Persaingan ketat di Kejuaraan Dunia Angkat Besi 2019 menjadi tantangan bagi lifter Eko Yuli Irawan untuk mengatur pola latihan supaya bisa mencapai performa puncak saat Olimpiade Tokyo 2020 bergulir.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·4 menit baca
PATTAYA, KAMIS — Persaingan cabang angkat besi saat Olimpiade Tokyo 2020 bergulir mulai terpetakan dalam Kejuaraan Dunia Angkat Besi di Pattaya, Thailand. Peta persaingan paling jelas terlihat di kelas 61 kilogram, Kamis (19/9/2019), di mana lifter andalan Indonesia Eko Yuli Irawan mendapat lawan berat dari China, Li Fabin.
Eko, juara dunia pada 2018, gagal mempertahankan gelarnya itu yang direbut oleh Li Fabin. Ini menjadi tantangan bagi Eko untuk mengatur pola latihan supaya bisa mencapai performa puncak saat Olimpiade bergulir pada 24 Juli-9 Agustus 2020.
Meskipun gagal mempertahankan gelar juara, penampilan Eko yang masih cedera engkel cukup bagus. Lifter berusia 29 tahun itu berhasil mengantongi perak untuk angkatan snatch 140 kg, dan angkatan total 306 kg. Pada angkatan clean and jerk, Eko menempati peringkat keempat dengan 166 kg.
Gelar juara dunia 2019 sekaligus tiga medali emas diraih oleh lifter China, Li Fabin. Fabin meraih tiga emas untuk angkatan total 318 kg, snatch 145 kg, dan clean and jerk 173 kg. Lifter China itu juga berhasil mencetak dua rekor dunia baru pada angkatan total dan snatch.
Sebelumnya, rekor angkatan total dipegang Eko dengan 317 kg. Sementara standard angkatan snatch yang ditetapkan Federasi Angkat Besi Dunia (IWF) adalah 144 kg. Rekor dunia clean and jerk masih dipegang Eko Yuli pada Kejuaraan Dunia 2018, yaitu 174 kg.
Menempati peringkat ketiga adalah Mosquera Valencia Francisco Antonio dari Kolombia dengan angkatan total 302 kg. Antonio juga meraih perak clean and jerk dengan angkatan 172 kg. Lifter China Qin Fulin merebut perunggu angkatan ini dengan beban 171 kg.
Keempat lifter itu diprediksi akan kembali bersaing ketat di Olimpiade 2020. Dalam masa persiapan kurang dari satu tahun, ini tantangan yang harus dijawab oleh Eko. Peraih tiga medali Olimpiade itu kini akan fokus memulihkan cederanya.
Cedera
Sebelum tampil di Kejuaraan Dunia, Eko mengatakan, tantangan terberatnya adalah tampil dalam kondisi cedera engkel. Cedera itu sudah dialami Eko sejak Agustus lalu. Waktu persiapan Kejuaraan Dunia yang sangat mepet membuat Eko tidak bisa menjalani proses penyembuhan dengan sempurna.
”Sebelum ke Thailand, saya sudah suntik untuk mengurangi rasa sakit. Nanti setelah Kejuaraan Dunia, saya baru menjalani proses penyembuhan biar sempurna,” kata Eko.
Dengan usia yang tidak lagi muda, Eko memang kerap menghadapi tantangan untuk tampil dalam kondisi terbaik mengingat lifter berusia 30 tahun itu sering mengalami cedera. Di Pattaya, cedera engkel membuat Eko kesulitan melakukan gerakan jinjit yang sangat dibutuhkan untuk melakukan angkatan snatch.
Saya hanya bisa sugesti diri sendiri bahwa dalam kondisi apa pun saya harus bisa mengupayakan bawa pulang medali.
Eko juga punya riwayat cedera hamstring kiri sebelum tampil di Olimpiade Beijing 2008 dan retak tulang kering menjelang Olimpiade London 2012. Meski cedera, Eko Yuli selalu berusaha menampilkan yang terbaik. Pada 2009, misalnya, Eko Yuli membawa pulang gelar juara dunia yunior dalam kondisi cedera lutut.
Eko mengatakan, ia memang tidak bisa memaksakan diri untuk selalu tampil dalam kondisi prima. ”Saya hanya bisa sugesti diri sendiri bahwa dalam kondisi apa pun saya harus bisa mengupayakan bawa pulang medali,” katanya.
Mengantongi banyak pengalaman ditambah menjaga pikiran positif menjadi kunci kesuksesan Eko dalam setiap kejuaraan. Ia juga disiplin baik saat latihan dan dalam hal menjaga pola makan. Kedisiplinan itu membuat Eko tidak tergantung dengan suplemen atau obat-obatan untuk menambah energi. Asupan energi dan nutrisi didapatkan dengan mengonsumsi makanan sehat.
Kalau mau perlombaan, saya bisa keluar-masuk sauna selama 3 jam.
Meski sudah berusaha menjaga pola makan, Eko masih tetap kesulitan masuk ke dalam kategori lomba 61 kg mengingat sehari-hari berat badan idealnya 65-66 kg. Melihat peta persaingan dunia, Eko memang masih bertahan di kelas 61 kg. Dampaknya Eko harus selalu diet menjelang lomba.
”Kalau mau perlombaan saya bisa keluar masuk sauna selama 3 jam. Kadang-kadang memang bikin badan lemas, tetapi saya sudah tahu bagaimana mengembalikan kekuatan dengan cepat. Misalnya, setelah timbang berat badan saya langsung makan dan minum,” ujar Eko.
Performa Cantika
Lifter Indonesia, Windy Cantika Aisah, menempati peringkat kesembilan kategori putri kelas 49 kg. Windy melakukan angkatan total 182 kg, terdiri atas snatch 82 kg, dan clean and jerk 100 kg.
Meski gagal mengantongi medali, Windy telah memperbarui rekor dunia remaja atas namanya sendiri, yaitu angkatan total 179 kg, snatch 81 kg, dan clean and jerk 98 kg. Windy menjadi pemegang rekor dunia ketika tampil di Kejuaraan Dunia Yunior 2019 di Suva, Fiji, pada Juni.
Menjadi juara pada kelas 49 kg adalah lifter China, Jiang Huihua, yang mampu mengangkat beban 30 kg di atas Windy. Huihua membukukan angkatan total 212 kg, snatch 94 kg, serta clean and jerk 118 kg. Menempati peringkat dua juga lifter China, yaitu Hou Zhihui, dengan jumlah angkatan 1 kg di bawah Huihua. Ri Song Gum (Korea Utara) menempati peringkat ketiga.
Tampil di Pattaya, Windy gagal memenuhi harapan pribadi untuk melakukan angkatan melewati rekor pribadi yang dicapainya di Kejuaraan Nasional PABBSI 2019. Tampil di Bandung, Jabar, Agustus lalu, Windy membukukan angkatan total 103 kg (snatch 84 kg, clean and jerk 101 kg). Namun, jumlah angkatan ini tidak dicatat sebagai rekor dunia karena kejuaraan nasional tidak termasuk dalam kalender IWF.