Ombudsman Desak Ada Tindakan Tegas Pada Pencemar Sungai
Pencemaran yang terjadi di Sungai Cileungsi, di sekitar Kabupaten Bogor, Jawa Barat diduga bersumber pada 54 industri di kawasan itu. Ombudsman RI belum melihat ada tindakan tegas untuk mereka.
Oleh
Aguido Adri/Stefanus Ato
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menyampaikan laporan akhir hasil pemeriksaan terkait pencemaran Sungai Cileungsi. Hal ini dilakukan dalam rangka percepatan penanganan serta mendorong proses penegakan hukum terhadap 54 perusahan yang diduga mencemari Sungai Cileungsi.
Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya menilai Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor tidak kompeten dalam melakukan pengawasan terhadap izin lingkungan yang telah ditertibkan, sehingga berdampak terhadap pencemaran Sungai Cileungsi. Selain itu, Dinas LH juga dinilai tidak kompeten dalam menindaklanjuti pengaduan masyarakat.
Dinas LH Kabupaten Bogor juga dinilai tidak kompeten dalam melakukan pemantauan dan analisis terhadap pelaporan terkait baku mutu lingkungan yang disampaikan oleh perusahan yang berada di sekitar Sungai Cileungsi. Sehingga Dinas LH Kabupaten Bogor tidak mampu melakukan pengawasan terhadap potensi pencemaran Sungai Cileungsi. Terakhir, Dinas LH Kabupaten Bogor tidak menjalankan fungsi pengawasan lingkungan hidup karena tidak adanya Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH).
“Tercemarnya Sungai Cileungsi menjadi salah satu penyebab dari kurangnya jumlah produksi air baku PDAM Tirta Patriot Kota Bekasi dan PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi,” kata Ketua Ombudsman Perkawilan Jakarta Raya Teguh P Nugroho, Jumat (20/19/2019), di Jakarta.
Ia menuturkan, Dinas LH Kabupaten Bogor tidak mampu dan tidak bisa menangani pencemaran Sungai Cileungsi yang berasal dari limbah industri. Oleh karena itu, Dinas LH Provinsi Jawa Barat akan mengambil alih penanganan pencemaran Sungai Cileungsi dengan kerjasama dengan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum dan Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
“Terkait baku mutu, Sungai Cileungsi memang masuk pencemaran berat. Dan ini memang membuktikan penanganannya tidak bisa lagi sektoral, harus multidimensi termasuk keterlibatan aparat penegak hukum,” kata Teguh.
Tindak lanjut yang menjadi usulan Ombudsman, kata Teguh, Dinas LH Provinsi Jawa Barat harus merumuskan tugas dan tanggung jawab serta menyampaikan laporan kepada Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
Usulan selanjutnya, mempublikasikan setiap progres penanganan serta perbaikan kualitas air di Sungai Cileungsi kepada publik; Dinas LH Kabupaten Bogor menyerahkan data perusahaaan yang tidak patuh serta abai terhadap pencemaran Sungai Cileungsi kepada kepolisian untuk ditindaklanjuti melalui serangkaian penyidikan terhadap dugaan tindak pidana lingkungan hidup; dan Ombudsman akan melakukan monitoring ketat setiap tindakan perbaikan dan langkah yang diambil dalam rangka penanganan pencemaran Sungai Cileungsi.
Dalam investigasi Ombudsman, kata Teguh, ada 54 perusahan di Kabupaten Bogor yang tidak memiliki izin instalasi pengelolaan air limbah (IPAL).
“Dari 54 perusahaan itu, katanya 17 perusahan sudah ditindak. Namun, setelah kami cek di lapangan mereka masih melakukan pembuangan limbah secara langsung, IPAL tidak baik, baku mutu tidak sesuai. Berdasarkan laporan, ada lima perusahaan yang sudah diajukan ke pengadilan, tapi hanya dikenai pasal Peraturan Daerah Lingkungan Hidup, hukumannya hanya 15 juta rupiah. Itu tidak menimbulkan efek jera,” kata Teguh.
Karena itu, kata Teguh, payung hukum yang lebih besar diperlukan agar perusahaan tidak lagi berani membuang limbah sembarangan. Keterlibatan pemerintah dan tindakan langsung dari KLHK sangat diharapkan mampu menerapkan pasal-pasal dalam Undang-undang Lingkungan Hidup untuk memberikan efek jera.
“Bahwa pihak pemerintah harus mulai berani menegakkan perlindungan menggunakan Undang-undang LH. Karena di situ jelas, dendanya hukuman maksimal 3 miliar, berbanding terbalik dengan perda yang hanya 15 juta,” ujar dia.
Baca juga : Pencemaran Berkurang, Warga Manfaatkan Kali Bekasi Lagi
Sementara itu, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan, penanganan pencemaran Sungai Cileungsi saat ini menjadi atensi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Untuk itu, mereka akan menjajaki MoU dengan Kodam Siliwangi Siliwangi dan Polda Jawa Barat.
“Saya berkomitmen, menyatakan siap. Pulang dari sini (Jakarta) kita bikin tim seperti Citarum yang secara komprehensif akan melibatkan TNI, Polri, dan kejaksaan. Sehingga industri yang niatnya tidak baik, kita akan lakukan tindakan hukum represif. Silakan berbisnis di Jawa Barat, tapi harus menghormati lingkungan. Karena jika airnya kotor berpengaruh pada warga Jakarta Raya. Kita akan lakukan secepatnya,” kata Ridwan Kamil.
Dihubungi secara terpisah, Ketua Komunitas Peduli Sungai Cileungsi Cikeas (KP2C) Puarman mengatakan, pihaknya sudah sejak lama mendesak Gubernur Ridwan Kamil turun tangan menyelesaikan masalah pencemaran di Sungai Cileungsi. Sebab, sungai itu mengalir melintasi dua daerah, yaitu Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.
"Penanganannya tidak bisa dilakukan hanya pemerintah satu kota atau kabupaten. Jadi, layak diambil alih oleh provinsi, meskipun sebenarnya sudah terlambat," kata Puarman.
Dia menambahkan, kondisi air Sungai Cileungsi tercemar berat. Di sungai itu, ikan sapu-sapu yang mampu bertahan hidup di air kotor dan berlimbah pun sudah tidak ada. Air di sungai itu kian berwarna hitam pekat berbau busuk, dan berbuih.
Tercemarnya air Sungai Cileungsi diduga berasal dari limbah industri. Sebab di antara Jembatan Wika dan Jembatan Cikuda, Kabupaten Bogor, yang panjangnya aliran sungai sekitar 6 kilometer tidak ada permukikan penduduk. Namun, ada 70-80 industri yang beroperasi di sana. Aliran air Sungai Cileungsi yang melintasi kawasan industri itu kondisi hitam pekat.
Melihat kondisi Sungai Cileungsi, Puarman berharap Gubernur Jawa Barat mengambil langkah tegas menindak para pelaku pencemaran itu. Sanksi yang selama ini dikenakan kepada pelaku pencemaran melalui penjatuhan sanksi denda dinilai tidak menimbulkan efek jera.