Antonio Conte menghadirkan kultur baru dalam skuad Inter Milan. Karakter pekerja keras dan perfeksionis Conte membuat skuad Inter lebih berkarakter dan percaya diri menghadapi laga-laga sulit kontra tim kuat.
Oleh
Yulvianus Harjono
·4 menit baca
MILAN, KAMIS – Antonio Conte, Pelatih Inter Milan, terlihat gusar ketika timnya ditahan Slavia Praha 1-1 di Liga Champions Eropa, pekan lalu. Alih-alih tidur untuk melupakan hasil laga itu, Conte memilih begadang dan menghabiskan sisa malam itu di markas latihan Inter di Appiano Gentile, wilayah di pinggiran Kota Milan.
Mantan Pelatih Juventus dan Chelsea itu mengurung diri di ruangan kantornya untuk mengevaluasi performa timnya yang dianggapnya kurang memuaskan ketika itu. Bagi pelatih perfeksionis sepertinya, hasil imbang merupakan sebuah petaka. Laga malam itu adalah satu-satunya laga di mana Inter gagal meraih poin penuh sepanjang awal musim ini.
“Kepala tertunduk dan terus menekan gas,” demikian mantra sakti yang disampaikan Conte ketika pertama kali kembali ke Italia dan diperkenalkan sebagai pelatih baru Inter pada Juli lalu seperti dikutip koran Italia, Gazetta dello Sport.
Mantra itu seolah menjadi lecutan bagi para pemain Inter untuk terus berlari kencang dan tidak mudah berpuas diri di Liga Italia musim ini. Semangat itu kembali diperlihatkan “I Nerazzurri” ketika menundukkan Lazio 1-0 di Stadion Giuseppe Meazza, Kamis (26/9/2019) dini hari WIB. Kemenangan atas tim kuat Italia itu membuat Inter mencatatkan rekor seratus persen kemenangan dari lima laga awal di Liga Italia musim 2019-2020.
Conte menjadi pelatih Inter pertama setelah Hector Cuper di musim 2002-2003 yang mengemas nilai sempurna di lima laga awal Liga Italia. Inter ala Conte menjadi tim ke-23 di Italia yang mampu mencatatkan rekor “lima sempurna” itu. Pendukung Inter, yang telah satu dekade lamanya menanti trofi Liga Italia, kini bisa tersenyum menyusul rekor itu.
Sejarah mencatat, 59 persen dari 22 tim sebelumnya yang meraih lima kemenangan beruntun di awal musim akhirnya finis sebagai kampiun Liga Italia. Juventus, juara bertahan Liga Italia, pernah membuktikannya. Dalam enam kali start "lima sempurna" terakhirnya, tim asal Turin ini empat kali meraih scudetto alias gelar juara Liga Italia.
“Jelas (start sempurna) ini menjadi indikasi awal bahwa mereka kini lebih kuat secara psikologis dari era sebelumnya untuk mengejar trofi juara. Meskipun lima laga masih terlalu dini, itu setidaknya menjadi awal masa depan yang cerah di tim asal Milan itu. Berkat Conte, mereka kini punya karakter kuat,” ungkap Giancarlo Rinaldi, analis sepak bola Italia melalui kolomnya di Football-Italia.
Karakter keras
Conte selama ini memang dikenal sebagai pelatih bertangan besi dan motivator ulung yang mampu menyulap tim-tim besar yang tengah terseok-seok menjadi juara dalam waktu instan. Kemampuan “ajaib” itu telah dibuktikannya dua kali di liga yang berbeda, yaitu Liga Italia dan Liga Inggris. Pertama, itu dilakukannya di Juve pada awal dekade ini, yaitu musim 2011-2012.
Saat itu, Juve seperti Inter saat ini. Mereka bak raksasa yang tengah tertidur menyusul skandal calciopoli atau pengaturan skor. Dua musim beruntun, yaitu 2009 hingga 2011, Juve terlempar dari barisan tim elite dan hanya mampu finis ketujuh di Liga Italia. Hadirnya Conte pada musim panas 2011 mengubah takdir mereka. Di musim pertamanya itu, Conte langsung mengantarkan Juve sebagai juara Italia dengan rekor fenomenal, yaitu tidak terkalahkan di 38 laga.
Fenomena serupa dihadirkannya kembali di Inggris ketika mengasuh Chelsea. Sempat terpuruk di peringkat kesepuluh di akhir musim 2015-2016 bersama Manajer Jose Mourinho, Conte menyulap Chelsea sebagai kampiun Liga Inggris semusim berikutnya. Salah satu ciri khas keberhasilannya adalah mengubah striker bengal, seperti mantan striker Chelsea, Diego Costa, menjadi predator lapar gol.
Jejak serupa kini dirunut Conte di Inter. Romelu Lukaku, striker yang sempat dibuang Mourinho dan Manajer MU saat ini, Ole Gunnar Solskjaer, karena dianggap kurang disiplin itu diubahnya menjadi senjata mematikan di Inter. Lukaku kini telah mengemas tiga gol dari lima laga bersama Inter. “Saya butuh pelatih seperti ini (Conte) yang bisa memotivasi setiap hari. Ia mengembalikan kepercayaan diri saya,” ujar Lukaku di laman resmi Inter Milan.
Meskipun demikian, seperti mantra saktinya, Conte mengingatkan timnya untuk tetap mawas diri. Menurut Conte, Inter belum memenangi gelar juara apa pun saat ini. Ia bahkan mengaku kurang puas dengan performa timnya saat melawan Lazio. “Ini seperti laga dengan dua bagian. Babak pertama, kami membiarkan diri tenggelam dalam kepasifan,” tuturnya.
Untuk menjadi juara di Liga Italia, tim membutuhkan konsistensi. Itulah yang tidak diperlihatkan Inter di era Cuper pada 2003. Meskipun start sempurna, mereka akhirnya finis sebagai runner-up di bawah Juve kala itu.