Relaksasi Rasio Pinjaman Jadi Stimulus Bagi Properti
Bank Indonesia melonggarkan rasio pinjaman terhadap aset di sektor properti. Kebijakan ini, yang dikombinasikan dengan penurunan suku bunga acuan, memperluas segmen pasar.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS--Relaksasi rasio pinjaman terhadap nilai aset memberi kesempatan lebih besar kepada semua pihak di sektor properti. Melalui pelonggaran tersebut, segmen pasar diperluas dan skema pembiayaan yang lebih variatif dapat dibuat.
Dalam rapat dewan gubernur Bank Indonesia pekan lalu, ketentuan rasio pinjaman terhadap aset (LTV) dan pembiayaan terhadap aset (FTV) dilonggarkan 5 persen. Bahkan, ada tambahan keringanan 5 persen untuk LTV atau FTV properti berwawasan lingkungan.
Kebijakan baru ini berlaku mulai 2 Desember 2019.
Ketua Umum Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata mengatakan, relaksasi LTV tersebut memperlihatkan Bank Indonesia ingin mendorong penjualan properti naik. Apalagi, pelonggaran itu dibarengi dengan pemangkasan suku bunga acuan BI ke level 5,25 persen. Kebijakan tersebut dinilai tetap terukur.
“Sebagian besar kendala masyarakat dalam membeli hunian atau rumah karena tidak memiliki tabungan yang cukup untuk membayar uang muka. Dengan relaksasi itu, berarti pangsa pasar properti semakin melebar,” kata Soelaeman, Senin (23/9/2019), di Jakarta.
Namun, relaksasi LTV dan FTV yang dibarengi dengan pemangkasan suku bunga acuan BI tersebut perlu diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan. Sebab, kendati relaksasi LTV dapat membuat uang muka pembelian properti semakin kecil, namun komponen angsuran yang mesti dibayar debitur akan menjadi lebih besar.
Jika kondisi itu tidak dimitigasi dengan baik, justru akan memberatkan debitur atau konsumen. Bukan tidak mungkin, potensi kredit macet akan membesar.
Soelaeman berharap dampak psikologis dari penurunan suku bunga acuan BI terhadap kredit perbankan akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit perbankan.
Harapan
Marketing Director Paramount Land, Alvin Andronicus, menyampaikan, relaksasi LTV dan FTV tersebut memberi harapan pasar properti akan lebih baik tahun ini. Sebab, relaksasi rasio pinjaman terhadap aset akan mendorong daya beli masyarakat, termasuk di segmen pasar sekunder.
Namun demikian, kemudahan bagi konsumen properti pada tahap awal tersebut memberi beban berupa jangka waktu angsuran lebih panjang dengan jumlah yang lebih besar. Oleh karena itu, kunci berikutnya adalah mitigasi perbankan agar potensi kredit macet dapat diminimalisasi.
Berdasarkan data di laman BI, kredit di sektor properti per akhir Juli 2019 sebesar Rp 1.006 triliun atau tumbuh 15,9 persen secara tahunan. Pertumbuhan kredit sektor properti ini lebih rendah daripada Juni 2019, yang tumbuh 16,2 persen secara tahunan.
Jumlah kredit di sektor properti pada akhir Juli 2019 terdiri dari kredit pemilikan rumah (KPR) dan kredit pemilikan apartemen (KPA) Rp 492,4 triliun, kredit konstruksi Rp 352,7 triliun, dan kredit real estate Rp 161,3 triliun.
Direktur Grup Ciputra Harun Hajadi mengatakan, kendati positif, namun dampak relaksasi LTV bagi sektor properti masih terbatas. Sebab, setiap bank tetap akan menerapkan kriteria masing-masing. Jika kapasitas calon debitur terbatas, maka bank tetap akan menerapkan kebijakan LTV tersendiri atau tidak maksimal.
Direktur Konsumer Banking PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Budi Satria mengatakan, relaksasi LTV dan pemangkasan suku bunga acuan BI menjadi insentif bagi pertumbuhan bisnis kredit KPR. Dari sisi suku bunga, terbuka kemungkinan penurunan suku bunga untuk menarik calon debitur lebih banyak.
"Tentu saja ini keputusan yang penting dan akan berpengaruh sangat positif bagi pertumbuhan KPR secara nasional, khususnya untuk KPR atau KPA yang nilainya di atas Rp 400 jutaan," kata Budi.
Di ajang Indonesia International Property Expo 2019, Country Manager Rumah.com Marine Novita menyampaikan, proses membeli rumah semakin mudah. Dengan relaksasi LTV, uang muka yang dibayar semakin kecil, sedangkan uang muka dapat diangsur sampai 12 kali. (NAD)