Pelonggaran Makroprudensial Bikin Bank Leluasa Salurkan Kredit
Perbankan mengapresiasi kebijakan BI dalam melonggarkan rasio intermediasi makroprudensial. Guna mendorong penyaluran kredit, perbankan kini bisa memperhitungkan pinjaman yang diterima sebagai tambahan sumber pembiayaan.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Industri perbankan mengapresiasi kebijakan Bank Indonesia dalam melonggarkan Rasio Intermediasi Makroprudensial atau RIM. Untuk mendorong penyaluran kredit, perbankan kini bisa memperhitungkan pinjaman yang diterima, baik dari dalam maupun luar negeri, sebagai tambahan sumber pembiayaan.
RIM merupakan rasio yang digunakan untuk menilai seberapa besar perbankan memiliki ruang untuk tetap menyalurkan kredit. Mulai Oktober 2019, Bank Indonesia (BI) akan memperkenankan semua bank untuk memasukkan komponen pinjaman sebagai pembagi untuk menghitung RIM.
Direktur Kepatuhan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Mahelan Prabantarikso mengatakan, keputusan BI untuk memperkenankan perbankan memasukkan pinjaman bilateral sebagai komponen pembiayaan secara pasti akan menurunkan level RIM perbankan yang terlalu tinggi.
Formulasi lama perhitungan RIM terdiri dari nilai penyaluran kredit ditambah surat-surat berharga (SSB) korporasi yang dimiliki, kemudian dibagi dana pihak ketiga (DPK) ditambah dengan SSB yang diterbitkan bank. Sementara dalam aturan yang baru, komponen pembagi ditambah dengan pinjaman yang diterima bank.
”Dengan adanya penambahan ruang RIM, perbankan dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk menyalurkan kredit. Imbasnya secara industri, angka pertumbuhan kredit juga bisa terdorong,” ujarnya di Jakarta, Senin (23/9/2019).
Adapun bagi perbankan yang selama ini memiliki level RIM di bawah 90 persen, Mahelan menilai, pelonggaran dapat berdampak pada daya ungkit perbankan untuk meningkatkan fungsi intermediasi bank dari sisi penyaluran kredit.
”Bank dapat meningkatkan fungsi intermediasi, khususnya dalam menyalurkan kredit karena sumber pembiayaan bertambah. Tidak hanya DPK dan surat berharga yang diterbitkan, tetapi juga dari pinjaman,” kata Mahelan.
Hingga Juni 2019, RIM BTN berada pada posisi 108,24 persen. Posisi ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 104,56 persen. Dengan memasukkan komponen pinjaman bilateral, Mahelan memprediksi posisi RIM BTN pada akhir 2019 akan berada pada kisaran 100-103 persen.
Dengan adanya penambahan ruang RIM, perbankan dapat meningkatkan kapasitas mereka untuk menyalurkan kredit. Imbasnya secara industri, angka pertumbuhan kredit akan bisa terdorong.
Mahelan mengungkapkan, BTN berencana melakukan pinjaman bilateral pada akhir tahun ini sebesar Rp 3 triliun untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Dana ini penting bagi BTN yang memiliki kapasitas penyaluran kredit lebih besar dibandingkan kemampuan untuk menghimpun DPK.
Berdasarkan data BI, rata-rata RIM perbankan pada Agustus 2019 berada di angka 93,1 persen. Adapun batas atas RIM yang ditetapkan BI adalah 94 persen. Pelonggaran dilakukan agar penyaluran kredit perbankan tidak terhalang oleh ketentuan batas atas RIM.
Terlebih, data BI menunjukkan adanya perlambatan pertumbuhan kredit. Pada Juli 2019 pertumbuhan kredit tahunan mencapai 9,6 persen, melemah dibandingkan pertumbuhan pada Juni 2019 sebesar 9,9 persen.
Direktur Keuangan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Panji Irawan mengatakan, dalam ketentuan perhitungan RIM yang baru, perbankan diperbolehkan memasukkan dana pinjaman bilateral antarbank di luar pasar uang antarbank (PUAB) sebagai DPK.
”Artinya, akan ada tambahan likuiditas perbankan dari sana. Formulasi perhitungan baru untuk RIM membuat perebutan dana dalam jangka pendek di pasar menjadi longgar,” ujarnya.
Dalam mengelola likuiditas, sepanjang tahun 2019 berjalan, Bank Mandiri tidak jorjoran mengambil dana mahal atau deposito untuk menjaga biaya dana (cost of fund) perseroan. Bahkan, Panji mengatakan, Bank Mandiri tidak menjadikan pemberian bunga deposito spesial sebagai strategi utama perseroan.
Hingga Juni 2019, posisi RIM Bank Mandiri berada pada level 96,94 persen. Posisi ini bergerak naik dibandingkan Maret 2019 sebesari 94,02 persen per Maret 2019. Panji mengatakan, dengan adanya pelonggaran likuiditas hingga akhir tahun, Bank Mandiri diperkirakan akan mampu menjaga RIM di kisaran 91-93 persen.
Sepanjang semester I-2019, posisi dana pihak ketiga (DPK) Bank Mandiri mencapai Rp 843,2 triliun. Posisi ini naik sebesar 5 persen dibandingkan periode semester I-2018 di posisi Rp 803 triliun.
Formulasi perhitungan baru untuk RIM membuat perebutan dana dalam jangka pendek di pasar menjadi longgar.
Tidak hanya bank konvensional, PT Bank BNI Syariah juga turut merasakan angin segar dari perhitungan rasio baru tersebut. Direktur Bisnis SME dan Komersial BNI Syariah Dhias Widhiyati menyebut ketentuan RIM terbaru membuat bank syariah lebih leluasa menyalurkan likuiditas untuk pembiayaan dan juga pembelian sukuk korporasi.
Dia menyebut, posisi RIM BNI Syariah saat ini ada di level 85 persen atau masih dalam batas yang ditetapkan BI, yaitu 84-94 persen. Meski tidak memasang target, Dhias memastikan akan menjaga rasio tersebut di level sesuai dengan ketentuan BI.
Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Juda Agung menyampaikan, terdapat ruang tambahan pendanaan sebesar Rp 128 triliun dengan menambah komponen pinjaman untuk pembiayaan. Reformulasi juga diharapkan dapat membuat sekitar 30 bank yang melanggar batas bawah dan batas atas RIM mematuhi aturan.