Dua kasus kejahatan siber terungkap dalam seminggu terakhir di Batam, Kepulauan Riau. Para tersangka diketahui berasal dari provinsi lain, bahkan dari luar negeri.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Dua kasus kejahatan siber terungkap dalam seminggu terakhir di Batam, Kepulauan Riau. Para tersangka diketahui berasal dari provinsi lain, bahkan dari luar negeri. Hal ini menjadi alarm bagi warga untuk meningkatkan literasi digital dalam mencegah tindak penipuan atau pemerasan digital.
Kepala Subdirektorat Penyidikan Keimigrasian Kementerian Hukum dan HAM Ian Fidhianto Markos, Kamis (26/9/2019), di Batam, mengatakan, kasus itu adalah penipuan dan pemerasan melalui percakapan video yang terungkap Jumat (20/9). Tersangkanya adalah 47 warga asing asal China dan Taiwan. Selang tiga hari kemudian, polisi kembali mengungkap peretasan sistem internet banking. Kali ini tersangkanya tiga warga asal Sumatera dan Jawa.
Menurut Ian, kejahatan siber oleh orang asing relatif sulit dipantau. Model kejahatan ini memungkinkan pelaku bisa melakukan aksinya tanpa perlu keluar dari tempat persembunyiannya.
”Dalam hal ini informasi warga sangat penting. Jika ada yang mencurigakan, warga bisa lapor karena orang asing pelaku kejahatan siber biasanya tinggal di satu lokasi dalam waktu yang lama,” kata Markos.
Sebanyak 47 warga China dan Taiwan tersebut diketahui sudah berada di Batam sejak Mei. Mereka masuk ke Indonesia lewat Jakarta menggunakan bebas visa kunjungan yang berlaku selama 30 hari. Dari situ mereka lalu terbang ke Batam dan menyewa sejumlah ruko di pusat kota sebagai tempat tinggal.
Sebanyak 47 warga China dan Taiwan tersebut diketahui sudah berada di Batam sejak Mei.
Dari tempat itulah para tersangka melancarkan aksinya memeras warga senegaranya dengan berpura-pura menjadi polisi China dan Taiwan. Dari Batam, mereka menghubungi korban melalui percakapan video dan mengaku telah menangkap anggota keluarga korban untuk meminta sejumlah uang tebusan.
”Meskipun korbannya tidak ada warga Indonesia, proses penyidikan akan tetap dilakukan di sini. Aparat negara lain wajib menghormati proses hukum di sini,” ujar Markos.
Sementara itu, terkait kasus kedua, Direktur Reserse dan Kriminal Khusus Polda Kepri Komisaris Besar Rustam Mansur mengatakan, tiga tersangka peretas internet banking telah beraksi cukup lama di beberapa daerah lain. Ia juga mengimbau agar warga Batam meningkatkan kewaspadaan terhadap kejahatan siber.
Dalam melancarkan aksinya, para tersangka itu mengajukan penggantian kartu seluler kepada penyedia layanan. Setelah berhasil mendapat kartu yang diincar, tidak butuh waktu lama bagi tersangka untuk meretas dan menguras rekening korban dengan memindahkannya ke rekening lain. ”Para tersangka bisa menguras tabungan korban dalam waktu kurang dari 20 menit,” kata Rustam.
Dari data polisi diketahui, para tersangka tersebut merupakan pemain lama dan bukan warga Batam. Ketiganya merupakan buron beberapa polda di Sumatera dan Jawa. Saat ini polisi masih mengejar seorang tersangka lain berinisial S yang diduga menjadi salah satu dalang kejahatan siber itu.
Sebelumnya, Kepala Polresta Barelang Ajun Komisaris Besar Prasetyo Rachmad Purboyo menyatakan, Batam marak dipilih menjadi lokasi pelaku kejahatan siber karena lalu lintas orang asing terbilang tinggi. Hal itu menjadi tantangan bagi aparat berwenang dalam mencegah kejahatan model baru ini.