Sejak 1971, pendiri Kompas Gramedia, almarhum Petrus Kanisius Ojong, rajin keluar masuk kampung-kampung pelukis tradisional di Bali. Dari kegemarannya blusukan tersebut, Ojong mengumpulkan begitu banyak koleksi lukisan Bali yang incomparable alias tak tertandingi.
Budayawan Soedjatmoko sampai menyebut koleksi Kompas yang terbaik adalah lukisan-lukisan Bali. Ya, ini adalah hasil dari sebuah proses yang panjang. Maklum, sejak 1971 Ojong memang rajin blusukan ke kampung-kampung di Bali untuk berburu lukisan-lukisan Bali bersama karikaturis GM Sudarta.
Panduan mereka untuk mengenali lukisan Bali cukup sederhana, yaitu sebuah buku koleksi (lukisan) Bung Karno setebal lima jilid. Daerah pertama yang dikunjungi adalah kawasan Ubud dan Batuan.
“Ketika mampir ke galeri milik Wayan Barwa, di sekitar Banjar Mas, mereka bertemu dengan seorang karyawan galeri itu bernama Ketut Nama. Ketut inilah yang kemudian mengantar mereka berdua ke banjar-banjar tempat para pelukis Bali di Tebesaya, Padang Tegal, Pengosekan, Penestaan, hingga Batuan untuk bertemu dengan pelukis-pelukis Bali tradisional,” kata Ipong Purnama Sidhi, salah satu kurator Bentara Budaya, Selasa (24/9/2019), di Jakarta.
Dari sinilah, Ojong mendapatkan jalan untuk mengoleksi karya-karya masterpiece pelukis-pelukis Bali, mulai dari I Gusti Nyoman Lempad, Ida Bagus Made dan Wayan Turun di Banjar Tebesaya. Mereka juga datang ke rumah perupa Anak Agung Gede Sobrat dan Anak Agung Gede Maregrek di Banjar Padang Tegal, juga mengunjungi I Gusti Ketut Kobot di Pengosekan. Di Batuan, Ojong dan Sudarta juga menemui Made Widja dan perupa-perupa lainnya.
“Kepada para pelukis-pelukis tersebut, PK Ojong memberikan aneka macam peralatan melukis, mulai dari kanvas, kertas, cat akrilik, cat air, kuas, pensil, dan sebagainya. Setelah lukisan-lukisan pesanan terkumpul, karya-karya para perupa Bali ini kemudian dipamerkan di Taman Ismail Marzuki pada peringatan HUT Kompas ke-10 tahun 1975,” katanya.
Kepada para pelukis-pelukis tersebut, PK Ojong memberikan aneka macam peralatan melukis, mulai dari kanvas, kertas, cat akrilik, cat air, kuas, pensil, dan sebagainya.
Keramik antik
Selain mengoleksi lukisan-lukisan tradisional Bali, sejak 1980-an, PK Ojong juga merintis koleksi keramik-keramik antik yang memiliki nilai sejarah, mulai dari celengan babi dari Trowulan hingga keramik-keramik dinasti Sung, Yuan, Tang, Ming, dan Ching. Selain itu, keramik-keramik lokal dari daerah Singkawang, Cirebon, Bali, dan Plered juga tidak luput dari perhatiannya.
Setiap daerah dan dinasti memiliki pengaruh baik dalam gaya maupun proses pembuatan dari keramik-keramik tersebut. Contohnya, tempayan dan guci dari masa Dinasti Tang dan Sung yang terbuat dari tanah liat stoneware memiliki gaya yang sederhana, sementara itu Dinasti Ming terkenal akan gerabah yang penuh dengan dekorasi berupa cap tangan, wajah, sulur flora dan fauna yang disempurnakan dengan teknik glasir coklat maupun hijau.
Sebanyak 63 lukisan dan 50 keramik antik koleksi BBJ tersebut dipamerkan untuk umum di BBJ Jalan Palmerah Selatan Nomor 17 Jakarta pada 19-29 September 2019 pukul 10.00-18.00. Pameran ini sekaligus digelar untuk memeriahkan HUT BBJ.
“Lewat keragaman bentuk benda-benda tanah liat dengan segala keunikannya, pengunjung bisa belajar sejarah dan estetika. Di sini, kita tidak hanya bisa melihat keramik yang bernilai historis, melainkan juga keramik kontemporer abad kini dengan kekayaan bentuk yang unik.” Kata Ika W Burhan, Ketua Pengelola Bentara Budaya Jakarta.
Lewat keragaman bentuk benda-benda tanah liat dengan segala keunikannya, pengunjung bisa belajar sejarah dan estetika.
Mengiringi kegiatan ini, Bentara Budaya juga menggelar pameran Galeri Sisi yang menampilkan berbagai koleksi wayang, seperti wayang kulit, wayang golek hingga wayang rumput. Ini merupakan sebagian kecil dari koleksi wayang Bentara Budaya. Secara rutin, Bentara Budaya menggelar koleksi-koleksinya untuk publik.