AS Hendak Pertanyakan Lagi Penahanan 1 Juta Warga Uighur
PBB telah menyerukan agar Beijing membebaskan warga etnis minoritas Muslim yang ditahan atas dalih ”melawan terorisme”.
WASHINGTON, SENIN — Amerika Serikat hendak mempertanyakan lagi nasib 1 juta warga etnis minoritas Muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang, China barat, yang dilaporkan telah diperlakukan semena-mena, ditahan, dan dipenjara tanpa proses hukum.
Departemen Luar Negeri AS akan menyampaikan pandangannya dalam menghadapi China selama pertemuan tahunan Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, Selasa (24/9/2019) waktu New York. Isu utama yang dipersoalkan ialah penahanan di luar hukum atas jutaan warga etnis minoritas di Xinjiang.
Sementara itu, beberapa diplomat mengatakan, kepemimpinan AS di lembaga-lembaga global mulai berkurang setelah Presiden Donald Trump menggugat nilai multilateralisme dan ”mendahulukan kepentingan AS” (American First). Sedangkan pengaruh China terus menguat.
Menghadapi pertemuan tingkat tinggi PBB tersebut, Menteri Luar Negeri Mike Pompeo telah menyiapkan langkah-langkah strategis AS untuk mencari dukungan terkait sikap AS terhadap krisis di Xinjiang. Pompeo, Juli lalu, menyebut perlakuan buruk China atas warga Uighur sebagai ”noda abad ini”.
Baca juga: Menyoroti Kekerasan atas Minoritas Muslim di Xinjiang
Dalam sebuah konferensi internasional di Washington belum lama ini, Pompeo juga menegaskan, China adalah ”rumah bagi salah satu krisis hak asasi manusia terburuk di zaman kita dewasa ini”.
Seorang pejabat senior Pemerintah AS, yang berbicara dengan syarat anonim, mengatakan, Gedung Putih sedang mempertimbangkan kemungkinan Trump akan menyinggung tindakan buruk China terhadap warga minoritas di Xinjiang.
Trump juga diperkirakan akan memberikan catatan HAM lebih luas dalam pidatonya di depan para pemimpin dunia di New York, Selasa waktu setempat. Menurut Gedung Putih, Trump akan menyerukan perlindungan bagi kebebasan beragama di seluruh dunia.
Baca juga: China Diminta Lebih Terbuka soal Isu Etnis Uighur
Dalam konteks itu, Trump akan mempersoalkan kembali perlakuan buruk atau diskriminasi yang diduga dilakukan oleh otoritas China terhadap minoritas Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang.
”Presiden akan meminta komunitas internasional agar mengambil langkah nyata demi mencegah serangan terhadap orang-orang lain hanya karena alasan agama atau kepercayaan mereka serta untuk memastikan kesucian rumah ibadah dan semua ruang publik bagi semua agama,” kata Juru Bicara Gedung Putih Stephanie Grisham dalam sebuah pernyataan, pekan lalu.
Sebelumnya, PBB mengatakan, ada sekitar 1 juta warga etnis Uighur dan Muslim lainnya di Xinjiang. Para pakar HAM PBB menyampaikan keprihatinan mereka atas situasi di Xinjiang. Mereka khawatir atas dugaan adanya kamp pendidikan politik khusus terhadap minoritas Muslim di sana, terutama atas warga Uighur.
Tanpa proses hukum
PBB telah menyerukan agar Beijing membebaskan warga etnis minoritas Muslim yang ditahan atas dalih ”melawan terorisme”. Komite Penghapusan Diskriminasi Rasial Amerika Serikat juga memperkirakan, 1 juta warga Uighur ditahan tanpa proses hukum atau ilegal di Xinjiang.
Baca juga: PBB Simpulkan China Diskriminatif terhadap Muslim Uighur
Meski belum ada konfirmasi resmi soal keberadaan pusat-pusat penahanan warga etnis minoritas itu, kesaksian banyak warga minoritas Uighur dan Kazakh di pelarian justru semakin riuh dalam pemberitaan di media massa asing.
Kementerian Luar Negeri Republik Rakyat China menolak semua tuduhan tersebut dan mengatakan kelompok anti-China berada di belakang berbagai kritik terhadap semua kebijakan Beijing di Xinjiang.
Beijing menegaskan, Xinjiang menghadapi ancaman serius dari militan dan separatis Islam yang merencanakan serangan dan meningkatkan ketegangan antara minoritas Uighur yang mayoritas Muslim dan etnis mayoritas Han, warga lokal di Xinjiang.
Dewan HAM PBB mengecam ”definisi luas terorisme China dan referensi samar-samar tentang ekstremisme serta definisi separatisme yang juga tidak jelas dalam undang-undang China”. Beijing mengidentifikasi semua etnis dan agama minoritas, termasuk Uighur, sebagai pelaku kejahatan.
”Ada banyak laporan soal penahanan sejumlah besar warga etnis Uighur dan minoritas Muslim lainnya yang dilakukan secara diam-diam dalam waktu lama, tanpa tuduhan atau proses hukum. Semuanya dilakukan dengan dalih melawan terorisme dan ekstremisme agama,” kata Dewan HAM PBB, beberapa waktu lalu.
Kami meminta China untuk membebaskan para tahanan itu jika mereka tidak memiliki dasar hukum untuk ditahan.
”Kami merekomendasikan kepada China, jika praktik ini ada, agar segera menghentikannya. Kami meminta China untuk membebaskan para tahanan itu jika mereka tidak memiliki dasar hukum untuk ditahan,” kata anggota panel HAM PBB, Nicolas Marugan, kepada Reuters Television.
Baca juga: Amnesty: China Dirikan Kamp Indoktrinasi Warga Etnis Uighur
Deputi Direktur Departemen Informasi Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying mengatakan, komentar para ahli AS itu ”tidak memiliki dasar yang faktual”. Ia menambahkan, masyarakat Xinjiang bahkan sangat puas setelah keamanan di wilayah itu meningkat secara dramatis.
”Terkait dengan tindakan kontraterorisme dan pemeliharaan stabilitas tertentu, saya kira secara internasional itu diterapkan secara umum di banyak negara di dunia,” katanya dalam jumpa pers beberapa waktu lalu.
Para ahli independen menyesalkan bahwa tidak ada data resmi tentang orang-orang yang ditahan di Xinjiang. Mereka menerima banyak laporan yang dapat dipercaya bahwa sekitar 1 juta warga Uighur ditahan di tempat yang menyerupai ”kamp interniran rahasia skala besar”. Anggota Dewan HAM PBB, Gay McDougall, menggambarkannya sebagai ”zona tanpa hak”.
Tidak proporsional
Dewan HAM menyatakan keprihatinannya terhadap laporan-laporan tentang ”pengawasan massal yang secara tidak proporsional telah menargetkan warga etnis Uighur”. Misalnya, polisi sering melakukan pemeriksaan ketat dan pemindaian ponsel di semua pos pemeriksaan.
Baca juga: Tantangan Kemanusiaan di Xinjiang
Menurut laporan PBB, banyak warga Uighur yang telah meninggalkan China terpaksa kembali ke negara itu. Namun, keberadaan warga yang sudah kembali ke China tersebut tidak jelas sehingga Beijing diminta untuk mengungkapkan keberadaan dan status mereka.
McDougall menyebutkan, lebih dari 100 siswa Uighur yang kembali ke China dari luar negeri, termasuk dari Mesir dan Turki, telah ditahan. Beberapa di antaranya bahkan ditahan dalam kondisi sekarat akibat kekerasan di dalam tahanan rahasia.
Parlemen AS telah mendesak Washington untuk menjatuhkan sanksi kepada pejabat China yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak-hak Muslim di Xinjiang. Kelompok bipartisan di parlemen AS ini mengatakan, China telah disulap menjadi ”negara polisi berteknologi tinggi”.
Baca juga: Parlemen AS Desak Trump Jatuhkan Sanksi kepada China
Senat AS telah menyetujui rancangan undang-undang (RUU) untuk menekan China karena perlakuan buruknya terhadap minoritas Muslim Uighur di Xinjiang. Senat meminta Pemerintah AS untuk memonitor secara dekat krisis Xinjiang dan mempertimbangkan hukuman bagi pihak yang bertanggung jawab.
Selain itu, Senat AS juga dengan suara bulat telah menyetujui Undang-Undang Kebijakan HAM Uighur pada 11 September 2019. Dokumen tersebut masih membutuhkan persetujuan DPR.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun, pekan lalu, juga menegaskan, Beijing tidak akan pernah membiarkan ada campur tangan pihak lain terkait ”urusan dalam negeri” China. Terutama terkait isu-isu sensitif seperti yang berkaitan dengan Xinjiang, Tibet, dan krisis Hong Kong.
Baca juga: China Bela Kebijakan di Xinjiang
Beijing juga mengutuk RUU AS yang menyerukan Pemerintah AS untuk lebih menekan China terkait masalah Xinjiang. RUU itu merupakan ”campur tangan yang amat mencolok terkait urusan dalam negeri China dan hanya akan membuat rakyat China lebih marah,” kata Beijing. (REUTERS/AFP/AP)