Investigasi pengamanan demonstrasi berujung meninggalnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, mulai berlangsung. Tim melakukan pemeriksaan internal, termasuk memeriksa semua senjata yang dipegang aparat.
Oleh
SAIFUL RIJAL YUNUS
·4 menit baca
KENDARI, KOMPAS — Investigasi pengamanan demonstrasi berujung meninggalnya dua mahasiswa di Kendari, Sulawesi Tenggara, mulai berlangsung. Selain telah menemukan tiga selongsong peluru, tim juga melakukan pemeriksaan internal, termasuk memeriksa semua senjata yang dipegang aparat. Pemeriksaan secara menyeluruh diharapkan terbuka dan cermat sehingga mengungkap tuntas pelaku penembakan.
Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengungkapkan, selain memeriksa lokasi kejadian, pemeriksaan internal pihak kepolisian pun mulai dilakukan. Senjata aparat dikumpulkan untuk diidentifikasi dan diperiksa. Hal itu juga termasuk untuk mengetahui jumlah amunisi yang dipegang aparat.
”Ini kami kumpulkan senjata yang dibagikan, diinventarisasi. Sekarang baru dikumpulkan, nanti hasilnya akan diusahakan diumumkan secepatnya, jumlahnya berapa,” kata Ari di rumah jabatan Gubernur Sultra, Kendari, Sabtu (28/9/2019) siang.
Identifikasi senjata itu, lanjut Ari, penting untuk mengetahui betul dan mengungkap pemakaian senjata di kalangan kepolisian. Sebab, prosedur standar operasi pengamanan aksi tidak membolehkan petugas yang mengawal demonstrasi mahasiswa menggunakan peluru karet, apalagi peluru tajam. Aparat hanya dibekali dengan tameng, pentungan, meriam air (water cannon), dan gas air mata.
Aparat hanya dibekali dengan tameng, pentungan, meriam air (water cannon), dan gas air mata.
Selain itu, lanjut Ari, investigasi mendalam juga terus dilakukan. Pihak kepolisian akan membuka penyelidikan yang melibatkan berbagai pihak, seperti Komnas HAM, Pemprov Sultra, Ombudsman, serta perwakilan mahasiswa dan kampus.
Saat ini, penyelidikan lapangan intensif telah berlangsung. Olah lokasi kejadian oleh aparat, termasuk di lokasi sekitar tempat dua mahasiswa yang meninggal karena terkena tembakan peluru dan luka berat di kepala, terus dilakukan.
Sejumlah tim dari kepolisian terlihat melakukan pencarian dengan peralatan lengkap di kawasan Jalan Abdullah Silondae, dekat kantor Disnakertrans Sultra, Kendari, Sulawesi Tenggara, Sabtu pagi. Lokasi ini merupakan tempat Randi (22) dan Muhammad Yusuf Kardawi (19) meregang nyawa. Randi menderita luka tembak di ketiak bawah kiri yang tembus di dada kanan, sedangkan Yusuf mengalami luka parah di kepala.
Petugas terlihat memeriksa sejumlah tempat, termasuk di depan pintu kantor disnakertrans, tempat Yusuf tersungkur. Dalam pencarian, petugas menemukan tiga selongsong peluru. Selongsong peluru ini ditemukan di selokan depan kantor tersebut, yang kemudian segera diamankan.
Penyelidikan mendalam di lokasi kejadian ini diawasi langsung oleh Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Brigadir Jenderal (Pol) Hendro Pandowo.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, selain selongsong, pihak kepolisian juga telah menyita satu proyektil peluru dari seorang korban lainnya yang tertembak di bagian betis kanan. Proyektil yang mengenai Putri (23), seorang perempuan yang berjarak sekitar 2 kilometer dari lokasi kedua mahasiswa yang tewas, akan diuji balistik. Proyektil peluru tersebut merupakan peluru kaliber 9 milimeter.
Selongsong juga perlu, tapi yang paling pokok adalah proyektil tersebut.
”Dari uji balistik itu, kita akan mengetahui jenis peluru, jenis senjata, juga alur peluru sebagai jejak untuk didalami. Selongsong juga perlu, tapi yang paling pokok adalah proyektil tersebut,” ujar Dedi.
Berdasarkan pemeriksaan sebelum pengamanan aksi, lanjutnya, tidak ada satu aparat pun yang masuk tim pengamanan langsung dibekali peluru tajam atau peluru karet. Total jumlah personel yang diturunkan sebanyak 830 orang.
”Itu yang di dalam sprint (surat perintah), ya. Tidak tahu kalau yang di luar. Oleh karena itu, perlu diselidiki mendalam, kami akan buka semuanya,” ucapnya.
Sebelumnya, pihak mahasiswa dari Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo menemukan dua selongsong peluru dengan tulisan 9 milimeter di bagian bawah. Mereka menyimpan selongsong tersebut untuk menjadi barang bukti.
”Kami masih menyimpannya untuk nanti diserahkan ke tim yang kami anggap independen dan bisa benar-benar menggunakan barang bukti ini untuk mengungkap jelas siapa pelaku penembakan,” kata La Ramli, Ketua BEM Teknik UHO, Jumat malam.
Dihubungi terpisah, ahli patologi forensik di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), Djaja Surya Atmadja, menjelaskan, proyektil yang diduga mengenai Randi itu masih berada di sekitar lokasi kejadian. Sebab, luka yang dialami Randi adalah luka masuk dan keluar, dan tidak meninggalkan proyektil di tubuh.
”Artinya, itu masih di lokasi (kejadian). Peluru itu harus ditemukan untuk mengungkap dengan jelas pelakunya. Secara forensik, sejauh ini kita bisa bilang, ada benda dengan kecepatan kuat yang menembus tubuh korban (Randi). Analisa residu di tubuh korban melalui luka seharusnya bisa dilakukan, tapi tidak tahu kalau di sana peralatannya lengkap atau tidak,” tuturnya.