SMP Satu Atap, Asa Siswa di Daerah Terpencil
Warga Dusun Segeram, Natuna tak perlu lagi meninggalkan dusun mereka untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang SMP. Saat ini sudah ada sekolah satu atap, yaitu sekolah yang terintegrasi antara SD dan SMP, di dusun mereka.
Zariyah bisa bernapas lega. Anaknya yang duduk di kelas VII tidak perlu sekolah keluar dari Dusun Segeram. Artinya, keluarga yang terdiri dari lima orang itu tidak perlu pindah dan mengulang kehidupan dari nol di tempat lain demi menyekolahkan anak. Sejak 2018, dusun yang masuk Kelurahan Sedanau, Kecamatan Bunguran Barat, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau ini memiliki SMP satu atap.
"Kalau pindah rumah modalnya besar sekali. Kami tidak punya saudara yang bisa dititipi anak di luar Segeram. Seandainya di kampung tidak ada SMP, pastinya kami terpaksa mengosongkan rumah dan pindah entah ke Ranai (ibu kota Natuna) atau ke kecamatan lain," katanya di sela-sela acara peresmian SMP 003 Satu Atap Segeram pada Kamis (19/9/2019). Sekolah ini diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, didampingi jajaran eselon I Kemdikbud dan Bupati Natuna Ahmad Hamid Rizal.
Seandainya di kampung tidak ada SMP, pastinya kami terpaksa mengosongkan rumah dan pindah entah ke Ranai (ibu kota Natuna) atau ke kecamatan lain.
Sekolah satu atap merupakan sekolah yang terintegrasi antara SD dan SMP. Sekolah ini untuk memudahkan masyarakat di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) mendapatkan layanan pendidikan dasar dan menengah. Sekolah satu atap juga untuk menuntaskan wajib belajar sembilan tahun.
Lokasi SMP itu persis di sebelah SDN 010 Segeram. Bisa dibilang anak-anak yang lulus SD tinggal bergeser ke gedung sebelah untuk melanjutkan sekolah. Keadaan ini berbeda dengan sebelum tahun 2018. Satu keluarga terpaksa pindah ke Pulau Sedanau yang membutuhkan waktu dua jam naik pongpong (kapal kayu) atau ke Klarik di Kecamatan Bunguran Utara demi menjaga agar anak tidak putus sekolah.
Terpencil
Dusun Segeram terletak di sebelah barat Pulau Natuna Besar. Adapun ibukota kabupaten, Ranai, ada di timur pulau. Akan tetapi, jalanan yang menghubungkan dua tempat itu masih dalam tahap pembuatan melewati hutan dan belukar. Butuh waktu setidaknya tiga jam jika memakai mobil bergarda empat. Alternatif transportasi ialah menaiki kapal feri selama satu jam. Jika tidak punya cukup uang, bisa naik pongpong yang waktu tempuhnya tentu lebih lama.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kecamatan Bunguran Barat Sardi Nasmita menjelaskan, warga tidak memiliki budaya menitipkan anak ke orang lain, apalagi membayar sewa kamar kos yang biayanya besar. Warga Segeram umumnya bekerja sebagai nelayan tradisional di musim angin darat dan petani palawija ketika musim melaut usai.
"Pindah rumah merugikan warga. Rumah di Segeram jadi terbengkalai dan hancur. Di tempat baru mereka harus membangun rumah baru atau menyewa," tuturnya.
Menurut dia, lama-kelamaan penduduk Dusun Segeram berkurang karena pindah keluar. Sekarang di wilayah ini tercatat hanya memiliki 30 kepala keluarga atau sekitar 100 jiwa.
Wahyu Kurniawan (13), siswa kelas VIII SMP 003 Satu Atap Segeram, mengatakan senang karena tidak perlu berpisah dari orangtua demi bersekolah. Berbeda dengan kakaknya yang kini duduk di kelas XI madrasah aliyah di Sedanau. Kakaknya terpaksa dititipkan di rumah neneknya karena di Segeram belum ada SMA sederajat. Setiap bulan, orangtua yang bekerja sebagai nelayan harus mengirim Rp 500.000 untuk biaya hidup kakaknya.
"Moga-moga nanti di Segeram ada SMA satu atap juga. Kalau enggak, saya terpaksa keluar untuk sekolah. Nanti jadi beban biaya orangtua," kata Wahyu yang bercita-cita menjadi dokter bedah ini.
Moga-moga nanti di Segeram ada SMA satu atap juga. Kalau enggak, saya terpaksa keluar untuk sekolah.
Fasilitas belajar
SMPN 003 Segeram hanya memiliki delapan siswa, tiga orang di kelas VII dan lima orang di kelas VIII. Jumlah gurunya ada lima, termasuk kepala sekolah. Para guru tersebut adalah guru Pendidikan Agama Islam, Bahasa Indonesia, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Ilmu Pengetahuan Alam. Adapun SDN 010 Segeram memiliki 15 siswa dengan empat guru.
Ketika berdialog dengan para guru dan orangtua siswa, Muhadjir Effendy mengatakan mutu pembelajaran tetap dijaga karena ada bantuan tablet sebanyak sembilan unit untuk SD dan SMP. Meskipun jaringan internet dan telepon seluler belum lancar, tablet dilengkapi dengan aplikasi Rumah Belajar Kemdikbud yang bisa diakses secara luring sehingga siswa memiliki materi yang berstandar sama dengan di kota-kota besar. Semestinya hal ini bisa menginspirasi guru membuat pemelajaran menjadi kreatif dan sesuai dengan kebutuhan siswa.
"Jangan minder (rendah diri) karena siswa sedikit. Justru bagus sekali karena guru bisa fokus mendidik dan memastikan pemelajaran dibahas tuntas. Setiap siswa juga bisa benar-benar diperhatikan oleh guru," ujarnya.
Jangan minder karena siswa sedikit. Justru bagus sekali karena guru bisa fokus mendidik dan memastikan pemelajaran dibahas tuntas.
Ia berpesan kepada masyarakat agar sekolah tersebut dimanfaatkan dari pagi hingga malam untuk pendidikan warga. Metode yang dinilai cocok untuk wilayah 3T ialah pendidikan kesetaraan seperti Kejar Paket. Anak-anak yang lulus SMP dan harus membantu orangtua bekerja tetap bisa bersekolah di sore hari.
"Demikian juga untuk bapak-bapak, ibu-ibu, dan pemuda yang putus sekolah agar melanjutkan pendidikan kalau program Kejar Paketnya sudah diluncurkan," ucap Muhadjir.
Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbud Harris Iskandar mengatakan, kemungkinan besar pendekatan yang diambil ialah memberi Paket C Vokasi. Selain belajar keaksaraan, mereka juga belajar berwirausaha dan mengelola keuangan. Oleh sebab itu, perangkat desa dan lembaga lain yang terlibat diminta segera merumuskan potensi yang bisa dikembangkan.
Saat ini, Segeram didampingi oleh Yayasan Bakti Nusantara yang membantu mengisi perpustakaan sekolah dengan buku-buku. Koordinator Lapangan Yayasan Bakti Nusantara untuk Segeram, Sayed Fauzan Riady menuturkan kemungkinan besar akan mengembangkan potensi pariwisata dan perikanan. Kondisi Segeram yang berupa dusun cocok dijadikan wisata budaya Melayu. Hal ini agar warga tidak perlu bertumpu menunggu bantuan infrastruktur dari pemerintah untuk mandiri.
"Rencananya warga dilatih mengelola lingkungan dan menjadikan rumah mereka sebagai penginapan untuk wisatawan," ujarnya.