Warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah menghirup udara berbahaya selama kebakaran hutan dan lahan. Pemerintah lakukan modifikasi cuaca atau membuat hujan buatan.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS – Warga Palangkaraya, Kalimantan Tengah menghirup udara berbahaya selama kebakaran hutan dan lahan. Pada Rabu (18/9/2019) pagi hingga petang nilai partikulat atau PM10 berkisar antara 500 mikrogram per kubik hingga 1.939 mikrogram per kubik atau di level berbahaya. Pemerintah pun mulai modifikasi cuaca.
Rafi (7), menghabiskan liburnya bersama keluarga di rumah panggung kayu di Jalan Mahir-Mahar, Kota Palangkaraya, Kalteng. Dirinya sudah libur tiga hari karena kabut asap dan keputusan pemerintah yang meliburkan semua sekolah.
Di rumah, ia tidak seperti anak lain yang menghabiskan waktu dengan bermain. Meski masih belia, ia membantu ayahnya Ahmad (26) memadamkan api. meskipun hanya sekedar menyalakan keran dan menampung air di baskom.
“Kalau malam itu sesak, mau nafas susah. Soalnya asap masuk ke kamar,” ujar Rafi.
Ayah Rafi, Rabu siang juga sibuk memadamkan api yang berada di belakang rumah mereka. Ahmad yang setiap hari bekerja sebagai pembuat batako itu menggunakan gayung dan ember memadamkan api yang tidak sampai 10 meter dari rumah mereka.
“Untung ada tim pemadam, jadi bisa cepat padam. Tapi nanti malam pasti nyala lagi,” ungkap Ahmad.
Meskipun sudah batuk-batuk, keluarga itu masih kukuh tinggal di rumah dengan alasan menjaga rumah mereka dari api. Padahal, level udara di sekitar rumahnya bahkan di kotanya sudah masuk kategori berbahaya.
Kalau malam itu sesak, mau nafas susah. Soalnya asap masuk ke kamar, ujar Rafi.
Dari data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalopas-PB) Provnsi Kalteng mencatat, partikulat (PM10) di Kota Palangkaraya mencapai 1.939 mikrogram per kubik, padahal batas normalnya hanya 150 mikrogram per kubik. Sedangkan parameter PM 2,5 mencapai angka 2.078 mikrogram per meter kubik dari ambang batas 65 mikrogram per kubik.
“Penderita ISPA itu didominasi oleh anak-anak dan balita, memang mereka yang rentan,” ungkap Kepala Bidang Program dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Endang Sri Lestari.
Dari data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Tengah, sejak Juli hingga September, terdapat 22.000 penderita Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalteng. Kota Palangkaraya menjadi yang penyumbang terbanyak dengan total mencapai lebih kurang 6.000 penderita.
Ada dua titik di Kalteng selain di sekitar Palangkaraya dan Pulang Pisau, hari ini kami bergerak ke wilayah utara, kata Irvan.
Selama seminggu, Senin-Minggu (9-15/9/2019) sedikitnya terdapat 2.800 penderita ISPA. Meskipun demikian, angka itu dinilai tidak terlalu signifikan dibanding minggu-minggu sebelumnya.
Modifikasi cuaca
Meluasnya lahan terbakar dan buruknya kualitas udara membuat pemerintah memodifikasi cuaca. Sejak Selasa (17/9/2019) 1,5 ton garam ditabur di udara menggunakan pesawat milik TNI AU CN-295.
Koordinator Lapangan Bom Air Satuan Tugas Karhutla Kalteng Kapten KAL Irvan mengungkapkan, pihaknya mendapatkan informasi dari BMKG kalau awan kumulus untuk merangsang hujan sudah terlihat. Setelah itu pesawat yang tadinya membuat hujan buatan di Kalimantan Selatan diarahkan ke Kalteng.
“Ada dua titik di Kalteng selain di sekitar Palangkaraya dan Pulang Pisau, hari ini kami bergerak ke wilayah utara,” kata Irvan.