Sejumlah pihak terus mendesak agar kepolisian membuka seluas-luasnya temuan dan penyelidikan terkait meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Sejumlah pihak terus mendesak agar kepolisian membuka seluas-luasnya temuan dan penyelidikan terkait meninggalnya dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, Kendari. Sejauh ini, penyelidikan hanya dilakukan sendiri oleh pihak kepolisian. Sejumlah temuan proyektil, pemeriksaan senjata, dan pemeriksaan mendalam belasan aparat berlangsung tanpa melibatkan pihak lain.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tenggara Mastri Susilo mendesak agar kepolisian membuka semua hal kepada publik, termasuk temuan sementara dari olah tempat kejadian perkara. Temuan-temuan dari lapangan harus disebarluaskan kepada pihak keluarga, mahasiswa, hingga masyarakat luas.
”Sebab, hal itu yang menjadi start kita mengawal kasus ini. Kami mendesak untuk temuan-temuan ini benar-benar disebarluaskan sehingga publik bisa mengawal. Dari apa yang menjadi temuan, lalu ke tahapan berikutnya, hingga temuan-temuan itu ketahuan di ujungnya nanti,” kata Mastri.
Dengan banyak pihak yang terlibat, bisa memastikan investigasi berlangsung terbuka dan hasil yang terang benderang.
Sejauh ini, tambahnya, Ombudsman menawarkan agar sejumlah pihak dilibatkan dalam penyelidikan. Di antaranya tokoh masyarakat, mahasiswa, dan media. Sejak investigasi berlangsung, hasil penyelidikan sementara hanya pihak kepolisian yang terlibat langsung.
Dengan banyak pihak yang terlibat, ujar Mastri, bisa memastikan investigasi berlangsung terbuka dan hasil yang terang benderang. Penyelidikan yang melibatkan multipihak bisa memastikan tim bekerja secara terbuka dan tidak ada rekayasa di dalamnya. Sebab, dengan kejadian meninggalnya dua orang, berarti terjadi kesalahan prosedur dalam pengamanan.
Berdasarkan laporan sementara pihak kepolisian kepada Ombudsman Sultra, aparat telah memeriksa 13 personel kepolisian yang bertugas dalam pengamanan. Senjata ke-13 petugas itu pun telah disita untuk diamankan.
Kepala Bidang Humas Polda Sultra Ajun Komisaris Besar Harry Goldenhardt, saat dikonfirmasi, belum menjawab terkait hal ini, termasuk informasi temuan proyektil tambahan. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo, saat dihubungi dari Kendari, menuturkan, tim sedang bekerja untuk menguji secara saintifik temuan bukti di lapangan. ”Kalau (temuan) proyektil, baru satu. Nanti saya kabari lagi perkembangannya,” ucap Dedi.
Dukungan untuk membuka penyelidikan juga datang dari berbagai pihak. Sofyan, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sulawesi Tenggara, menuturkan, ia juga mendukung agar penyelidikan berlangsung terbuka dan disebarluaskan ke publik.
Pihaknya bahkan telah mengirimkan surat meminta klarifikasi ke Polda Sultra terkait pengamanan aksi yang berujung meninggalnya dua mahasiswa, Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19), Kamis (26/9).
Surat itu berisi desakan kepada kepolisian untuk melakukan investigasi menyeluruh dan proses hukum kepada para pelaku atau oknum yang terlibat. ”Kami sudah kirim (surat), bahkan sebelum mahasiswa meminta, tepatnya pada Jumat, sehari setelah aksi yang menelan korban. Tapi, sampai sekarang belum ada jawaban,” ucap Sofyan.
Menurut Sofyan, pihaknya akan mengawal dan menindaklanjuti kasus ini secepat mungkin. Semua perkembangan akan dilaporkan dan disebarluaskan ke semua pihak.
Aksi berlanjut
Sementara itu, aksi mahasiswa dari sejumlah lembaga dan kampus terus berlangsung di Kendari, Senin siang. Mereka menuntut agar penyelidikan benar-benar tuntas dan perjuangan rekan mereka yang sampai meregang nyawa terus berlanjut.
Massa berjumlah ribuan orang dari berbagai organ dan lembaga mahasiswa melakukan aksi di sejumlah titik di Kota Kendari. Mereka mendatangi Kantor Ombudsman Perwakilan Sulawesi Tenggara, Kanwil Kemenkumham Sultra, juga di sekitar Polda Sultra, untuk menyuarakan tuntutan.
Icas Sarilimpu dari Aliansi Mahasiswa Teknik se-Sultra menjelaskan, massa menuntut agar penegak hukum, khususnya Kemenkumham, terlibat dan segera mengambil langkah tegas serta independen dalam menuntaskan kasus ini. Hal itu disebabkan pihak mahasiswa, juga keluarga korban, tidak memiliki kepercayaan lagi terhadap kepolisian untuk mengusut dan melakukan penyelidikan.
”Ini merupakan pelanggaran HAM berat oleh aparat. Kami menginginkan agar pihak Kemenkumham membentuk tim pencari fakta atas kejadian kemarin. Kami Aliansi Mahasiswa Teknik Sultra tidak percaya Polda Sultra untuk penyelesaian kasus penembakan kemarin,” ucapnya.
Sejauh ini, tambahnya, polisi tidak menunjukkan keterbukaan dari penyelidikan sementara yang sedang berlangsung. Beberapa hari setelah kejadian, hampir tidak ada informasi berarti selain penemuan selongsong. Oleh karena itu, pihaknya menuntut investigasi dilakukan terbuka, melibatkan pihak independen, dan juga mengajak perwakilan mahasiswa.
Ketua BEM Universitas Halu Oleo (UHO) Macho menuturkan, itikad baik aparat untuk membuka penyelidikan kasus ini belum terlihat. Padahal, kejadian ini adalah pelanggaran HAM berat yang harus diusut tuntas.
Menurut Macho, penyelidikan terbuka wajib dilakukan untuk mengusut dugaan adanya kesalahan prosedur yang membuat hilangnya dua nyawa. Ia dan ribuan mahasiswa UHO akan kembali menggelar aksi pada Rabu mendatang untuk menuntut penyelesaian kasus tersebut secara jelas dan tuntas.