Pertambangan emas yang menggunakan bahan berbahaya merkuri di Sungai Batanghari mendesak dihentikan karena mencemari lingkungan dan mengancam kesehatan warga. Penertiban untuk mencegah dampak lebih parah di masa datang.
Oleh
·3 menit baca
KOMPAS/YOLA SASTRA
Sejumlah perahu dari Karnaval Arung Pamalayu melintasi Sungai Batanghari, Dharmasraya, Sumatera Barat, Senin (23/9/2019). Beberapa tahun terakhir kondisi air Batanghari di Dharmasraya keruh dan tercemar limbah merkuri akibat aktivitas tambang emas.
DHARMASRAYA, KOMPAS — Hasil kajian tahun 2018 menunjukkan adanya indikasi warga di sekitar Sungai Batanghari di Kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat, terpapar merkuri. Penertiban tambang emas yang menggunakan merkuri di hulu sungai mendesak dilakukan untuk mencegah dampak lebih parah pada masa mendatang.
Sungai Batanghari membentang sekitar 800 kilometer melewati Kabupaten Dharmasraya dan tujuh kabupaten/kota lainnya di Sumbar dan Jambi. Pencemaran merkuri yang berdampak pada warga di sekitar Sungai Batanghari di Dharmasraya terungkap dari hasil kajian Direktorat Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bekerja sama dengan Pusat Studi Lingkungan Hidup Institut Teknologi Bandung. Kajian dilakukan tahun 2018 di Kecamatan IX Koto dan Kecamatan Sitiung.
”Ada indikasi responden yang kami cek kesehatannya mengalami gejala (terpapar merkuri),” kata Kepala Subdirektorat Inventarisasi Penggunaan Bahan Beracun Berbahaya Kementerian LHK Ria Rosmayani Damopolii dalam bincang-bincang peringatan Hari Maritim Nasional, Senin (23/9/2019), di Dharmasraya.
Pengujian dilakukan di tiga titik di IX Koto dan satu titik di Sitiung. Hasilnya, konsentrasi merkuri di sampel air limbah tailing tambang emas dan di sedimen tailing IX Koto melampaui baku mutu. Adapun konsentrasi merkuri di udara terinhalasi di kedua kecamatan telah melampaui baku mutu.
Selain itu, merkuri dari tambang emas juga mencemari komoditas pertanian warga. Konsentrasi merkuri di atas baku mutu ditemukan pada gabah, padi, kunyit, singkong, kangkung, dan cabe rawit.
Dalam kajian itu disebutkan bahwa responden anak-anak terpapar merkuri. Di IX Koto, dari 30 responden anak, konsentrasi merkuri di urine 20 anak melebihi baku mutu 5 µg/g Creatinin. Salah satu responden bahkan datanya sangat ekstrem mencapai 967.742 µg/g Creatinin. Sementara itu, di Sitiung, dari 22 responden anak, 14 orang melampaui baku mutu.
Menyikapi kasus merkuri ini, menurut Ria, pemerintah pusat telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Pemerintah daerah perlu menindaklanjuti peraturan presiden itu dengan rencana aksi daerah.
”Data itu memperlihatkan memang ada daerah yang punya pertambangan emas skala kecil menggunakan merkuri. Pemerintah daerah itu memang perlu merencanakan upaya apa saja untuk mengatasinya,” kata Ria.
Dampak merkuri
Pencemaran merkuri perlu mendapatkan perhatian serius. Merkuri dalam pajanan akut dapat memicu kerusakan paru-paru, gangguan abdominal, gangguan fungsi ginjal, serta gangguan dan kerusakan kulit. Dalam pajanan kronis, merkuri dapat memicu kerusakan ginjal, kerusakan sistem saraf pusat, dan cacat pada janin bayi.
”Merkuri termasuk bahan kimia yang berbahaya. Kalau merkuri yang berbahaya masuk ke tubuh kita, itu akan sampai ke anak cucu,” ujar Ria.
Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan mengatakan akan berupaya mengatasi penggunaan merkuri pada tambang emas di Sungai Batanghari. Warga akan terus diedukasi agar paham bahaya merkuri bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
”Biarlah nanti masyarakat yang sudah paham bahaya merkuri yang mencegah petambang memakai merkuri. Pakai hukum masyarakat (sosial) saja. Lebih efektif begitu,” kata Sutan Riska.
Selain itu, Pemerintah Kabupaten Dharmasraya juga berupaya menjalin komunikasi dengan tujuh bupati dan wali kota lainnya yang daerahnya dialiri Sungai Batanghari untuk membahas normalisasi dan revitalisasi sungai. Ia juga berharap pemerintah pusat memberikan perhatian khusus terkait masalah ini karena merupakan masalah lintas provinsi.
Dalam kesempatan lain, Senin (9/9/2019), Sutan Riska mengatakan, aktivitas tambang emas di Daerah Aliran Sungai Batanghari wilayah Sumbar masih banyak ditemukan di bagian hulu. Beberapa tahun lalu di Dharmasraya juga banyak ditemukan penambangan emas, tetapi sudah jauh berkurang.
Berdasarkan pantauan Kompas di Sungai Batanghari di dekat Kompleks Candi Pulau Sawah, Senin (23/9/2019) sore, air sungai keruh. Keruhnya sungai ditengarai karena ada tambang emas di bagian hulu. (JOL)