Pemerintah: Unjuk Rasa Jangan Sampai Ditunggangi Kepentingan Lain
Pemerintah mengingatkan agar aspirasi mahasiswa tidak ditunggangi kepentingan lain selain keinginan mahasiswa.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu/Dhanang David Aritonang/Pradipta Pandu Mustika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah mengingatkan agar unjuk rasa mahasiswa tidak ditunggangi kepentingan lain selain mereka. Penunggangan itu membuat aspirasi mahasiswa melenceng darintujuan awal. Indikasi ini terbuka lebar sehingga perlu diantisipasi sejak awal.
Penegasan ini disampaikan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Selasa (24/9/2019) di Jakarta. Menurut Yasonna, pemerintah membuka ruang jika mahasiswa ingin bertanya bahkan berdebat mengenai substansi sejumlah rancangan undang-undang (RUU). Forum dialog penting digelar karena tuntutan yang mereka kemukakan rentan ditunggangi kepentingan politis lainnya.
“Saya hanya mengingatkan, kami ini mendengar, melihat, ada upaya untuk menunggangi. Jangan terpancing, juga termasuk (isu) revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK),” kata Yasonna.
Ia mengingatkan, Indonesia merupakan negara hukum. Mekanisme pengajuan keberatan terkait UU sudah diatur, yaitu melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK). Ia berharap, mahasiswa sebagai kalangan intelektual bersedia menempuh jalur tersebut.
Yasonna mengatakan, tuntutan mahasiswa telah direspons pemerintah. Terbukti dengan pernyataan presiden agar DPR menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan, dan RUU Mineral dan Batubara.
Gelombang unjuk rasa mahasiswa menuntut penundaan pengesahan sejumlah rancangan undang-undang atau RUU bermasalah memuncak. Massa mahasiswa masih bertahan mengelilingi Kompleks Parlemen, Jakarta, hingga Selasa (24/9/2019) malam.
Pantauan Kompas, pada pukul 18.30, massa mahasiswa masih memadati Tol Dalam Kota yang bersebelahan dengan Jalan Gatot Subroto, lokasi pintu depan Gedung MPR/DPR. Mereka berorasi sambil meneriakkan lagu-lagu perjuangan dan menyalakan beberapa petasan. Suara ledakan terdengar jelas hingga pucuk Gedung Kura-Kura.
Aparat keamanan bertameng besi pun masih membentuk barikade sepanjang gerbang utama Gedung MPR/DPR. Pengamanan ditambah dengan kawat berduri. Sesekali, aparat juga menembakkan gas air mata.
Ketua DPR Bambang Soesatyo menyatakan, ia siap menemui mahasiswa untuk membahas sejumlah RUU yang mereka permasalahkan. Ia menyarankan, agar pertemuan dilaksanakan di dalam Kompleks Parlemen agar diskusi bisa berlangsung lebih kondusif.
Beberapa saat setelah pernyataan tersebut, Bambang didampingi Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar justru bermaksud menghampiri massa mahasiswa di depan gerbang Gedung MPR/DPR. Ia didampingi sejumlah personel pengamanan dalam dan diikuti belasan wartawan.
Namun, dalam perjalanan menuju gerbang, kericuhan massa meningkat. Aparat menembakkan gas air mata tanpa henti.
Akibatnya, rombongan, termasuk Bambang, tak bisa melanjutkan perjalanan. Hampir seluruhnya sesak napas dan menangis menahan pedih gas. Bahkan, Bambang harus dievakuasi ke pos pengamanan terdekat.
Sementara itu Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Jentera, Bivitri Susanti yang ada dalam kerumunan massa mahasiswa mengatakan, sebaiknya pemerintah dan DPR betul-betul menunda pengesahan RUU bermasalah. Sejumlah RUU itu semestinya dibahas pada DPR periode berikutnya. Ia pun mengingatkan, jangan sampai pemerintah dan DPR mempermainkan aspirasi rakyat.
"Jangan sampai DPR dan pemerintah tiba-tiba mengesahkan RUU bermasalah saat situasi demonstrasi telah mereda. Sebab, masih ada beberapa rapat paripurna sebelum akhir periode, yaitu tanggal 26 September dan 30 September," ucapnya.
Menurut Bivitri, jika hal tersebut terjadi, gelombang unjuk rasa mahasiswa bisa berlarut-larut hingga 30 September. Aktivitas tersebut tentu saja rentan ditunggangi pihak-pihak yang memiliki agenda dan kepentingan politis pribadi.
"Selain itu, siapa yang bisa menjamin keselamatan mahasiswa jika demo tersebut ditunggangi oleh oknum tidak bertanggung jawab. Padahal, mahasiswa telah memperjuangkan aspirasi takyat," ucapnya.
Menanggapi hal itu, Bambang mengatakan DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk menunda RUU Pemasyarakatan dan RKUHP. Adapun penundaan RUU Pemasyarakatan sudah diumumkan melalui rapat paripurna Selasa ini.
Sementara pengumuman penundaan RKUHP belum dijadwalkan. Hingga saat ini, baik DPR maupun pemerintah belum sepakat mengenai batas akhir penundaan. Meski demikian, ia menepis anggaran bahwa pemberintah dan DPR akan mengesahkan sejumlah RUU bermasalah jika demonstrasi sudah mereda.
"Kami baru sampai pada titik temu bahwa RKUHP ditunda hingga batas yang tidak ditentukan," kata Bambang.