Mencari Harapan pada DPR Baru
Besok, anggota DPR terpilih hasil Pemilu 2019 akan dilantik. Publik berharap DPR periode 2019-2024 akan membawa perubahan. Namun, rekam jejak kinerja DPR yang selama ini dinilai buruk belum sirna dari benak publik.
Komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat 2019-2024 akan diisi sebagian wajah lama dan sebagian lagi wajah baru. Publik melihat sirkulasi elite di DPR itu menumbuhkan secercah harapan terhadap anggota DPR yang akan bekerja lima tahun ke depan tersebut.
Namun, harapan itu tetap dibayangi keraguan. Ini karena dalam jajak pendapat Kompas yang dilakukan 25-27 September 2019, sebanyak 53,5 persen responden menyatakan tidak yakin anggota DPR periode mendatang lebih mampu menyerap aspirasi masyarakat. Hanya 35,3 persen responden yang menyatakan yakin.
Dalam jajak pendapat dengan nirpencuplikan ± 4,8 persen, yang berarti angka yang didapat dalam jajak pendapat ini bisa dikurangi atau ditambah 4,8 persen, juga terungkap bahwa kiprah anggota DPR periode 2014-2019 dalam menyerap aspirasi ke daerah masih minim. Ada 64,2 persen responden yang mengaku selama ini tidak pernah ada anggota DPR periode 2014-2019 yang mengunjungi wilayah mereka untuk menyerap aspirasi masyarakat. Padahal, kehadiran wakil rakyat di dekat mereka dianggap penting sebagai saluran aspirasi masyarakat.
Hasil jajak pendapat ini juga mengungkap keraguan publik terhadap keberpihakan DPR kepada kepentingan rakyat. Hanya 26,3 persen responden yang meyakini anggota DPR mendatang akan mengutamakan kepentingan rakyat.
Akan tetapi, mayoritas responden berpendapat sebaliknya. Anggota DPR periode mendatang dipandang akan lebih mengutamakan kepentingan partai. Hal ini disuarakan 32,5 persen responden. Sementara itu, 27,7 persen responden berpendapat bahwa anggota DPR mendatang akan lebih mementingkan kepentingan kelompok tertentu.
Dalam persoalan kinerja parlemen, rekam jejak selama ini membuat publik ragu DPR baru lebih baik dari DPR periode sebelumnya. Terhadap fungsi legislasi misalnya, sebanyak 60,1 persen responden menyatakan tidak yakin anggota DPR mendatang mampu menepati target menyelesaikan pembahasan undang-undang sebelum berakhirnya masa jabatan pada 2024. Hanya 29,1 persen responden yang yakin.
Munculnya kesan bahwa DPR ”kejar tayang” untuk memenuhi target capaian legislasi tampak pada sejumlah langkah yang ditempuh DPR 2014-2019 beberapa pekan jelang berakhirnya masa jabatan mereka pada hari. Pembahasan dan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) penting dilaksanakan secara cepat. Satu yang krusial adalah revisi RUU KPK yang disahkan menjadi undang-undang (UU) meski masih ada sejumlah pasal kontroversial.
Sejumlah produk legislasi lain, seperti rancangan KUHP juga dikebut pembahasannya meski akhirnya ditunda memenuhi tuntutan mahasiswa dan berbagai kelompok masyarakat lainnya.
Publik juga pesimistis anggota DPR 2019-2024 mampu menghasilkan undang-undang yang prorakyat. Sebanyak 54,9 persen responden menyatakan tidak yakin DPR mendatang mampu menghasilkan UU yang mengutamakan kepentingan rakyat. Sebaliknya, hanya 37,5 persen responden yang yakin.
Unjuk rasa mahasiswa dan sejumlah kelompok lain di masyarakat pada pekan lalu menegaskan kegagalan DPR menghasilkan UU yang berpihak kepada kepentingan rakyat. UU yang dihasilkan selama ini dinilai lebih menguntungkan kepentingan kelompok tertentu, termasuk kepentingan DPR.
Sementara itu, unjuk rasa yang dilakukan mahasiswa dinilai publik murni menyuarakan aspirasi rakyat. Ini disampaikan 63 persen responden. Sebaliknya, hanya 26,3 persen yang menganggap aksi mahasiswa itu digerakkan kepentingan politik tertentu. Ini menguatkan bukti bahwa aspirasi rakyat justru diamplifikasi dan diperjuangkan oleh gerakan mahasiswa daripada anggota DPR.
Persoalan korupsi
Serangkaian kasus korupsi yang menjerat anggota DPR dalam kurun waktu 2014-2019 mengindikasikan bahwa anggota DPR rawan menerima suap dan terlibat korupsi. Bahkan tahun lalu, mantan Ketua DPR Setya Novanto divonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta karena terjerat kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (KTP-el).
Terkait buruknya rekam jejak anggota DPR terkait persoalan korupsi, responden cenderung tidak yakin anggota DPR periode mendatang akan terbebas dari suap dan korupsi. Mayoritas responden (74 persen) menyampaikan hal itu.
Menurut publik, terdapat sejumlah mekanisme yang harus dilakukan DPR agar anggotanya terhindar dari praktik suap dan korupsi. Sebanyak 51,3 persen responden menyatakan sebaiknya DPR bekerja sama dengan KPK untuk mencegah praktik korupsi di kalangan anggota DPR.
Publik juga berpendapat anggota DPR yang diduga terlibat korupsi harus mundur, tidak perlu menunggu vonis dari persidangan di pengadilan. Ini dimaksudkan untuk mengedepankan budaya malu jika terlibat korupsi. Pendapat itu disuarakan 31,5 persen responden. Berikutnya, perlu sosialisasi intensif dan terus-menerus oleh KPK untuk anggota DPR tentang pencegahan korupsi (12,9 persen).
Budaya korupsi tak bisa disangkal menjadi penyakit kronis yang harus dihilangkan dari wakil-wakil rakyat yang terhormat. Untuk wakil rakyat yang akan bertugas pada periode 2019-2024, sebanyak 52 persen responden mengingatkan agar menghindari praktik korupsi.
Hal lain yang menurut publik harus dihindari oleh anggota DPR 2014-2019, antara lain adalah lamban dalam membahas RUU (21,2 persen), tidak serius ketika mengikuti sidang (10,7 persen), dan membolos sidang di DPR (5,7 persen).
Sejumlah harapan lain juga disuarakan publik terhadap anggota DPR periode mendatang, di antaranya merealisasikan aspirasi rakyat, membawa perubahan, tidak terlibat korupsi, dan mampu bekerja secara profesional.
Anggota DPR terpilih periode 2019-2024 memiliki pekerjaan rumah yang sangat kompleks di tengah rendahnya tingkat kepercayaan publik. Stigma buruk yang melekat pada kinerja dan rekam jejak anggota DPR menjadi batu ujian bagi anggota DPR yang baru.
Sudah saatnya DPR membalikkan keadaan dengan cara menjaga amanat dan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepada mereka.