Fraser-Pryce Menjadi Juara Dunia Sprint Setelah Melahirkan
Menjadi ibu bukan penghalang untuk terus menjalani hobi atau karier. Itu dibuktikan pelari cepat putri asal Jamaika, Shelly-Ann Fraser-Pryce. Ia menjadi juara lari jarak pendek 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019.
Menjadi ibu bukan penghalang untuk terus menjalani hobi ataupun karier. Itu dibuktikan pelari cepat putri asal Jamaika, Shelly-Ann Fraser-Pryce. Atlet berusia 32 tahun itu menjadi juara lari jarak pendek nomor 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, Senin (30/9/2019). Prestasi ini ia cetak dua tahun setelah melahirkan anak pertamanya lewat operasi caesar.
Fraser-Pryce mencatat waktu 10,71 detik. Catatan itu masih jauh dari rekor dunia yang dicetak Florence Griffth Joyner dari AS pada 1988 dengan waktu 10,49 detik. Namun, Fraser-Pryce ditahbiskan sebagai ibu tertua dan tercepat dalam sejarah atletik dunia. Tak ada atlet atletik putri yang menjadi juara dunia nomor lari 100 meter setelah berusia 32 tahun dan baru melahirkan.
”Ini kemenangan untuk para ibu. Saya harap apa yang saya lakukan bisa menginspirasi para perempuan yang telah berkeluarga/menjadi ibu atau ingin berkeluarga. Anda dapat melakukan apa saja,” ujar Fraser-Pryce sambil menggendong putranya, Zyon Pryce, ketika diwawancarai BBC setelah final 100 meter.
Fraser-Pryce sempat dihantui kebimbangan ketika hamil di pengujung 2016. Peraih medali emas 100 meter Olimpiade 2008 dan 2012 itu cemas tidak akan bisa melanjutkan karier sebagai atlet, apalagi saat itu usianya sudah menginjak 30 tahun. Banyak pihak yang menyarankan dia pensiun dari dunia atletik.
Setelah melakukan perenungan mendalam, Fraser-Pryce coba mengikuti kata hatinya. Atlet kelahiran Kingston, Jamaika, 27 Desember 1986 itu merasa masih mampu meneruskan karier sebagai atlet walaupun akan menjadi ibu. Ia merasa belum habis dan kariernya akan berlanjut.
Ketika saya mengetahui bahwa saya hamil, saya duduk di tempat tidur dan menangis selama dua jam. Ketika itu, saya tidak pergi berlatih di pagi hari karena saya bingung tidak tahu harus berbuat apa.
”Ketika saya mengetahui bahwa saya hamil, saya duduk di tempat tidur dan menangis selama dua jam. Ketika itu, saya tidak pergi berlatih di pagi hari karena saya bingung tidak tahu harus berbuat apa. Tetapi, akhirnya saya bersumpah pada diri sendiri bahwa ini bukan akhir. Saya akan kembali,” kata perempuan mungil dengan tinggi 152 sentimeter itu, dikutip NBC, Minggu (29/9/2019).
Atlet berjuluk ”Pocket Rocket” itu memang tidak bisa lepas dari dunia atletik. Bahkan, sehari sebelum kelahiran Zyon (yang lahir pada 7 Agustus 2017), ia masih sempat menonton final 100 meter Kejuaraan Dunia 2017 dari layar televisi. Saat itu pula, dia bersumpah akan segera merebut kembali gelar tersebut.
”Malam sebelum Zyon lahir, saya menonton final 100 meter. Saya melihat acara pengalungan medali. Itu adalah medali emas saya,” tuturnya mengisahkan ketika ia melihat pelari asal Amerika Serikat, Tori Bowie, dikalungi medali emas setelah menjuarai 100 meter Kejuaraan Dunia 2017 yang berlangsung di London, Inggris, dua tahun lalu.
Berjuang untuk kembali
Upaya Fraser-Pryce untuk kembali ke dunia atletik setelah melahirkan ternyata tidak mudah. Ia menjalani operasi caesar untuk melahirkan buah hati pertamanya tersebut. Operasi itu membuat otot inti, yang penting untuk kekuatan lari cepat, rusak. Dampaknya, tiga-empat bulan setelah melahirkan, dia tidak bisa berlatih angkat beban. Dia terpaksa melewatkan beberapa program latihan karena rasa sakit akibat luka bekas operasi. Ia kembali bimbang.
”Itu sulit karena saya sudah berusia 30 tahun. Dengan memiliki bayi dan melihat orang-orang bisa berlari kencang di luar sana, saya bertanya-tanya apakah bisa kembali?” ujar peraih 16 emas, 6 perak, dan 2 perunggu di kejuaraan atletik utama dunia itu, dikutip Los Angeles Times, Minggu.
Di tengah kekalutan tersebut, Fraser-Pryce coba mengingat lagi sumpahnya ketika pertama kali mengandung Zyon bahwa ia berjanji akan kembali. Sumpah itu menguatkannya untuk kembali berlatih demi mencapai lagi kemampuan terbaiknya.
Setelah berlatih keras, Fraser-Pryce mencatat waktu 11,52 detik pada kejuaraan pertamanya seusai cuti hamil dan melahirkan awal 2018. Itu sangat jauh dari catatan waktu terbaiknya yang sekaligus rekor 100 meter putri Jamaika, yakni 10,70 detik, saat meraih emas Kejuaraan Jamaika 2012 di Kingston, 29 Juni 2012. Catatan terbaiknya itu juga masih tercatat sebagai yang tercepat keempat di dunia.
Manusia ketiga
Sebelas bulan pasca-melahirkan, Fraser-Pryce bisa melesat ke 10,98 detik atau tercepat ke-10 dunia tahun lalu. Hasil itu tercapai setelah delapan kali mengikuti percobaan dalam kondisi masih menjalani program menyusui. Puncaknya, ia berhasil menjadi juara 100 meter Kejuaraan Dunia 2019. Prestasi itu menjadikannya atlet putri pertama yang bisa meraih empat emas dalam satu nomor di Kejuaraan Dunia (2009, 2013, 2015, dan 2019).
Ia juga orang ketiga yang bisa mencapai prestasi tersebut. Sebelumnya, hanya dua orang yang pernah meraih empat emas dalam satu nomor di Kejuaraan Dunia. Mereka adalah pelari legendaris Jamaika, Usain Bolt, yang meraih empat emas 200 meter Kejuaraan Dunia (2009, 2011, 2013, dan 2015) serta pelari asal Kenya, Ezekiel Kemboi, peraih empat emas halang rintang 3.000 meter Kejuaraan Dunia (2009, 2011, 2013, dan 2015).
Hasil di Kejuaraan Dunia 2019 pun menjadikannya sebagai ibu tertua (di usia 32 tahun) sekaligus tercepat (dengan waktu 10,71 detik) yang pernah meraih emas kejuaraan tersebut. Ia mengungguli rekor yang pernah dicetak pelari Amerika Serikat, Gwen Torrence, yang menjadi juara 100 meter Kejuaraan Dunia dalam usia 30 tahun dengan waktu 10,85 detik pada 1995 di Gothenburg, Swedia.
Menjadi ibu telah menyita waktu. Tetapi, saya memiliki tim yang hebat. Keluarga, suami, anak, mereka telah menjadi kekuatan saya.
”Menjadi ibu telah menyita waktu. Tetapi, saya memiliki tim yang hebat. Keluarga, suami, anak, mereka telah menjadi kekuatan saya. Ketika semua orang ragu kepada saya, mereka tidak pernah melakukan itu. Bahkan, Zyon telah memberikan energi dan motivasi ekstra untuk saya terus melaju,” kata Fraser-Pryce yang menikah dengan Jason Pryce pada Januari 2011.
Berhati emas
Di luar dunia atletik, Fraser-Pryce adalah seorang yang berhati emas. Kerasnya kehidupan yang dirasakan saat masa kecil telah mendorongnya lebih peduli terhadap kehidupan anak-anak di lokasi miskin di tanah kelahirannya, Kingston.
Fraser-Pryce memang lahir dan tumbuh dalam komunitas miskin di ibu kota Jamaika. Ibunya, Maxine Simpson, adalah mantan atlet yang menjadi orangtua tunggal untuknya. Maxine menjadi pedagang kaki lima untuk memenuhi kebutuhan makan dan sekolah anaknya. Namun, dengan penghasilan pas-pasan, mereka kadang tidak memiliki cukup uang untuk makan malam.
Beruntung, Fraser-Pryce punya bakat di atletik. Berkah itu mengantarkannya pada kesuksesan dan bisa merasakan kehidupan lebih baik. Ia pun bukan orang yang bersifat kacang lupa pada kulitnya. Di puncak kesuksesan, dia banyak membantu orang-orang yang punya nasib serupa dirinya semasa kecil. Dirinya sering meluangkan waktu untuk bertemu dan memberikan motivasi kepada anak-anak seperti itu.
Sejak 2013, Fraser-Pryce mendirikan Pocket Rocket Foundation. Lewat yayasan itu, ia coba mengumpulkan uang untuk membantu anak-anak miskin. Salah satu sasaran utama adalah atlet pelajar dari keluarga miskin agar mereka bisa mendapatkan pendidikan yang layak dan terus berlatih. Pada Mei 2016, ia mengadakan lelang diam-diam yang berhasil mengumpulkan uang mencapai 4 juta dollar AS untuk misi kemanusiaan tersebut.
”Saya mencintai komunitas saya. Saya menyukai kenyataan bahwa dari sinilah saya berasal. Meskipun kadang-kadang sulit melihat beberapa anak tidak bisa tumbuh menjadi lebih baik dari yang saya harapkan, setidaknya saya telah mencoba memberikan mereka harapan/keyakinan bahwa segala sesuatu mungkin terjadi,” tutur atlet yang kini dijuluki ”Mummy Rocket” itu, dikutip Straits Times, Jumat (27/9/2019). (AP/AFP)
Shelly-Ann Fraser-Pryce
Lahir: Kingston, Jamaika, 27 Desember 1986
Tinggi: 152 cm
Prestasi:
- Olimpiade: 2 emas, 3 perak, dan 1 perunggu
- Kejuaraan Dunia: 8 emas dan 2 perak
Catatan waktu terbaik:
- 60 meter: 6,98 detik di Sopot, Polandia, 9 Maret 2014
- 100 meter: 10,70 detik di Kingston, Jamaika, 29 Juni 2012
- 200 meter: 22,09 detik di London, Inggris, 8 Agustus 2012
(Sumber: IAAF/DRI)