B Josie Susilo Hardianto dari New York, Amerika Serikat
·4 menit baca
Lorong penghubung antara lobi di sisi timur laut Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Qatar Lounge di sisi barat daya gedung itu riuh. Sehari menjelang pembukaan Sidang Umum PBB Ke-74, Senin (23/9/2019), puluhan diplomat muda dari sejumlah negara lalu-lalang di antara kubikel-kubikel berukuran sekitar 5 meter persegi.
Menggunakan telepon genggam, mereka menghubungi mitra dari negara lain. Yang lain memeriksa sekaligus memastikan jadwal pertemuan bilateral pimpinan mereka, menteri luar negeri. Ada yang menenteng tas besar berisi dokumen sambil menelepon. Ada pula yang sibuk hilir-mudik sambil membawa bendera kecil.
Menjelang pukul 09.00, lorong itu makin ramai. Beberapa pertemuan bilateral sudah berlangsung, salah satunya antara Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi dan Menlu Yunani Nikos Dendias. Sebelum menggelar pertemuan bilateral, mereka menandatangani nota kesepahaman. Salah satunya tentang perangkat untuk penguatan kerja sama bilateral dan konsultasi reguler.
Meski secara geografis jauh dan publik di Tanah Air tak terlalu dekat dengan isu di Yunani, Menlu Retno mengatakan, peluang kerja sama ekonomi dengan negara itu sangat potensial. Nilai perdagangan Indonesia-Yunani tahun lalu naik 15 persen. ”Selain itu, Yunani adalah anggota Uni Eropa, yang dengan kita tengah membahas Kemitraan Ekonomi Komprehensif,” kata Retno.
Usai menerima Dendias, Menlu Retno menggelar pertemuan bilateral dengan Asisten Menteri Luar Negeri AS untuk Asia Timur dan Pasifik David Stillwell. Selain membahas situasi terkini di kawasan, David—sebagaimana disampaikan Retno—juga mengapresiasi peran Indonesia yang mendorong Outlook ASEAN untuk Indo-Pasifik.
Setelah bertemu mitra dari AS, Retno menerima Menlu Dominika Miguel Vargas. Vargas, mitra di Dewan Keamanan PBB, mengapresiasi upaya Indonesia dan Jerman dalam mendorong perpanjangan misi PBB di Afghanistan, UNAMA. Sebagaimana diberitakan, usulan perpanjangan diterima sehingga misi UNAMA yang sebenarnya berakhir pertengahan bulan ini diperpanjang hingga 17 September 2020. Perpanjangan ini membuka peluang lebih besar bagi proses damai di Afghanistan.
Dalam pertemuan, Retno dan Vargas menandatangani nota kesepahaman terkait konsultasi politik serta membicarakan perkuatan kerja sama trilateral dalam bidang ekonomi lewat forum Indonesia-Amerika Latin-Karibia. Forum ini akan digelar pada Oktober 2019 di Jakarta.
Menurut Retno, forum itu memberikan ruang lebih besar bagi para pemangku kepentingan, khususnya pebisnis di negara-negara terkait dalam menjalin kerja sama investasi serta komunikasi.
Melelahkan
Bagi para diplomat, menunggu giliran pertemuan di kubikel adalah kegiatan yang menyita banyak energi. Selain mempersiapkan materi pembicaraan dan memastikan jadwal pertemuan, para diplomat juga harus berkoordinasi dengan petugas yang bertugas mengelola jadwal penggunaan kubikel.
Beberapa diplomat melepas penat dengan memejamkan mata sambil berdiri. Ada pula yang terus saja memastikan materi-materi yang telah dipersiapkan. ”Pertemuan semacam ini biasanya hanya finalisasi dari proses yang telah berlangsung selama bertahun-tahun sebelumnya,” kata seorang diplomat muda.
Namun, kadang-kadang setelah dipersiapkan selama bertahun-tahun, dalam finalisasi ternyata bisa saja muncul kendala baru.
Akibatnya, kesepakatan yang sebelumnya dibicarakan tak dapat dituntaskan menjadi kesepakatan tertulis. Bagi sejumlah diplomat muda, hal itu menjadi pelajaran berharga, menjadi pengalaman yang mematangkan kemampuan diplomasi mereka.
Penting
Di sisi lain, bagi diplomat senior setingkat menlu, proses di ruang kecil, yang bahkan kadang-kadang digelar di kafetaria umum di kompleks Markas Besar PBB, menjadi bagian dari upaya untuk memastikan dukungan atas suatu isu. Bagaimanapun, perjumpaan fisik sangat penting.
Usai bertemu dengan Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad, Menlu Retno mengatakan, meskipun pembicaraan antara AS dan Taliban terhenti, Retno dan Khalilzad sepakat upaya mendorong perdamaian di Afghanistan terus berjalan. Kemitraan yang terjalin baik antara Khalilzad dan Retno membuat isu sensitif itu lebih mudah dibahas.
Persoalan yang sebelumnya tampaknya terhenti, dalam kubikel-kubikel kecil itu, kembali menemukan jalannya. Terkait dengan isu Afghanistan, Indonesia memang berkomitmen untuk terus berperan lewat peningkatan kapasitas warga, termasuk menjadi mitra wicara bagi ulama di Afghanistan.
Pertemuan tahunan negara-negara di dunia dalam Sidang Umum PBB memang memberikan peluang bagi para diplomat untuk bertemu secara langsung. Lewat cara ini, setidaknya prasangka dapat dieliminasi....