang tak memiliki nilai bagi kehidupan laut.
Mengurangi plastik
Selain kehidupan terumbu karang, Kori dan Koca pun meminta kepada anak-anak di Ternate tersebut agar mengurangi penggunaan plastik. Meski bagian cerita pengurangan sampah plastik ini sulit ditangkap anak-anak setempat, Kori dan Koca yang juga ditemani Ikan Biru memberikan beberapa tips sederhana, seperti menghindari pemakaian sedotan plastik dan membawa botol minuman dan tas kemasan yang bisa dipakai berulang-ulang.
Rusmini Usman, Kepala SD Negeri 60, mengatakan, edukasi dan sosialisasi dari pihak luar ini sangat diperlukan bagi pengetahuan anak-anak didiknya. Kegiatan sosialisasi terkait terumbu karang ini merupakan yang pertama kali diadakan di sekolahnya.
Edukasi terkait kehidupan di laut, terutama terumbu karang, seperti ini menurutnya sangat penting untuk melengkapi pelajaran formal yang diterima anak-anak. Kegiatan edukasi secara informal seperti ini dirasanya sangat bermanfaat dan bisa berdampak bagi masyarakat setempat. Ini mengingat orangtua siswa-siswi setempat sebagian besar hidup dari jasa pariwisata di perairan pantai setempat dengan membuka warung makan.
”Anak-anak ini nanti bisa memberitahu orangtuanya akan manfaat laut dan cara menjaganya. Masyarakat yang selama ini tak tahu jadi bisa diarahkan,” katanya.