Kendati kerap menjadi bahan protes warganet ke Komisi Penyiaran Indonesia, program serial seperti sinetron televisi menjadi salah satu suguhan laris di kalangan pemirsa Indonesia.
Oleh
YOHANES MEGA HENDARTO
·4 menit baca
Tayangan televisi yang unik dan menarik menjadi daya tarik bagi penonton. Program serial, seperti sinetron televisi, menjadi salah satu suguhan laris di kalangan pemirsa Indonesia. Kendati kerap menjadi bahan protes warganet ke Komisi Penyiaran Indonesia, sinetron tetap saja diproduksi dan menjadi jurus ampuh sejumlah stasiun televisi menaikkan rating mereka.
Pada awal September ini, dua isu terkait dengan citra sinetron membuat warganet kembali menyoroti tayangan opera sabun ini. Pertama, tindakan pembunuhan Aulia Kesuma kepada suami dan anaknya yang ia akui terinspirasi dari sinetron. Kedua, teguran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) kepada empat belas program siaran yang diberikan sanksi.
Ke-14 program yang ditegur KPI dinyatakan telah melanggar aturan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI tahun 2012. Tindakan ini mengundang reaksi warganet karena, menurut mereka, ada beberapa tayangan yang seharusnya tidak perlu diberikan sanksi, seperti tayangan kartun The Spongebob Squarepants Movie atau promo film Gundala.
Di dalam daftar program yang ditegur tersebut, hanya ada dua judul tayangan sinetron. Warganet menyoroti, seharusnya lebih banyak sinetron yang diberikan sanksi karena konten yang tidak mendidik atau ekstremnya: tidak bermutu. Semua tanggapan negatif terhadap sinetron memang hanya dilontarkan oleh sebagian warganet, yang mungkin sedari awal tidak menyukai tayangan jenis ini.
Jika melihat laporan KPI 2017-2019, penilaian indeks kualitas sinetron selalu berada di bawah standar mutu penyiaran. Dalam nilai indeks 2019 periode I, sinetron hanya memperoleh 2,53 poin dari standar KPI 3,00 poin. Untuk sinetron, KPI menyoroti lima stasiun televisi swasta yang menyuguhkan sinetron dan tidak ada satu pun stasiun yang memenuhi standar penilaian KPI.
Selain itu, terdapat tiga (dari delapan) unsur penilaian terburuk untuk konten sinetron. Ketiganya ialah ”tidak bermuatan kekerasan” (1,92 poin), ”relevansi cerita” (2,22 poin), dan ”tidak bermuatan mistis/horor” (2,30 poin). Artinya, konten sinetron cenderung mengandung unsur kekerasan, cerita yang tidak berelevansi satu sama lain, dan sarat unsur mistis/horor.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas kualitas siaran televisi, KPI sempat memberikan teguran terhadap beberapa sinetron seperti yang tertuang di surat edaran KPI nomor 10/KPI/SP/08/09 dan surat edaran KPI No 02/KPI/SP/03/09 yang dirilis hampir sepuluh tahun lalu.
Paling baru, KPI memberikan teguran terhadap program siaran Rahasia Hidup yang ditayangkan ANTV melalui surat edaran KPI No 384/K/KPI/31.2/09/2019. Alasan KPI, sinetron Rahasia Hidup mengandung muatan praktik spiritual magis, mistik, atau supranatural.
Kendati bukan murni sinetron, Rahasia Hidup merupakan program serial yang diproduksi Verona Pictures Asia yang mencampurkan unsur drama dengan horor. Misalnya dalam episode ”Pelakor Pengabdi Setan” (tayang perdana 6 Agustus 2019).
Tayangan tersebut menggabungkan cerita bermuatan cinta segitiga, arwah gentayangan, balas dendam, dan hal mistis lainnya. Akibat teguran tertulis KPI, program ini hanya diberi sanksi administratif dan pergeseran jam tayang menjadi antara pukul 22.00 dan 03.00 waktu setempat.
Tayangan laris
Sebutan sinetron atau sinema elektronik pertama kali diberikan oleh tokoh televisi Ishadi SK pada 1985. Sebelumnya, pada Desember 1962, TVRI menjadi stasiun televisi pertama yang menayangkan sinetron dengan judul Sebuah Jendela. Kala itu, tayangan sinetron justru menjadi salah satu andalan TVRI ketika televisi swasta menayangkan film dan program dari luar negeri.
Kiprah sinetron berlanjut dan makin beragam pula tema cerita dan kemasannya. Berkisar 2015-2016, pemirsa Indonesia cukup dikejutkan dengan hadirnya serial televisi asal Turki ataupun India yang saat itu mengisi di beberapa stasiun televisi. Bahkan, kehadiran sinetron impor tersebut ditengarai mendatangkan keuntungan bagi stasiun televisi yang menyiarkannya.
Hal ini ditegaskan oleh pemberitaan harian Daily Sabah pada Oktober 2015 yang menyebutkan Turki mengandalkan konten program serial sebagai aset untuk diekspor ke negara-negara Asia hingga Eropa. Indonesia menjadi salah satu pangsa pasar utama industri ini bersama dengan Malaysia, India, dan China.
Tahun ini, serial-serial drama asal Turki dan India di Indonesia memang sudah meredup, tetapi pesona sinetron lokal masih gemilang. Sebagai contoh, sinetron lokal menempati posisi tiga teratas dalam penguasaan rating share televisi pada Kamis, 12 September 2019. Posisi pertama diraih sinetron Tukang Ojek Pengkolan (RCTI), lalu kedua sinetron Cinta karena Cinta (SCTV), dan diikuti Cinta Anak Muda (SCTV).
Apalagi, jika melihat jadwal stasiun televisi lokal, tayangan sinetron cukup mengisi slot tanyangan pada jam-jam utama tayang (prime time). Misalnya, pada jadwal acara televisi swasta, Selasa, 24 September 2019, terdapat delapan sinetron yang ditayangkan tiga stasiun televisi pada jam utama tayang. RCTI, SCTV, dan ANTV menjadi stasiun televisi swasta yang mengisi jam tayang utama mereka dengan sinetron.
Perolehan rating share yang tinggi pada tayangan sinetron di atas tentu menguntungkan stasiun televisi yang menayangkannya. Dengan modal itulah, stasiun televisi dapat memikat perusahaan-perusahaan lain untuk menaruh iklan pada jam-jam ditayangkannya sinetron itu. Dengan logika bisnis inilah, secara tidak langsung para penggemar sinetron lokal menjadi unsur penopang hadirnya acara tersebut di layar televisi.
Formula
Program serial yang umumnya bergenre drama memiliki formulasi tersendiri. Inilah yang dapat dijadikan alasan banyaknya penggemar tayangan ini. Setidaknya, formulasi ini sudah dituangkan oleh Jacques Lacan, psikolog analitis Perancis, dalam bukunya, The Mirror Stage As Formative of The Function of The I As Revealed In Psychoanalytic Experience (2014). Di dalamnya, ia membahas mengenai imajinasi, simbol, dan realitas hidup manusia yang sering ditampilkan pada karya seni.
Menurut Lacan, sebuah cerita selalu menampilkan ketiga unsur tersebut dalam melibatkan psikologis manusia. Dalam sebuah film layar lebar, misalnya, ketiga unsur ini juga dimasukkan dalam plot ataupun adegan-adegan di dalamnya. Sinetron pun juga menampilkan hal yang sama, hanya imajinasi, simbol, dan realitas hidup dikemas dengan durasi yang panjang, berbelit, dan konflik tanpa ujung.
Jika melihat laporan KPI 2017-2019, penilaian indeks kualitas sinetron selalu berada di bawah standar mutu penyiaran.
Dalam sinetron, unsur imajinasi ditampilkan dengan memasukkan latar (cerita, lokasi, karakter tokoh) yang dekat dengan penonton sekaligus memancing daya imajinasi penonton. Lalu muncullah konflik yang hadir bersama sifat-sifat alami dari para tokoh untuk memunculkan asosiasi dan menjadi simbol emosi penonton (senang, takut, cemas, marah, dan sebagainya). Terakhir, semua adegan yang terjadi ditampilkan seakan-akan menyerupai kejadian yang terjadi di kehidupan nyata.
Ketiga unsur penting itu ditarik ulur, diputar-putar, dan dikemas sedemikian mungkin agar produksi tetap berjalan. Simak saja sinetron Tukang Ojek Pengkolan yang tayang perdana pada April 2015 dan hingga saat ini masih berlanjut dengan total lebih dari 2.000 episode. Alih-alih dibenci, sinetron tetap memiliki tempat di hati para penggarap dan penggemarnya. (LITBANG KOMPAS)