Dari penangkapan terduga teroris MA (20) di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (23/9/2019) pagi, polisi mendapati satu bom siap ledak berbobot setengah kilogram.
Oleh
J Galuh Bimantara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dari penangkapan terduga teroris MA (20) di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Senin (23/9/2019) pagi, polisi mendapati satu bom siap ledak berbobot setengah kilogram dengan bahan utama triaseton triperoksida atau TATP. Terduga teroris mendapatkan bahan-bahan untuk membuat bom berdaya ledak tinggi itu lewat pembelian secara daring.
”Terduga teroris memesan melalui online dan barang-barang tidak dipesan sekaligus, tetapi satu per satu. Jadi, tidak ada kecurigaan dari pihak keluarga,” ucap Kepala Kepolisian Resor Metropolitan Jakarta Utara Komisaris Besar Budhi Herdi Susianto, Senin (23/9/2019), seusai pemusnahan bom dengan cara diledakkan di lahan kosong dekat lokasi penangkapan MA di Semper Barat.
Budhi mengatakan, bahan-bahan yang dibeli secara daring dan belum diracik menjadi bom juga didapatkan polisi di rumah tersangka yang masuk wilayah RT 013 RW 004 Semper Barat. Dari barang-barang bukti yang sempat diletakkan petugas di depan rumah MA, antara lain terlihat 1 liter cairan H2O2 (hidrogen peroksida) 50 persen, 1 liter aseton, dan 1 liter H2SO4 (asam sulfat).
Peledak berbahan TATP dengan rumus kimia C9H18O6 ini jamak ditemukan dalam sejumlah pengungkapan jaringan teroris di Indonesia. Pada Mei lalu, polisi menangkap Endang alias Abu Rafi alias Pak Jenggot di Cibinong, Bogor, yang membuat enam bom TATP. Dalam penangkapan sepuluh terduga teroris di Bekasi, juga pada Mei, petugas mendapati adanya bom berbahan serupa di rumah salah satu terduga teroris.
Bom jenis itu juga mendapat julukan mother of satan. Menurut Budhi, warga baru aman jika minimal berada dalam radius 50 meter dari bom. Namun, jika terdapat beragam barang di sekitar bom, potensi bahaya bisa pada area lebih dari radius 50 meter karena ancaman yang ditimbulkan dari saling berbenturannya media lain.
Anggota Detasemen Khusus 88 Markas Besar Polri menangkap MA saat ia baru saja keluar rumah sekitar pukul 08.00, Senin. MA ditengarai bagian dari jaringan Jamaah Ansarut Daulah (JAD) dan terkait dengan tujuh terduga teroris yang ditangkap di Bekasi, juga di Senin pagi. Kelompok JAD terafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS).
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menambahkan, petugas juga mendapati adanya satu surat dengan tulisan tangan saat menggeledah rumah MA. ”Itu surat pamitan mau melakukan pengeboman,” ujarnya.
Menurut Argo, MA diamankan karena ia diduga memiliki rencana untuk menjalankan pengeboman, tetapi pihaknya belum mendapatkan informasi soal kepastian lokasi yang disasar. Namun, Budhi mengatakan, tersangka diduga secara spesifik menyasar kantor polisi. Tersedianya bom siap ledak menunjukkan tersangka kemungkinan besar bakal menjalankan aksi dalam waktu dekat, tetapi Budhi tidak bisa memastikan tanggal tepatnya.
Polres Metro Jakarta Utara bersama Densus 88 Mabes Polri memutuskan untuk memusnahkan bom di dekat lokasi penangkapan dengan pertimbangan bom itu rentan terhadap guncangan, termasuk yang diakibatkan oleh gerakan mobil saat melaju. Pemusnahan diawali dengan salah seorang petugas mengenakan perlengkapan penjinak bom, termasuk pakaian tebal dan helm khusus, kemudian ia masuk ke rumah MA pukul 12.30 untuk mengambil bom TATP.
Bom diletakkan di bak sebuah mobil, lalu mobil itu berjalan perlahan ke area lahan kosong di timur permukiman. Petugas penjinak bom mengeluarkan bom lantas meletakkannya di tanah yang jauh dari kerumunan warga. Bom diledakkan lebih kurang pukul 13.30.
Ayah MA, AG (69), mengaku tidak tahu anaknya menyimpan bahan-bahan untuk membuat bom. Ia sering masuk ke kamar MA, tetapi amat jarang mengecek isi lemari anaknya. Kabarnya, barang-barang bukti diambil polisi dari lemari pakaian MA. ”Kalau saya tahu, pasti langsung saya buang,” ujar AG.
Menurut AG, MA sangat pendiam. Ia tidak pernah keluar rumah setelah pulang kerja dari salah satu pabrik sabun di Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Tidak pernah ada juga teman MA yang berkunjung ke rumahnya. Namun, MA biasanya berpamitan keluar pada akhir pekan. ”Katanya ikut pengajian di daerah Bekasi,” tuturnya.
AG menuturkan, mereka selama ini tinggal serumah. MA yang merupakan anak kesembilan dari sebelas bersaudara tinggal di lingkungan RT 013 RW 004 Semper Barat. Saat ini, rumah yang ditempati AG dan MA juga dihuni salah satu anak AG lainnya, menantu, serta tiga cucunya.
Rumah tersebut merupakan bangunan permanen berlantai dua dengan cat dominan putih. Tempat tinggal keluarga AG ini terpisah oleh jalan selebar 4 meter dari sebuah lapangan olahraga. Lingkungan di sana cukup padat oleh bangunan.
Keluarga AG punya rumah lain yang berlokasi di jalan yang sama dan hanya berjarak sekitar 100 meter ke arah utara. Polisi menggeledah pula rumah itu.
MA baru bekerja sebulan terakhir setelah menganggur sekitar tiga tahun setelah lulus dari salah satu sekolah menengah kejuruan. Ia sempat menimba ilmu agama di salah satu tempat di Jawa Timur. Budhi mengatakan, polisi masih menyelidiki awal mula MA belajar merakit bom, apakah mempelajari secara otodidak atau mendapatkan materi itu sewaktu di Jawa Timur.