Melati Mewangi/Abdullah Fikri Ashri/M Paschalia Judith J
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Harga gabah dan beras terus naik dalam lima bulan terakhir. Selain pasokan yang berkurang seiring berakhirnya musim panen, kenaikan harga dinilai turut dipicu oleh berkurangnya luas panen karena kekeringan. Pemerintah perlu mengantisipasi gejolak harga beras pada akhir tahun 2019 hingga awal 2020.
Sepanjang September 2019, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi 0,27 persen terutama disumbang oleh penurunan indeks harga kelompok bahan makanan. Namun, harga sejumlah komoditas naik dan menyumbang inflasi, antara lain beras, sawi, dan bayam.
Harga beras medium di penggilingan terus naik dari Rp 9.143 per kilogram pada Mei 2019 menjadi Rp 9.301 per kilogram pada September. Sementara harga gabah kering panen (GKP) naik dari Rp 4.445 per kilogram menjadi Rp 5.201 per kilogram pada kurun waktu yang sama.
Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas Santosa, Selasa (1/10/2019), berpendapat, kenaikan harga gabah di tingkat petani mengindikasikan produksi beras nasional terganggu. Hal itu terjadi karena kemarau yang cukup panjang tahun ini selain penurunan luas lahan sawah.
Pemerintah perlu mewaspadai gejolak harga beras pada Desember 2019 hingga Februari 2020. Gejalanya akan mulai terlihat pada November 2019. ”Saya perkirakan harga GKP di sentra produksi beras dapat mencapai Rp 5.500 per kilogram, sedangkan harga beras medium di tingkat konsumen berada di atas Rp 12.000 per kilogram,” kata Andreas.
Di sejumlah sentra padi, seperti Cirebon, Indramayu, dan Karawang, harga gabah relatif tinggi. Harga gabah kering giling (GKG) di Cirebon, misalnya, berkisar Rp 5.100-Rp 6.000 per kilogram dan di Indramayu Rp 6.100 per kilogram. Adapun harga GKP sekitar Rp 5.000 per kilogram atau jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga acuan pembelian pemerintah Rp 3.700 per kilogram.
Ma’muri (39), petani di Kapetakan, Cirebon, berharap harga gabah tidak jatuh seperti musim panen rendeng Maret 2019. Saat itu, harga GKP di petani Rp 3.400 per kilogram.
Di Karawang, menurut Iday (34), petani di Sukapura, Kecamatan Rawamerta, harga GKP naik dari Rp 4.200 per kilogram pada akhir Mei 2019 menjadi Rp 5.600 per kilogram saat ini. Namun, tingginya harga sejalan dengan pengeluaran yang juga tinggi untuk obat antihama.
Dijamin cukup
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, kenaikan harga gabah di tingkat petani dan penggilingan mengindikasikan jumlah panen telah berkurang secara musiman. Dengan stok beras yang dimiliki pemerintah, harga beras seharusnya terjaga hingga akhir tahun ini. ”Seharusnya tidak ada lonjakan harga beras,” ujarnya.
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengemukakan, Bulog masih memiliki cadangan beras pemerintah sebanyak 2,4 juta ton. Jumlah itu tergolong aman karena batas minimal stok penyangga berkisar 1,5 juta ton.
Namun, Bulog tidak akan mampu memenuhi target pengadaan cadangan beras pemerintah yang ditetapkan 1,8 juta ton tahun ini, terutama karena harga gabah/beras yang relatif tinggi di pasaran atau melebihi harga acuan pembelian pemerintah. Realisasi penyerapan gabah/beras dalam negeri diperkirakan 1,2 juta-1,3 juta ton hingga akhir tahun ini, antara lain, karena harga di pasar yang relatif tinggi.
Selain di petani dan penggilingan, harga di pasar juga naik dalam beberapa bulan terakhir. Pusat Info Harga Pangan Strategis mencatat, harga beras medium di tingkat konsumen naik dari Rp 11.550-Rp 11.800 per kilogram awal September menjadi Rp 11.650-Rp 11.850 per kilogram pada akhir September.
Sementara di Pasar Induk Beras Cipinang, Jakarta Timur, harga beras medium naik dari Rp 8.825-Rp 10.575 per kilogram menjadi Rp 9.025-Rp 10.600 per kilogram pada kurun waktu yang sama. (IKI/MEL/JUD)