Pemerintah pusat mendorong peralihan bahan bakar kapal dari solar menjadi gas alam cair atau gas alam terkompresi. Selain menekan biaya, gas alam juga lebih ramah lingkungan.
Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS - Pemerintah pusat mendorong peralihan bahan bakar kapal dari solar menjadi gas alam cair atau gas alam terkompresi. Selain menekan biaya, gas alam juga lebih ramah lingkungan. Namun, perlu ada ekosistem yang dibangun, termasuk soal ketersediaan.
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir, pada Uji Terap Converter Kit Diesel Dual Fuel (DDF) di Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang, Jawa Tengah, Minggu (29/9/2019), mengatakan, penggunaan gas alam cair (LNG) dan gas alam terkompresi (CNG) terus diupayakan.
Menurutnya, peralihan dari solar ke gas LPG (minyak bumi yang dicairkan) telah dilakukan dan ada penghematan sekitar 35 persen dibandingkan solar atau bensin. “Namun kami dorong, bisa tidak dengan gas alam, yakni LNG dan CNG? Sebab, penghematannya hingga mencapai 60 persen,” kata Nasir.
Nasir menambahkan, yang menjadi masalah selanjutnya ialah bagaimana membangun ekosistem sehingga ketersediaan CNG dan LNG di daerah-daerah dapat terjamin. Juga, di berbagai pelabuhan yang menjadi tempat bersandar kapal-kapal.
“Saya akan bicara dengan Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) terkait bagaimana ketersediaan CNG dan LNG. Kalau ini bisa berjalan, penghematan pasti akan optimal. Juga, akan lebih ramah lingkungan. Mudah-mudahan bisa berjalan baik,” ucap Nasir.
Di darat, pada kendaraan seperti truk dan mobil, penggunaan gas alam juga sudah diterapkan. Itu antara lain dengan menggunakan converter kit. Ke depan, diharapkan peralihan bahan bakar tersebut juga diharapkan dapat diterapkan secara massal pada kapal.
Adapun teknologi converter kit memungkinkan pengguna mesin, termasuk nelayan, untuk menggunakan dua bahan bakar sekaligus, solar dan gas. Inovator converter kit tersebut yakni Abdul Hakim Pane, yang penelitian dan pengembangannya dibiayai Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti.
Pengeluaran terbesar
Pelaksana tugas Kepala Balai Besar Penangkapan Ikan (BBPI) Semarang, Usman Effendi, mengatakan, selama ini, pengeluaran biaya untuk BBM menjadi beban terbesar bagi nelayan, yakni berkisar 60-70 persen. Karena itu, inovasi dan teknologi terus diarahkan untuk efisiensi.
Hal tersebut juga perlu didukung alat tangkap ramah lingkungan serta sertifikasi keahlian bagi masyarakat nelayan. “Upaya itu terus kami lakukan agar hasil tangkapan tetap bermutu. Selain itu, juga agar pola penangkapan ikan efisien serta mendukung keberlanjutan,” ujar Usman.
Upaya itu terus kami lakukan agar hasil tangkapan tetap bermutu. Selain itu, juga agar pola penangkapan ikan efisien serta mendukung keberlanjutan
Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemristekdikti, Muhammad Dimyati, menuturkan, converter kit yang diuji terap merupakan generasi kedua. Dengan sistem elektronik otomatis dalam pengontrolan bahan bakar, konsumsi bahan bakar pun lebih hemat dan aman.
Converter kit DDF generasi kedua, kata Dimyati, diharapkan dapat dimanfaatkan masyarakat luas. “Ini satu dari banyak prototype (purwarupa) inovasi yang bisa diluncurkan ke masyarakat. Kami terus menunggu masukan agar inovasi anak negeri bergulir di berbagai tempat,” ujarnya.
Menurut Dimyati, 58 persen inovasi yang digunakan saat ini merupakan inovasi dari luar negeri. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pun diharapkan bakal terus mendukung ekosistem penelitian anak bangsa.