JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai bertindak tegas pada pengungsi asing dan pencari suaka. Setelah sebelumnya hanya mengimbau untuk menjaga ketertiban, sekarang para pengungsi asing dan pencari suaka yang bermalam di trotoar akan diangkut. Kebijakan itu diambil kendati pemerintah pusat belum menyediakan penampungan buat mereka.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI Jakarta Taufan Bakri mengatakan, sejak awal pekan ini, pengungsi asing dan pencari suaka sudah dilarang untuk bermalam di trotoar di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
“Kalau mereka bermalam di sana, kami akan bilang ke UNHCR untuk menyampaikan pada mereka bahwa itu dilarang, dan petugas akan menggeser mereka,” katanya di Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Para pengungsi yang masih bertahan di Jalan Kebon Sirih sebelumnya telah dipindahkan semua kembali ke penampungan sementara di kompleks eks-Kodim Jakarta Barat di Jalan Daan Mogot, Kalideres. Saat ini, jumlah pengungsi asing dan pencari suaka di lahan aset Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu berjumlah sekitar 500 orang.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya memberikan fasilitas air dan listrik. DKI tidak lagi memberikan jatah makan seperti yang dilakukan sebelumnya. Tenda-tenda yang didirikan di sana pun merupakan tenda milik para pengungsi asing dan pencari suaka sendiri.
Upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menutup total penampungan sementara itu gagal. Padahal, warga sekitar sudah protes keras terhadap keberadaan penampungan tersebut.
Sebelumnya, sekitar 600 pengungsi asing dari sekitar 1.000 orang yang ditampung di sana sudah bersedia pergi setelah Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk urusan Pengungsi (UNHCR) sudah memberikan uang untuk menyewa tempat tinggal sendiri. Satu pengungsi rata-rata memperoleh Rp 1-1,3 juta.
Mereka juga sudah menandatangani surat untuk tidak tinggal di penampungan sementara itu. Namun mereka kembali menempati trotoar di Jalan Kebon Sirih setelah mendengar kabar Pemerintah Pusat akan memberikan penampungan untuk mereka. Kabar itu hingga saat ini tak terwujud.
Shuria Rahumi (17), salah satu pencari suaka asal Afganistan, mengatakan, ia dan keluarganya diminta untuk kembali ke Bogor dan mencari tempat tinggal sendiri dengan uang bantuan Rp 2 juta dari UNHCR setelah meninggalkan penampungan sementara di Kalideres. Namun karena uang tak memadai, mereka kembali untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sempat ragu dalam menerapkan peraturan daerah terkait okupansi trotoar terhadap para pencari suaka dan pengungsi asing itu. Sehingga sebelumnya, pendekatan yang ditempuh hanya pendekatan persuasif untuk menjaga ketertiban di trotoar. Selain menyangkut masalah kemanusiaan, masalah ini merupakan isu yang sensitif secara internasional.