Insentif untuk Perbaiki Tata Niaga Ayam Diperlukan
Pemerintah sebagai regulator bisa memberi insentif agar produk peternak mandiri dapat terserap di pasar tradisional. Di sisi lain, produk integrator bisa masuk ke industri pengolahan atau ekspor.
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Peternak ayam mandiri masih dilanda kerugian karena harga ayam pedaging di tingkat peternak tertekanan produk perusahaan peternakan terintegrasi. Agar tidak terus merugi, diharapkan ada insentif yang diberikan pemerintah untuk memperbaiki tata niaga ayam.
Menurut data Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar), harga ayam hidup di 8 provinsi dan 2 pulau besar, yakni Kalimantan dan Sulawesi, sampai Sabtu (21/9/2019), masih di bawah harga pokok produksi (HPP), Rp 18.000 per kilogram (kg)-Rp 20.000 per kg.
Di Jawa Tengah, harga ayam hidup saat ini Rp 15.000 per kg. Ketua Pinsar Jawa Tengah Pardjuni, saat dihubungi Minggu (22/9/2019) mengatakan, harga itu sedikit lebih baik daripada harga di awal September.
Waktu itu, harga ayam hidup sempat anjlok hingga Rp 10.000 per kg. Padahal, harga ayam di tingkat konsumen tetap tidak jauh dari harga acuan Rp 34.000.
"Harga meningkat karena peternak mandiri sudah mengurangi 20 persen-30 persen ayam yang dipelihara. Beberapa peternak juga ada yang berhenti memelihara ayam karena kehabisan modal dan rendahnya permintaan pada Tahun Baru Islam lalu," kata dia.
Menurut Pardjuni, kebijakan mengurangi produksi ayam, termasuk melalui kebijakan pemangkasan 10 juta bibit ayam per minggu selama bulan ini, nyatanya belum menunjukkan hasil. Di tingkat ritel, ayam potong dari peternak rakyat tidak terserap dengan baik karena pasar diisi produk perusahaan peternak teringrasi atau integrator.
"Perusahaan besar atau integrator juga masuk pasar yang sama dengan kami, yaitu pasar tradisional, sehingga harga ayam kami rusak. Di pasar modern, produk integrator lebih banyak lagi," ujarya.
Perusahaan besar atau integrator juga masuk pasar yang sama dengan kami, yaitu pasar tradisional, sehingga harga ayam kami rusak.
Produk ayam peternak mandiri yang masuk pasar tradisional, menurut catatan Pinsar, hanya 30 persen-40 persen dibanding jumlah produk integrator. Sementara, di pasar modern, produk peternak mandiri jauh lebih sedikit, yakni hanya 5 persen.
Oleh karena itu, pada Musyawarah Nasional Pinsar yang diselenggarakan di Tangerang, kemarin, para peternak menyepakati perlunya pemisahan antara pasar integrator dengan pasar peternak rakyat.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Rusli Abdullah berpendapat, pemisahan pasar unggas secara jelas akan melanggar prinsip persaingan usaha yang sehat.
Namun, sebagai solusi, pemerintah sebagai regulator bisa memberi insentif agar produk peternak mandiri dapat terserap di pasar tradisional. Di sisi lain, produk integrator bisa masuk ke industri pengolahan atau ekspor.
"Pemerintah bisa memberi beragam insentif agar perusahaan peternak mandiri terdorong untuk meningkatkan efisiensi usaha mereka. Lalu, perlu juga insentif pajak untuk industri makanan olahan yang mengambil daging dari peternak integrator," ujarnya.
Pemerintah sebagai regulator bisa memberi insentif agar produk peternak mandiri dapat terserap di pasar tradisional. Di sisi lain, produk integrator bisa masuk ke industri pengolahan atau ekspor.
Insentif bagi industri pengolah makanan dinilai penting karena Indonesia akan dimasuki ayam ras dan turunannya dari Brasil. Hal itu didapat akibat kekalahan Indonesia dalam sengketa perdagangan dengan Brasil di Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organisation/WTO) tahun ini.
Wakil Ketua Umum Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) Bustanul Arifin mengemukakan, selain memberi insentif, pemerintah juga selayaknya mendampingi para peternak ayam mandiri. Pendampingan diperlukan agar kualitas produk mereka tetap terjaga.
Pendampingan perlu dilakukan baik pemerintah pusat maupun daerah. Pemerintah bisa mengintervensi agar produk peternak mandiri harus memenuhi syarat kesehatan dan kehalalan (ASUH), penanganan pasca panen yang lebih baik, lalu dari sisi sarana prasarana bisa dengan mengawasi distribusi ayam berpendingin, dan lain sebagainya.
Pendampingan dan pengawasan seperti itu, menurut pria yang juga Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung itu, akan meningkatkan kualitas dan keterjaminan produk itu ayam sampai ke tingkat eceran.
"Pasar pun akan terbangun secara perlahan," pungkasnya.