Ketenaran Rempah Maluku yang Mengundang Para Penjelajah dari Eropa
Pada masa kolonial, rempah-rempah memiliki nilai yang sangat tinggi. Bahkan, rempah-rempah begitu berharga melebihi nilai emas. Alhasil, beberapa bangsa Eropa rela berkelana mencari sumber rempah-rempah hingga ke Maluku.
Oleh
PRayogi Dwi Sulistyo
·4 menit baca
Maluku terkenal dengan gugusan pulau dengan dikelilingi pantai yang indah. Kesuburan tanah membuat rempah-rempah, seperti cengkeh dan pala, tumbuh dengan baik sehingga mengundang bangsa Eropa berdatangan ke Maluku pada abad pertengahan.
Pada masa kolonialis, rempah-rempah memiliki nilai yang sangat tinggi. Bahkan, komoditas rempah begitu berharga melebihi nilai emas. Alhasil, beberapa bangsa Eropa rela berkelana demi mencari sumber rempah-rempah hingga ke Maluku.
Jejak kedatangan bangsa Eropa, seperti Portugis dan Belanda, di tanah Maluku masih dapat dilihat hingga sekarang. Pada Rabu (18/9/2019), Kompas bersama peserta kegiatan Internalisasi Nilai Kebangsaan (Inti Bangsa) yang diselenggarakan Direktorat Sejarah Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengunjungi jejak peninggalan sejarah di Desa Hila-Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Maluku Tengah.
Lokasi peninggalan sejarah tersebut sekitar 28 kilometer dari pusat Kota Ambon. Meskipun memakan waktu sekitar satu jam, lamanya perjalanan tidak akan terasa sebab hamparan pantai indah betul-betul memanjakan mata. Pemandangan khas pedesaan dan jalan naik turun serta berkelok-kelok khas pegunungan juga menambah keseruan perjalanan.
Tempat bersejarah
Ada tiga tempat bersejarah yang dituju rombongan, yakni Masjid Wapauwe, Gereja Immanuel, dan Benteng Amsterdam. Masjid Wapauwe dan Gereja Immanuel adalah dua tempat beribadah tertua di Maluku. Ketiga bangunan bersejarah tersebut hanya berjarak sekitar 50 meter.
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Masjid Wapauwe. Kami dipandu juru kunci Masjid Mapauwe, Yus Iha (40). Ia menceritakan, masjid tersebut pertama kali dibangun pada 1414 di Gunung Wawane. Namun, setelah Portugis datang pada 1515 dan Belanda pada 1598, masjid tersebut pindah tempat ke Desa Hila pada 1664.
Menurut keyakinan masyarakat sekitar, masjid tersebut pindah secara gaib pada pagi hari. Karena itu, masyarakat pun menjaga seluruh peninggalan yang ada di Masjid Mapauwe. ”Masih ada peninggalan asli, seperti beduk, lampu, kuningan, tempat kemenyan, tongkat khotbah, kubah, dan bendera Merah Putih berbentuk segitiga yang tersimpan di masjid,” ujar Yus.
Sebagian besar masjid tersebut berdinding kayu tanpa menggunakan paku dan pasak. Atapnya pun menggunakan pelepah sagu. Menurut cerita turun-temurun, masjid tersebut dibangun menggunakan kapur dan putih telur sebagai perekat. Pada 1991, sebanyak 12 tiang bangunan Masjid Wapauwe diganti, tanpa mengubah posisi bangunan asli.
Setelah puas melihat peninggalan sejarah di Masjid Wapauwe, kami pun berjalan kaki ke Gereja Immanuel. Untuk menuju gereja tersebut, pengunjung cukup berjalan kaki melintasi area perkampungan. Kali ini, kami didampingi Koordinator Juru Pelihara Balai Pelestarian Cagar Budaya Maluku Damri Lating untuk mengetahui sejarah Gereja Immanuel.
Gereja Immanuel dibangun Portugis pada 1512 di bawah pimpinan Francisco Serao. Sebelum menjadi gereja Kristen, bangunan ini merupakan gereja Katolik dengan nama Gereja Santo Yakobus. Gereja ini menjadi saksi sejarah kedatangan Portugis di Pulau Ambon setelah membeli pala di Kepulauan Banda.
Pada awal kedatangannya, Portugis diterima dengan baik oleh Raja Hitu. Bahkan, mereka diterima oleh Sultan Ternate yang menguasai wilayah Hitu untuk melawan musuh-musuhnya. Portugis pun mendirikan benteng pertahanan di Ternate pada 24 Juni 1522 dengan nama Sau Paulo.
Memerangi monopoli Portugis
Sementara Benteng Nossa Senhora Da Anunciada dibangun di Pulau Ambon pada 23 Februari 1575. Penguasa Portugis pertama adalah Sanchos de Vasconsalos. Portugis pun memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Kerajaan Hitu tidak menyukai cara Portugis berdagang. Apalagi, Hitu merupakan bandar perdagangan yang sangat ramai di Maluku. Bersama dengan Belanda, Kerajaan Hitu melawan Portugis. Pada 23 Maret 1605, di bawah pimpinan Gaspar de Mello, Portugis menyerah kepada Belanda.
Beberapa bangunan milik Portugis dikuasai Belanda, termasuk Gereja Santo Yakobus. Nama gereja ini akhirnya diubah menjadi Gereja Immanuel dan dipergunakan untuk ibadah umat Kristen.
Tidak jauh dari Gereja Immanuel, berdiri bangunan kokoh dengan nama Benteng Amsterdam, yang dibangun atas inisiatif Gubernur Belanda Johan Ottens pada 1637. Bangunan berlantai tiga ini berdiri di pinggir laut sehingga pengunjung dapat menikmati kesejukan udara khas pantai.
Sebelum menjadi benteng pertahanan, bangunan ini merupakan gudang rempah-rempah milik Portugis. Selain sebagai basis militer, Benteng Amsterdam menjadi kantor pusat administrasi badan kongsi dagang milik Belanda, Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Tidak jauh dari benteng terdapat asrama dan penjara, tetapi bangunan tersebut telah roboh karena bencana tsunami pada 1674. ”Ribuan orang meninggal pada bencana tsunami tersebut dan hanya Benteng Amsterdam yang masih berdiri kokoh,” kata Damri.
Saksi bisu ahli botani
Benteng Amsterdam juga menjadi saksi bisu perjalanan hidup ahli botani asal Jerman, Georg Eberhard Rumpf, atau yang dikenal dengan nama Georgius Everhardus Rumphius. Sekitar 50 tahun tinggal di Ambon, Rumphius menghasilkan banyak karya ilmu pengetahuan, seperti deskripsi tentang tumbuhan, fauna laut Maluku, batuan fosil, dan obyek prasejarah.
Selain Bentang Amsterdam, Belanda juga merebut benteng Portugis, Nossa Senhora Da Anunciada, di pusat Kota Ambon. Belanda mengubah nama bangunan tersebut menjadi Benteng Victoria, yang artinya kemenangan.
Benteng ini pernah mengalami kerusakan parah akibat gempa pada 1754. Setelah direnovasi, benteng ini diberi nama Nieuw Victoria, yang artinya kemenangan baru. Saat ini, benteng tersebut digunakan sebagai markas Komando Daerah Militer XVI/ Pattimura Detasemen Kavaleri 5.
https://youtu.be/L3PCD_O4NtI
Editor:
hamzirwan
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.