Pemerintah diminta untuk meninjau ulang rencana kenaikan premi atau iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat pada tahun 2020.
Oleh
Anita Yossihara
·3 menit baca
KOMPAS/DEONISIA ARLINTA
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris (paling kanan) bersama Gubernur Gorontalo Rusli Habibie (dua dari kanan) dalam acara konferensi pers bertajuk ”Komitmen Pemda dalam Keberlanjutan JKN-KIS”, Rabu (11/9/2019), di Jakarta.
BOGOR, KOMPAS — Pemerintah diminta untuk meninjau ulang rencana kenaikan premi atau iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat pada tahun 2020. Pasalnya, besaran dana iuran baru yang diusulkan pemerintah dianggap memberatkan, terutama untuk peserta kelas III.
Usulan pengkajian ulang rencana kenaikan iuran JKN-KIS melalui BPJS-Kesehatan itu disampaikan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea dan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (30/9/2019).
”Kami meminta pemerintah meninjau ulang kenaikan iuran BPJS Kesehatan, khususnya untuk kelas III, karena berpengaruh terhadap buruh dan rakyat,” ujar Andi Gani seusai pertemuan.
Said menambahkan, kenaikan iuran BPJS Kesehatan untuk peserta kelas III dari Rp 25.500 menjadi Rp 42.000 dinilai memberatkan masyarakat. Kenaikan iuran itu pun dikhawatirkan akan menurunkan daya beli masyarakat.
Presiden Jokowi pun menanggapi positif usulan dari kedua pimpinan asosiasi buruh terbesar di Indonesia tersebut. Kendati besaran premi baru BPJS Kesehatan sudah ditetapkan Kementerian Keuangan, Presiden Jokowi memutuskan untuk melakukan penghitungan ulang. Sebab, kenaikan iuran dirancang sebagai salah satu upaya untuk mengurangi defisit BPJS Kesehatan.
”Nanti kami pertimbangkan karena memang kami juga harus berhitung, berkalkulasi. Nanti kalau kenaikan BPJS tidak kita lakukan, yang terjadi juga defisit besar di BPJS. Semuanya dihitung, dikalkulasi,” ujarnya.
Sampai saat ini Presiden Jokowi juga belum menyusun peraturan presiden (perpres) sebagai payung hukum penyesuaian iuran BPJS Kesehatan. Berbagai masukan akan dijadikan pertimbangan Presiden Jokowi dalam menyusun perpres tentang iuran BPJS Kesehatan.
Jangan mempersulit
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 Saleh P Daulay mengatakan, pada prinsipnya DPR menolak kebijakan pemerintah yang mempersulit masyarakat, terutama dalam pelayanan kesehatan. Sebab, bagi DPR, pelayanan kesehatan merupakan hak fundamental yang harus dinikmati oleh seluruh masyarakat, tanpa kecuali.
Karena itu, DPR mendorong pemerintah untuk mencari kebijakan lain yang bisa dilakukan guna menyelesaikan persoalan defisit BPJS Kesehatan. ”Intinya kebijakan itu jangan sampai mempersulit, memberatkan masyarakat,” kata Saleh.
Politikus Partai Amanat Nasional itu menjelaskan, tidak ada persoalan jika kenaikan iuran diberlakukan bagi peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kelas I dan II karena umumnya mereka mampu secara ekonomi. Sementara kenaikan iuran untuk peserta kelas III harus dipertimbangkan, terutama peserta mandiri yang bukan tergolong pekerja atau penerima upah.
Sekitar 37 juta peserta mandiri bukan penerima upah atau pekerja itu sebenarnya layak menerima bantuan pemerintah, tetapi belum masuk daftar penerima bantuan iuran (PBI). ”Ini juga tidak adil karena banyak mereka yang tidak mampu belum masuk PBI, sementara yang mampu masuk PBI. Karena itu, untuk kelompok peserta BPJS mandiri ini iurannya tidak perlu dinaikkan,” ujar Saleh.
Jika pemerintah tetap ingin menaikkan iuran JKN-KIS kelas III, lanjut Saleh, semestinya diberlakukan bagi peserta PBI yang preminya ditanggung APBN. Jumlah iuran yang harus dibayarkan pemerintah pun relatif besar karena peserta PBI mencapai 96,8 juta jiwa.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Suasana pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Tangerang Selatan, Banten, Jumat (3/5/2019). Akreditasi jadi syarat wajib bagi rumah sakit mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan agar peserta Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat mendapat layanan kesehatan bermutu. Selain BPJS Kesehatan, RSUD Tangerang Selatan juga menggratiskan biaya pengobatan bagi warga Tangerang Selatan sejak enam tahun lalu hanya dengan menunjukkan KTP elektronik.