Indonesia Terus Dorong Upaya Damai di Myanmar dan Afghanistan
Oleh
Bonifasius Josie Susilo H, dari New York, AS
·3 menit baca
NEW YORK, KOMPAS – Meskipun dibayangi situasi ketidakpastian, komunitas dunia terus berupaya memperkuat proses-proses perdamaian. Sebagai bagian dari komunitas dunia, Indonesia pun mencoba terlibat, termasuk mencari alternatif jalan keluar.
Dalam pertemuan bilateral dengan Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Myanmar, Christine Burgener, Senin (23/9/2019) di Markas Besar PBB, New York, AS, Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi mengatakan, Indonesia tetap mendukung penuh proses repatriasi bermartabat untuk warga Rohingya. Indonesia juga memahami bahwa proses untuk memujudkan repatriasi itu tidak mudah.
Sebagai catatan, Selasa pekan lalu, tim pencari fakta dari Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB mengatakan, ratusan ribu warga Rohingya di Myanmar masih menghadapi ancaman persekusi dan “risiko serius genosida”. Situasi itu membuat proses repatriasi dinilai belum memungkinkan.
Dalam laporan itu disebutkan, ratusan ribu warga Rohingya yang saat ini masih berada di Myanmar hidup dalam situasi “tidak manusiawi”. Tim itu menggambarkan kondisi di Myanmar sebagai "tidak aman, tidak berkelanjutan, dan tidak mungkin" untuk repatriasi.
Sehari sebelumnya, Pelapor Khusus PBB Yanghee Lee kepada Dewan HAM PBB mengatakan, Myanmar "tidak melakukan apa-apa untuk membongkar sistem kekerasan dan penganiayaan".
Terkait dengan kekerasan yang dialami warga Rohingya, tim pencari fakta itu kembali menyerukan kepada Dewan Keamanan PBB untuk merujuk Myanmar ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
Tim itu mengatakan memiliki daftar berisi lebih dari 100 nama, termasuk pejabat, orang yang diduga terlibat dalam genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang, di samping enam jenderal yang disebutkan secara terbuka tahun lalu.
Bangun kepercayaan
Seusai bertemu dengan Burgener, Retno mengatakan, memang ada tantangan besar, terutama terkait dengan sikap saling percaya antarwarga. Mencoba menjawab persoalan itu, menurut Retno, Indonesia mencoba mengembangkan pendekatan lunak lewat dialog antaragama.
Beberapa waktu lalu, Indonesia telah menjadi tuan rumah pertemuan tokoh-tokoh lintas agama dan etnik di Myanmar. Selain itu, Indonesia pun turut serta dalam pengembangan infrastruktur kesehatan yang diharapkan dapat menjadi titik temu antarwarga.
“Pembangunan rumah sakit di Negara Bagian Rakhine hampir selesai. Kemungkinan besar awal Oktober dapat segera dioperasikan,” kata Retno.
Selain itu, Indonesia juga berupaya untuk terlibat dalam pengembangan kapasitas warga dari beragam etnik yang arahnya untuk mempertebal sikap saling percaya antarwarga.
Dalam proses itu, Indonesia juga mendorong keterlibatan ASEAN lewat AHA Center, terutama untuk penyebaran informasi. Retno mengatakan, saat ini ada kemajuan yang dilakukan oleh pemerintah Myanmar, termasuk oleh militer setempat. Namun, pihaknya tetap akan terus mendorong semua upaya damai yang telah dilakukan agar ada kemajuan signifikan.
Upaya itu dilakukan karena tahun depan Myanmar telah memasuki tahun politik. Dijadwalkan tahun depan Myanmar akan menggelar pemilu. Retno mengatakan, beberapa negara mitra, seperti China dan Bangladesh, bersama Myanmar akan bertemu membahas isu repatriasi.
Afghanistan
Seusai bertemu dengan Burgener, Menlu Retno juga menerima Utusan Khusus AS untuk Afghanistan Zalmay Khalilzad. Dalam pertemuan itu, mereka membahas upaya-upaya yang tetap bisa dilakukan untuk membangun perdamaian di Afghanistan.
Indonesia, kata Retno, tetap mendorong agar upaya-upaya yang telah dibangun tetap dikembangkan, sembari mendorong agar pembicaraan intra-Afghanistan dilakukan. Dalam proses besar itu, kata Retno, Indonesia mencoba mengambil posisi sebagai bagian dari “pembangun tembok”. Salah satu yang telah dilakukan adalah mempertemukan para pemuka agama serta menerima perwakilan Taliban.
Dua pekan lalu, menyusul sejumlah serangan, termasuk serangan bom yang menewaskan seorang tentara AS di Afghanistan, perundingan antara AS dan Taliban terhenti. Presiden AS Donald Trump bahkan mengatakan, pembicaraan damai dengan Taliban “mati”. (AFP/REUTERS)