Persepsi Terganggu, Dana Pasar Saham Pindah ke Obligasi
Aksi demonstrasi dalam sepekan terakhir nyatanya cukup mengganggu persepsi investor portofolio. Sentimen negatif global yang berlarut-larut juga terus menekan kinerja pasar saham.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Aksi demonstrasi dalam sepekan terakhir nyatanya cukup mengganggu persepsi investor portofolio. Sentimen negatif global yang berlarut-larut juga terus menekan kinerja pasar saham. Untungnya, stabilitas pasar keuangan Indonesia secara umum tetap kondusif, terlihat dari terjaganya aliran masuk ke pasar obligasi.
Pada perdagangan Selasa (1/10/2019), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup merosot 30,85 poin atau 0,5 persen ke level 6.138,25. Dalam 6 bulan terakhir IHSG telah alami pelemahan sebesar 5,28 persen.
Pelemahan IHSG pada perdagangan hari ini terjadi di tengah penguatan bursa saham Asia. Indeks Nikkei225 di Jepang ditutup menguat 0,59 persen ke level 21.885,24. Sementara indeks Kospi di Korea Selatan naik 0,45 persen ke level 2.072,42. Adapun indeks Hang Seng di Hong Kong menguat 0,53 persen di level 26.092,27.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pada perdagangan hari ini investor asing mencatatkan aksi jual senilai Rp 607,11 miliar di seluruh pasar. Pada perdagangan hari sebelumnya, investor asing mencatatkan aksi jual mencapai Rp 68,91 miliar.
Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede, mengatakan aksi demonstrasi yang dimulai sejak pekan lalu memang cukup mengganggu persepsi investor pasar modal. Namun daya tarik investasi portofolio dalam negeri masih terjaga, terbukti dari aliran modal masuk ke pasar surat berharga.
“Secara umum, selera investor untuk menanamkan modal portofolio di Indonesia masih besar. Buktinya meski terjadi capital outflow di pasar modal, pasar obligasi tetap alami capital inflow,” ujarnya.
Sepanjang pekan kemarin investor asing melakukan aksi jual hingga 133,8 juta dollar AS di pasar saham. Namun di sisi lain pada periode waktu yang sama, capital inflow ke pasar obligasi sepanjang pekan lalu yang mencapai 121,59 juta dollar AS.
Pengaruh eksternal
Di pasar modal sendiri, pengaruh sentimen eksternal lebih kuat ketimbang sentimen internal. Contohnya pada perdagangan 5 Agustus lalu, IHSG sempat anjlok 2,59 persen saat Presiden AS Donald Trump mengenakan tarif baru pada produk impor China.
“Stabilitas pasar finansial Indonesia membuktikan bahwa demonstrasi yang terjadi tidak berpengaruh banyak terhadap kepercayaan investor asing di Indonesia,” kata Josua.
Masih terjaganya daya tarik investasi portofolio Tanah Air selaras dengan iklim dunia usaha yang masih kondusif. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengatakan aksi demonstrasi masa yang dilakukan sejak pekan lalu belum berimbas negatif pada iklim usaha.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengakui kinerja indeks sepanjang triwulan III-2019 cukup banyak dipengaruhi oleh sentimen global. Namun memasuki triwulan IV-2019, dia memprediksi akan ada gelombang perpindahan dana asing dari pasar saham menuju Surat Berharga Negara (SBN) yang sebenarnya telah terlihat sejak akhir September.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, porsi kepemilikan asing pada SBN per 27 September 2019 mencapai Rp 1.028,02 triliun. Jumlah kepemilikan tersebut meningkat dari posisi di awal Juli sebesar Rp 989 triliun.
Akhir tahun
Di akhir tahun 2019, Wawan menilai IHSG punya peluang untuk menguat didorong oleh aksi window dressing emiten-emiten di pasar modal. Window dressing adalah istilah yang merujuk pada strategi perusahaan untuk menarik hati investor, dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis.
“Secara historis di triwulan keempat, terutama di November dan Desember, perusahaan akan lakukan window dressing. Pada periode inilah performa IHSG biasanya akan kembali membaik,” ujarnya.
Pada akhir tahun, IHSG punya peluang untuk menguat didorong oleh aksi window dressing emiten-emiten di pasar modal
Pengumuman formasi kabinet baru pemerintahan Presiden Joko Widodo periode 2019-2024 yang kemungkinan terjadi pada Oktober, lanjut Wawan, juga akan menjadi sentimen positif bagi investor pasar modal.
Selain itu, pemerintah biasanya juga akan menggelontorkan anggaran belanja negara pada triwulan keempat setiap tahunnya. Gelontoran anggaran ini dapat mendorong kinerja emiten serta memperbaiki data ekonomi dalam negeri seperti pertumbuhan konsumsi dan investasi.