Otomasi pelayanan melalui ”chat bot” bisa mengurangi biaya perusahaan sekitar 30 persen. Penghematan biaya berasal dari pengurangan karyawan bidang layanan pelanggan.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mayoritas konsumen akan memiliki keterikatan dengan sebuah merek jika mendapatkan pengalaman (customer experience/CX) yang bersahabat. Untuk meraih keterikatan dalam era digital, perusahaan wajib meningkatkan kinerja kanal pengalaman konsumennya dengan adaptasi teknologi.
Pengalaman konsumen menjadi hal terpenting dalam penjualan produk sebuah merek. Berdasarkan survei Kantor Akuntan Publik Pricewaterhouse Coopers (PwC) pada 2018, lebih dari 80 persen konsumen rela membayar lebih banyak untuk sebuah produk, asalkan kanal pengalaman konsumennya bersahabat.
Regional Sales Director Genesys Hunady Budihartono, di Jakarta, Selasa (1/10/2019), mengatakan, dalam era digital saat ini, konsumen membutuhkan interaksi lewat internet. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan memiliki kanal pengalaman konsumen digital.
”Pengalaman konsumen akan menentukan bagus tidaknya sebuah merek. Kalau pengalamannya baik, harga merek tersebut bukan masalah. Kuncinya bagaimana merek bisa terkoneksi dengan konsumen,” kata Hunady.
Teknologi yang bisa mendukung kanal pengalaman konsumen, seperti intelligent omnichannel (IO) dan artificial intelligence (AI). ”Tidak cukup hanya menyediakan kanal saja. Perlu didukung teknologi yang bisa meningkatkan pengalaman konsumen,” ucapnya.
IO merupakan penggabungan seluruh kanal, mulai dari media sosial, surat elektronik, hingga chat center. Dengan penggabungan itu, sejarah interaksi dengan konsumen bisa terhubung. Konsumen tidak perlu menjelaskan berulang-ulang saat berpindah kanal.
Sementara itu, AI dibutuhkan untuk memastikan informasi yang diberikan perusahaan sesuai dengan kebutuhan konsumen. Adapun AI berfungsi untuk membaca kebiasaan dan jejak transaksi konsumen. Hal itu membuat bantuan dari kanal pengalaman konsumen lebih akurat.
”Biasa, kan, baru masuk website, sudah keluar kotak obrolan yang menanyakan apa yang bisa dibantu. Beberapa detik muncul lagi. Begitu seterusnya. Lama-lama konsumen malas malah tidak jadi transaksi,” ujarnya menjelaskan.
CEO dan Founder Botika Teknologi Indonesia Ditto Anindita mengatakan, AI bisa diterapkan juga untuk memaksimalkan pelayanan melalui chat bot. Teknologi itu bisa menjawab pertanyaan konsumen yang sifatnya ringan dan berstatus transaksi.
”Layanan pelanggan lebih ke persoalan kompleks. Sebenarnya tidak dibutuhkan untuk pertanyaan seputar transaksi. Hanya butuh chat bot. Apalagi chat bot akan lebih cepat memberikan jawaban,” kata Ditto.
Contoh, dalam layanan perbankan, chat bot bisa berperan memberikan informasi seputar memeriksa rekening, transaksi mutasi, hingga memperbarui data pribadi.
Menurut Ditto, otomasi pelayanan melalui chat bot bisa mengurangi biaya perusahaan sekitar 30 persen. Penghematan biaya berasal dari pengurangan karyawan bidang layanan pelanggan.
”Misalnya saja klien kami ada yang jasa pengiriman. Biasa kalau pertanyaan konsumen relatif sama terkait barang yang dikirim sudah sampai mana. Itu semua bisa dikerjakan chat bot. Jadi, perusahaan bisa menghemat,” ucapnya.
Upaya pemerintah
Di sisi lain, pemerintah juga sedang mencoba meningkatkan pelayanan dalam kanal pengalaman konsumen. Salah satunya Kementerian Keuangan yang berencana menerapkan IO dan AI ke dalam kanalnya.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan, pihaknya terus memperbaiki sistem layanan digital. Salah satunya mengintegrasikan seluruh layanan digital yang sudah ada.
”Pemanfaatan digital terbukti mengurangi belanja kami, misal dalam iklan. Biasa kami menggunakan Rp 1,5 miliar untuk iklan pertanggungjawaban APBN. Sekarang tinggal unggah di website. Sekarang tinggal bagaimana mengintegrasikan layanan karena Kemenkeu banyak eselonnya yang saat ini masih terpisah-pisah layanan digitalnya,” tutur Nufransa.