Lima Polisi dan Satu TNI Terluka pada Demonstrasi di Mataram
Demonstrasi mahasiswa kembali terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (30/9/2019). Dalam aksi itu, lima anggota kepolisian dan satu anggota TNI terluka.
Oleh
ISMAIL ZAKARIA
·4 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Demonstrasi mahasiswa kembali terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Senin (30/9/2019). Di daerah tersebut, demonstrasi yang diikuti ribuan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Rakyat NTB Menggugat itu berlangsung hingga malam hari, diwarnai kericuhan dan pelemparan batu. Lima anggota kepolisian dan satu anggota TNI terluka, sementara 26 demonstran diamankan.
Demonstrasi mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi negeri dan swasta di Nusa Tenggara Barat (NTB) itu dimulai sekitar pukul 11.00 Wita. Untuk menjaga demonstrasi, Kepolisian Daerah NTB mengerahkan 850 personel, dibantu 110 anggota TNI.
Demonstrasi awalnya berjalan lancar dan tertib. Mahasiswa menyampaikan orasi secara bergiliran. Poin tuntutan yang disampaikan yaitu menolak revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). ”Revisi itu melemahkan KPK. Oleh karena itu, kami meminta (Presiden Joko Widodo menerbitkan) Peraturan Pengganti Undang-undang KPK,” kata Jenderal Lapangan 4 Aliansi Rakyat NTB Menggugat Meza Royadi.
Selain menolak revisi UU KPK, kata Meza, aliansi juga meminta revisi Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang dinilai kontroversial, termasuk mendesak pencabutan izin korporasi yang membakar hutan di Sumatera dan Kalimantan, serta mengecam segala bentuk rasisme dan militerisme terhadap warga Papua.
Tuntutan lainnya yaitu menolak revisi RUU Pertanahan, revisi UU Pemasyarakatan, termasuk mendesak revisi RUU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan yang tidak pro buruh. Mereka juga mengecam dan mendesak agar kasus penembakan mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, dituntaskan serta pelaku ditindak tegas.
Semakin siang, setelah orasi, mahasiswa mulai memaksa masuk ke dalam kompleks DPRD NTB. Akan tetapi, mereka gagal karena di pintu gerbang terdapat polisi yang berjaga. Akibatnya, aksi dorong mendorong tidak terhindarkan. Tawaran masuk hanya untuk perwakilan demonstran ditolak karena mahasiswa ingin semuanya masuk.
Gagal masuk lewat pintu gerbang, mahasiswa mulai berpindah dan menyasar area pagar. Upaya itu berhasil karena pagar gedung DPRD NTB tidak begitu tinggi. Sejumlah mahasiswa akhirnya berhasil masuk ke area halaman gedung DPRD. Meski demikian, pergerakan mereka terbatas karena langsung dijaga polisi.
Mahasiswa diminta mundur
Lewat pengeras suara, polisi terus membujuk mahasiswa untuk mundur. Namun, mahasiswa menolak meninggalkan halaman. Hal itu membuat polisi menyiramkan water cannon. Tindakan polisi itu kemudian dibalas mahasiswa dengan melempar batu berbagai ukuran. Tidak hanya melempar ke arah polisi, mahasiswa juga melempar batu ke gedung DPRD.
Setelah pelemparan batu reda dan berhasil dikendalikan, mahasiswa kembali berkumpul di depan gedung DPRD. Hingga sore, upaya masuk ke dalam kompleks DPRD terus mereka lakukan, tetapi gagal.
Berbeda dengan aksi pada Kamis (26/9/2019), polisi kali ini menghindari penggunaan gas air mata. Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat Inspektur Jenderal Nana Sudjana menginstruksikan agar personelnya mengedepankan pendekatan humanis.
Pendekatan humanis itu selain menghindari gas air mata, juga lewat komunikasi terus-menerus kepada mahasiswa. Bahkan, menjelang sore, polisi mengajak mahasiswa untuk berzikir dan berdoa bersama.
Setelah menunggu, sekitar pukul 17.30 Wita, sejumlah pimpinan DPRD NTB akhirnya keluar untuk menemui mahasiswa. Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Sementara DPRD NTB Ridwan Hidayat membacakan surat berisi tuntutan mahasiswa yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo dan Ketua DPR RI.
Terluka
Meski telah ditemui pimpinan DPRD NTB, dan telah melewati batas waktu yang ditentukan, yakni pukul 18.00 Wita, mahasiswa tetap menolak mundur. Setelah shalat Magrib, alih-alih membubarkan diri, mahasiswa justru kembali memadati kawasan Jalan Udayana.
”Sebagian besar mahasiswa pulang. Akan tetapi, ada sekitar 250 orang yang bertahan. Kami terus meminta mereka agar bubar karena sudah melebihi batas waktu,” kata Nana.
Berdasarkan pantauan Kompas, sebelum mengambil tindakan, kepolisian sempat meminta mahasiswa untuk mundur secara baik-baik. Sayangnya, mahasiswa menolak dan terkesan menantang polisi. Akibatnya, polisi memukul mundur mahasiswa dengan seluruh kekuatan serta water cannon. Mahasiswa juga kembali melemparkan batu.
Pembubaran berlangsung hampir setengah jam. Mahasiswa yang semula melawan, akhirnya berlarian ke berbagai penjuru, termasuk ke kompleks Islamic Center. Sekitar pukul 20.00, setelah memastikan tidak ada lagi pergerakan mahasiswa, anggota kepolisian termasuk personel TNI kembali ke kantor DPRD NTB.
Sebagian besar pulang. Namun, ada sekitar 250 orang yang bertahan. Aparat terus meminta mereka agar bubar karena sudah melebihi batas waktu.
Selama proses pembubaran, menurut Kapolda NTB, lima anggota kepolisian dan satu anggoata TNI terluka. Selain itu, kata Nana, mereka juga mengamankan 26 orang yang diduga sebagai pelempar batu. ”Dari 26 orang itu, 24 mahasiswa dan dua lainnya warga. Mereka akan kami minta keterangan,” kata Nana.