Koalisi yang dipimpin Arab Saudi meluncurkan operasi militer terhadap pemberontak di bagian utara Hodeidah, Yaman, Jumat (20/9/2019).
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
DUBAI, JUMAT — Koalisi yang dipimpin Arab Saudi meluncurkan operasi militer terhadap pemberontak di bagian utara Hodeidah, Yaman, Jumat (20/9/2019). Operasi militer ini terjadi setelah kelompok Houthi di Yaman, yang beraliansi dengan Iran, mengklaim sebagai pelaku serangan kilang minyak Arab Saudi, pekan lalu.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Arab Saudi, Kolonel Turki al-Malki, mengatakan, operasi militer menyerang target yang sah. Koalisi militer menghancurkan empat lokasi yang digunakan untuk merakit kapal dan ranjau laut yang dikontrol dari jarak jauh.
”Lokasi-lokasi ini digunakan untuk melakukan serangan dan operasi teroris yang mengancam jalur pelayaran dan perdagangan internasional di Selat Bab al-Mandab dan Laut Merah selatan,” kata Maliki melalui keterangan tertulis.
Sejak dulu, Houthi kerap menyerang kapal-kapal yang berangkat dari Yaman melalui Selat Bab al-Mandab. Selat yang terletak di antara Yaman dan Jazirah Arab ini merupakan salah satu jalur perdagangan minyak dunia yang paling vital.
Malki menambahkan, pemberontak juga meluncurkan rudal balistik, pesawat tak berawak, ranjau, kapal kendali dari jarak jauh, dan ranjau laut dari lokasi itu.
”Kami meminta warga sipil untuk menjauh dari lokasi yang ditargetkan. Operasi militer ini dilakukan dengan cara yang mengikuti hukum kemanusiaan internasional dan menggunakan tindakan pencegahan yang terukur,” tutur Malki.
Arab Saudi juga menyatakan telah mencegat dan menghancurkan sebuah kapal bermuatan bahan peledak yang diluncurkan dari Yaman oleh kelompok Houthi di bagian selatan Laut Merah pada Kamis (19/9/2019) malam. Kapal dinyatakan hancur dalam operasi.
Melalui siaran Masirah TV, kelompok Houthi menyatakan, koalisi yang dipimpin Saudi itu melanggar perjanjian damai yang dibuat di Swedia pada 2018. Perjanjian ini berisi kesepakatan untuk gencatan senjata dan memindahkan pasukan di Hodeidah.
Pada 2015, Koalisi Muslim Sunni berperang melawan Houthi. Perang terjadi akibat Houthi menjatuhkan Presiden kedua Yaman Abedrabbo Mansour Had di Sanaa, ibu kota Yaman pada akhir 2014. PBB berupaya meredakan situasi melalui pembicaraan damai di Swedia.
”Kami sudah melupakan tentang serangan dan ketakutan karena telah tidur dalam damai selama berbulan-bulan. Namun, hari ini suara ledakan dan pesawat membuat kami ketakutan karena mereka terus terbang melintasi kota,” tutur Mohammed Abdullah, salah seorang penduduk Hodeidah.
Operasi militer itu terjadi setelah dua kilang minyak milik perusahaan Arab Saudi, Aramco, diserang pada Sabtu (14/9/2019). Serangan ini mengganggu produksi dan ekspor minyak Saudi sehingga sempat memicu kenaikan harga minyak dunia.
Washington dan Riyadh beranggapan kekuatan serangan di kilang minyak berada di luar kemampuan Houthi. Teheran telah menolak keras tudingan tersebut.
Operasi militer Saudi meningkatkan ketegangan yang telah ada selama beberapa bulan terakhir di kawasan Timur Tengah. Sehari sebelum operasi berlangsung, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, AS dan Saudi membangun koalisi untuk mewujudkan perdamaian.
Arab Saudi telah bergabung dalam aliansi keamanan maritim global yang diinisiasi AS untuk menjaga kapal yang melewati Selat Hormuz. Negara lain yang menyatakan ikut bergabung adalah Uni Emirat Arab, Inggris, dan Bahrain.
Tidak takut
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif menyampaikan Iran tidak takut jika harus melawan militer AS dan Saudi. Jika kedua negara ini menyerang, Iran dinyatakan akan ikut berperang secara total.
Perseteruan antara AS dan Iran semakin memanas selama satu tahun terakhir setelah AS mengundurkan diri dari kesepakatan nuklir (JCPOA) dan memberlakukan sanksi ekonomi kepada Iran. Iran menolak berdialog selama sanksi ekonomi belum dicabut.
”Kami tidak menginginkan perang, tetapi kami tidak akan takut untuk mempertahankan wilayah kami,” ucap Zarif.
Teheran menilai, tuduhan bahwa Iran merupakan pelaku serangan kilang minyak merupakan bagian dari tekanan eksternal yang selama ini dilakukan oleh AS untuk menutup program nuklir Iran.
”AS sekarang menggunakan minyak sebagai senjata. Minyak bukanlah senjata,” kata Menteri Perminyakan Iran Bijan Zangeneh.
Pompeo menyampaikan, serangan di kilang minyak akan menjadi fokus utama dalam pertemuan Majelis Umum PBB di New York, pekan depan. Saudi akan membahas insiden tersebut dalam sidang. (REUTERS/AFP)