Kementerian Pemuda dan Olahraga diusulkan dibubarkan dan fungsi pengelolaan olahraga kembali berada di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Ini supaya olahraga dipimpin oleh profesional, dan bukan kader partai.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH, Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pemuda dan Olahraga dianggap tidak pantas berdiri sendiri. Sebagai kementerian teknis, yang memimpin Kemenpora justru lebih banyak pejabat partai politik yang kurang memahami seluk-beluk olahraga. Untuk itu, Kemenpora lebih baik dihapuskan, dan tugas serta fungsi pengelolaan olahraga dikembalikan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar pembinaan atlet bisa lebih terkontrol dan berkesinambungan dari tingkat SD, SMP, hingga SMA.
”Sudah beberapa kali menpora dan pejabat-pejabat Kemenpora terjerat kasus korupsi. Itu sudah jadi indikasi ada yang tidak beres dalam pengelolaannya. Kalau Kemenpora tetap ada, karut-marut pembinaan olahraga akan terus terjadi. Paling tidak, tumpang-tindih kebijakan juga akan tetap terjadi, seperti Popnas milik Kemenpora yang jadi tandingan O2SN (Olimpiade Olahraga Siswa Nasional) milik Kemendikbud,” ujar pengamat olahraga Fritz Simanjuntak saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (20/9/2019).
Fritz mengatakan, akar masalah Kemenpora ada pada pelaksanaan roda organisasi. Kemenpora merupakan kementerian kelompok tiga, yakni kementerian yang menangani urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah atau pembuat kebijakan. Namun, dalam praktiknya, Kemenpora justru melangkahi tugas dan fungsinya, yakni berperan sebagai kementerian kelompok dua yang melakukan pelaksanaan di lapangan. ”Hal itu yang memicu terjadinya penyelewengan anggaran,” katanya.
Menurut Fritz, kalau memang harus melakukan kegiatan, sebaiknya Kemenpora khususnya bidang olahraga dipimpin direktur jenderal kementerian. Tempat ideal untuk olahraga adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Sebab, di sana olahraga bisa dipimpin oleh orang teknis yang paham olahraga.
”Kalau dipimpin menteri, jabatan itu lebih banyak diisi oleh orang partai yang tidak memahami seluk beluk olahraga,” tutur Fritz.
Lagi pula, Fritz menambahkan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan juga mempunyai anggaran yang lebih besar. Mereka bisa mengontrol lebih baik dan memastikan pembinaan atlet berkesinambungan dari tingkat SD, SMP, hingga SMA. ”Bukankah bibit atlet itu asalnya dari sekolah-sekolah. Mereka pun sudah punya wadah kompetisi lewat O2SN tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga nasional,” ujarnya.
Dipimpin pejabat partai
Kemenpora memang lebih banyak dipimpin pejabat partai, terutama setelah kementerian itu dihidupkan kembali di era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2009. Mereka yang pernah menjadi menpora sejak 2009, yakni politisi PKS Adhyaksa Dault (2004-2009). Kemudian, politisi Partai Demokrat Andi A Mallarangeng (2009-2012), politisi Partai Golkar Agung Laksono (2012-2013), politisi Demokrat Roy Suryo (2013-2014), dan politisi PKB Imam Nahrawi (2014-2019). Hampir semuanya bukan orang-orang yang pengalaman menggeluti dunia olahraga.
Dua dari lima menpora itu pun terjerat kasus korupsi. Andi A Mallarangeng menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek olahraga Hambalang, Bogor, Jawa Barat, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi sehingga dirinya mundur dari jabatanya pada 7 Desember 2012. Andi akhirnya divonis empat tahun penjara terkait kasus itu oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 18 Juli 2014. Imam menjadi tersangka dugaan kasus suap dana hibah dari Kemenpora ke KONI oleh KPK pada Rabu (18/9/2019) sehingga dirinya mundur dari jabatannya pada 19 Desember 2019.
Pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini menuturkan, kasus yang menimpa Imam harusnya bisa menjadi momentum perubahan yang lebih baik untuk dunia olahraga. ”Kalau bisa, menteri olahraga adalah orang yang benar-benar profesional dan paham olahraga. Orang yang pernah menggeluti olahraga pasti akan lebih memahami kondisi dunia olahraga nasional,” kata Pelatih Atletik Terbaik Asia 2019 itu.
Namun, harapan atlet dan pelatih nasional melihat Kemenpora dipimpin oleh orang profesional belum bisa terwujud dalam waktu dekat. Setidaknya, Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri sebagai Plt Menpora pada Jumat 20 September 2019. Adapun Hanif adalah politisi PKB yang juga rekan Imam Nahrawi.
Sekretaris Kemenpora Gatot S Dewa Broto menyampaikan, penunjukan Hanif sebagai Plt Menpora disambut positif jajarannya. Hal itu diharapkan mengembalikan kepercayaan diri dan semangat karyawan setelah Imam mundur. Kehadiran Hanif juga bisa langsung melanjutkan tugas-tugas prioritas yang ditinggalkan Imam.
”Keputusan itu membuat momentum kesinambungan kinerja Kemenpora tetap terjaga. Apalagi, ada sejumlah ajang olahraga dan pemuda prioritas di depan mata, antara lain persiapan SEA Games 2019 Filipina, koordinasi jelang Hari Sumpah Pemuda, konsolidasi persiapan Piala Dunia Basket FIBA 2023 (karena commitment fee belum dibayar dan batas akhir pada awal November), hingga bidding tuan rumah Piala Dunia U-20 FIFA 2021 (pengumuman tanggal 23 atau 24 Oktober),” pungkas Gatot.