Harga bunga pala atau fuli yang dibeli pengepul komoditas di Kota Ambon, Maluku, melonjak hingga Rp 235.000 per kilogram. Harga ini merupakan yang tertinggi selama 20 tahun terakhir.
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Harga bunga pala atau fuli yang dibeli pengepul komoditas di Kota Ambon, Maluku, melonjak hingga Rp 235.000 per kilogram. Harga ini merupakan yang tertinggi selama 20 tahun terakhir. Para petani menyambut gembira sembari berharap harga terus terjaga.
Menurut pantauan di Pasar Batumerah, Ambon, pada Selasa (25/9/2019), harga bunga pala mulai dari Rp 210.000 per kilogram sampai Rp 235.000 per kilogram. Harga komoditas itu bervariasi tergantung kualitasnya. "Kami pilahkan dulu, baru bisa tentukan harga. Bunga pala dari petani tidak banyak, hanya sekitar 20 kilogram dalam satu hari," kata Asnadi, pekerja di Toko Tekun yang menampung berbagai komoditas rempah.
Kenaikan harga itu disebabkan tingginya permintaan pengimpor dari Eropa, Amerika, China, dan Timur Tengah.
Menurut dia, kenaikan harga itu disebabkan tingginya permintaan pengimpor dari Eropa, Amerika, China, dan Timur Tengah. Bunga pala dan komoditas lainya di Maluku dikirim terlebih dahulu ke Surabaya, Jawa Timur, untuk selanjutnya diekspor. Meski salah satu penghasil utama, Maluku belum menjadi pintu ekspor pala.
Bunga pala merupakan satu kesatuan dari buah pala. Setelah daging pala dibelah, di dalamnya terdapat bunga pala yang menempel pada biji pala. Sebelum dijual, bunga pala dan biji pala dipisahkan lalu dijemur. Bobot bunga pala berkisar seperempat bobot satu biji pala.
Kendati bunga pala hanya bagian kecil dari buah pala, nilai ekonominya paling tinggi. Kenaikan bunga pala pun disambut gembira petani. "Harga ini paling tinggi sepanjang sejarah. Sekitar 20 tahun lalu, harganya sempat sampai Rp 215.000 per kilogram. Sebelumnya tidak semahal ini," tutur Emilia Jempot (43), petani pala di Pulau Banda, saat dihubungi melalui telepon.
Ia berharap agar harga bunga pala sekarang jangan sampai anjlok lagi seperti beberapa tahun belakangan. Setelah meroket hingga Rp 215.000 per kilogram tahun 1999, harga bunga pala lalu melorot hingga menyentuh Rp 100.000 per kilogram. Harga bunga pala baru mulai merangkak dalam satu tahun terakhir. Dalam satu bulan terakhir, harga naik tajam dari Rp 180.000 per kilogram menjadi Rp 235.000 per kilogram.
Harga bunga pala yang naik itu juga menjadi berkah bagi petani di tengah anjloknya harga komoditas rempah lainnya. Harga biji pala yang sempat naik hingga Rp 100.000 per kilogram kini terbenam pada level Rp 60.000 per kilogram. Adapun harga cengkeh yang sempat berada pada kisaran Rp 120.000 per kilogram kini anjlok hingga Rp 70.000 per kilogram.
"Sempat banyak petani yang tidak mau lagi urus pala karena harga sangat murah," kata Emilia, yang memiliki sekitar 400 pohon pala itu. Dalam satu tahun, ia bisa memanen hingga 600 kilogram biji pala dan 150 kilogram bunga pala. Kepulauan Banda merupakan daerah penghasil pala terbesar di Maluku. Menurut catatan sejarah, kehadiran pedagang Eropa ke Nusantara pada abad ke-15 salah satunya adalah mencari pala di Banda.
Ketua Dewan Rempah Maluku Djalaludin Salampessy berharap petani terus membudidayakan pala dan cengkeh sebagai komoditas unggulan daerah itu. Kenaikan harga bunga pala ini menunjukkan tren penggunaan bunga pala di dunia meningkat. Bunga pala menjadi bahan baku untuk produksi makanan, minuman, dan obat-obatan herbal. "Jangan kendur, tetap tanam pala dan cengkeh," ujarnya.
Dirinya berharap pemerintah daerah dapat memfasilitasi hadirnya industri pengolahan pala di Maluku sehingga dapat melakukan ekspor langsung. Selain membuat harga jual dari petani semakin tinggi, ekspor langsung juga akan mengangkat kembali nama Maluku sebagai sentra rempah-rempah di dunia. "Pala dari Banda itu berkualitas terbaik di dunia," katanya.
Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian Provinsi Maluku MP Pattinama mengatakan, untuk mengangkat kualitas pala dari Maluku, pihaknya telah melakukan pendampingan terhadap petani. Beberapa desa sudah mendapat sertifikat sebagai penghasil pala organik. Pala organik yang dibudidayakan tanpa pupuk kimia itu paling dicari eksportir.
Ia menuturkan, fokus pendampingan adalah memperbanyak produksi tanpa harus menambah luas lahan. Hingga akhir 2018, areal tanaman pala di Provinsi Maluku seluas 32.456 hektar dengan produksi mencapai 28.705 ton. Adapun produksi nasional sebesar 244.028 ton.