Christian Coleman menjadi juara nomor 100 meter putra pada Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar, dengan catatan waktu 9,76 detik. Itu juga menjadi catatan waktu tercepat musim ini.
Oleh
Agung Setyahadi
·3 menit baca
DOHA, SABTU – Mantan sprinter Amerika Serikat Michael Johnson menilai, tak bakal ada yang bisa mengalahkan Christian Coleman dalam final 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik 2019. Johnson, peraih delapan medali emas Kejuaraan Dunia dan empat emas Olimpiade, menyimpulkan itu sesaat setelah Coleman menjadi yang tercepat di semifinal dengan catatan waktu mengesankan 9,88 detik.
Ramalan Johnson jitu, Coleman meraih medali emas dengan catatan waktu 9,76 detik pada final 100 meter yang berlangsung di Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Sabtu (28/9/2019) waktu setempat atau Minggu (29/9) dini hari WIB.
Sprinter Amerika Serikat berusia 23 tahun itu menegaskan dominasinya dengan akselerasi yang mengagumkan begitu memasuki 30 meter awal hingga 60 meter, dan terus memimpin hingga finis. Ledakan energi Coleman bak roket yang membuat dirinya melesat meninggalkan rekan senegaranya, Justin Gatlin, yang finis kedua dengan waktu 9,89 detik.
“Saya berada di sini hanya untuk memenangi gelar,” ujar Coleman dikutip BBC.
“Ini saat yang luar biasa. Saya pikir hanya langit batasnya, saya menilai saya masih memiliki banyak hal yang bisa dilakukan dan diperbaiki, saya pikir saya masih bisa memperkecil catatan waktu saya,” lanjut Coleman.
Namun, gelar juara dunia yang diraih Coleman ini tak lepas dari awan kelabu kasus doping yang nyaris membuat dirinya tak bisa tampil di Doha. Dia kemudian dinyatakan bisa tampil di Kejuaraan Dunia setelah Badan Anti Doping Amerika Serikat (USADA) membatalkan kasusnya di awal September. USADA sebelumnya menempatkan Coleman dalam penyelidikan dugaan pelanggaran aturan anti doping setelah tiga kali gagal melaporkan keberadaannya (aturan whereabout), dan terancam sanksi larangan berlomba hingga dua tahun.
“Pesan saya kepada para penggemar, saya berlomba dengan bersih. Saya tidak tahu hal lain untuk disampaikan, saya menjelaskan keadaannya,” ujar Coleman Selasa (24/9).
Selain performa Coleman yang mengesankan di tengah cuaca panas dan lembab di Doha, partai final juga menjadi panggung sprinter Kanada Andre De Grasse. Sprinter berusia 24 tahun itu finis ketiga dengan waktu 9,90 detik yang juga menjadi catatan waktu terbaiknya, lebih cepat 0,01 detik dari sebelumnya. Medali perunggu bukan hasil mengecewakan bagi De Grasse yang kembali bugar setelah dua tahun bergelut dengan cedera hamstring. Penampilan De Grasse di Doha menjadi pembuktian mentalnya yang sangat kuat.
“Saya berusaha terus memberi tekanan pada diri saya sendiri, meskipun saya mengalami beberapa kali cedera dan kemunduran (performa), saya tetap ingin tampil dan berkompetisi. Saya masih muda. Saya merasa seperti saya masih bisa tampil paling tidak di dua Olimpiade, jadi sudah pasti saya akan berusaha menekan diri saya sendiri untuk mengatakan bahwa saya bisa lebih baik,” ujar sprinter berusia 24 tahun itu dikutip CBC Sports, Kamis (26/9/2019). (Reuters)