Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan Direktur Impor Kementerian Perdagangan Ani Mulyati sebagai saksi
Oleh
SHARON PATRICIA
·4 menit baca
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Barang bukti atas kasus dugaan suap pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019 berupa bukti transaksi perbankan yang diduga menggunakan money changer dengan nilai lebih dari Rp 2 miliar dan uang sejumlah 50.000 dollar AS atau setara Rp 708,56 juta.
JAKARTA, KOMPAS – Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana dan Direktur Impor Kementerian Perdagangan Ani Mulyati sebagai saksi untuk tersangka I Nyoman Dharmantra, anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pemeriksaan saksi terkait dengan pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Pantauan Kompas, baik Ani maupun Wisnu, sampai di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Senin (30/9/2019) sekitar pukul 10.00. Selain Ani dan Wisnu, KPK juga sebenarnya menjadwalkan pemeriksaan atas Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Kementerian Perdagangan Tjahya Widayanti dan Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan.
Namun, Oke dan Tjahya tetap mangkir meski telah dipanggil tiga kali, yaitu pada 3 Juli 2019, 24 September 2019, dan hari ini. “Untuk Oke, KPK memperingatkan agar segera memenuhi panggilan penyidik. Semestinya seorang pejabat publik memberikan contoh sikap kooperatif dan mematuhi aturan hukum yang berlaku,” tegas Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Nyoman ditetapkan sebagai tersangka pada 8 Agustus 2019 karena diduga menerima uang sejumlah Rp 2 miliar untuk mengurus surat persetujuan impor. KPK pun menyita uang sejumlah 50.000 dollar AS atau setara Rp 708,56 juta dalam operasi tangkap tangan.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Direktur Impor Kementerian Perdagangan Ani Mulyati diperiksa penyidik KPK sebagai saksi pada Senin (30/9/2019), di Jakarta untuk tersangka I Nyoman Dharmantra, anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terkait dengan pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Dari hasil penyelidikan, KPK menemukan bahwa volume impor bawang putih dalam kasus ini mencapai 20.000 ton dengan fee impor per kilogram (kg) antara Rp 1.700 hingga Rp 1.800.
Data Badan Pusat Statistik, realisasi impor bawang putih hingga Juni 2019 mencapai 117.828 ton dengan nilai impor 128,543 juta dollar AS. Dalam periode yang sama, data China Custom, volume ekspor bawang putih ke Indonesia mencapai 148.243 ton dengan nilai ekspor 143,307 juta dollar AS.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas menyampaikan, bahkan untuk bulan Maret dan April 2019, dari data China Custom sudah tercatat ekspor bawang putih ke Indonesia sebanyak 35.328 ton. Padahal, untuk tahun 2019 Surat Persetujuan Impor (SPI) dari Kemendag baru diterbitkan pada pertengahan April 2019 .
“Artinya ada indikasi impor bawang putih yang mendahului izinnya, baik itu SPI ataupun Rekomendasi Izin Produk Hortikultura (RIPH),” ujar Firdaus.
Selain itu, selisih harga antara biaya impor bawang putih dengan harga jual eceran di pasar pun sangat tinggi. Selama periode 2014 – 2018 harga bawang putih impor rata-rata adalah Rp 11.379 per kg, sementara harga jual di pasar adalah Rp 31.359 per kg. Dengan kata lain, rata-rata harga jual bawang putih di pasar 2,7 kali lebih mahal dari harga impornya.
KOMPAS/SHARON PATRICIA
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana diperiksa penyidik KPK sebagai saksi pada Senin (30/9/2019), di Jakarta untuk tersangka I Nyoman Dharmantra, anggota DPR RI Komisi VI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan terkait dengan pengurusan izin impor bawang putih tahun 2019.
Firdaus menjelaskan, untuk realisasi impor tahun 2018, ada indikasi markup harga impor bawang putih sebesar 238,446 juta dollar AS atau setara Rp 3,34 triliun untuk volume impor sebesar 581.077 ton. Kondisi ini menyebabkan harga jual bawang putih di pasaran melambung dengan rata-rata Rp 37.910 per kg.
Tidak transparan
Direktur Kebijakan Persaingan Komisi Pengawas Persaingan Usaha, Taufik Ahmad, menyampaikan, pengelolaan impor bawang putih yang tertutup serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menciptakan ruang rente atau praktek suap masif. Selain itu, struktur pasar pun masih oligopoli sehingga hanya dikuasai sekelompok pemain.
Pengelolaan impor bawang putih yang tertutup serta lemahnya pengawasan dan penegakan hukum menciptakan ruang rente atau praktek suap masif
“Hal ini terjadi karena kebijakan swasembada pangan pemerintah khususnya bawang putih tidak didukung basis data yang baik, buruknya koordinasi, dan pembagian kewenangan antarinstansi pemerintah sehingga memunculkan fenomena kelangkaan di tengah banjir impor pangan,” kata Taufik.
Buruknya transparansi dan akuntabilitas pemerintah dalam tata niaga pangan pun berimbas pada tingginya harga jual di tengah terbatasnya daya beli. Akhirnya, terkesan menjadikan pangan sebagai ajang rebutan menciptakan ketidakpastian dan ekonomi biaya tinggi.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Ilustrasi bawang putih
Untuk itu Taufik mengatakan, diperlukan komitmen dan kesungguhan pemerintah guna membenahi sektor pangan dengan membuat suatu sistem agar dapat lebih transparan, yaitu dengan membuka data kuota impor setiap perusahaan baik di RIPH maupun SPI.
Selain itu, juga dengan menegaskan kembali komitmen pemberantasan korupsi Presiden Joko Widodo dengan memperkuat keberadaan KPK. Khususnya dengan segera membatalkan Rancangan Undang-Undang KPK Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melalui penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.