Kualitas Udara Kian Buruk, Ratusan Orang Shalat Istisqa Minta Hujan
Ratusan warga mengikuti Salat Istisqa di Lapangan Istana Gubernur Sumatera Selatan, Rabu (18/9/2019) pagi. Mereka bermohon Sang Pencipta menurunkan hujan agar reda bencana kebakaran lahan dan asap yang mendera Sumsel.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·3 menit baca
PALEMBANG,KOMPAS — Ratusan warga mengikuti shalat Istisqa di Lapangan Istana Gubernur Sumatera Selatan, Rabu (18/9/2019) pagi. Mereka bermohon agar Sang Pencipta menurunkan hujan untuk meredakan bencana kebakaran lahan dan asap yang mendera Sumatera Selatan. Akibat asap yang ditimbulkan oleh kebakaran lahan yang masif, udara di Palembang masuk dalam kategori tidak sehat.
Shalat Istisqa dihadiri Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru, Kapolda Sumsel Inspektur Jenderal Firli Bahuri, Panglima Kodam II/Sriwijaya Mayor Jenderal Irwan, dan masyarakat umum seperti aparatur sipil negara dan pelajar. Shalat Istisqa kali ini merupakan shalat kedua yang digelar. Shalat pertama digelar pada Selasa (27/8/2019).
Setelah shalat Istisqa pertama, hujan sempat turun selama beberapa hari. Namun, kemarau kembali mendera hingga saat ini. ”Dengan shalat Istisqa ini, kami berharap hujan akan turun lagi,” harap Herman.
Dalam beberapa minggu terakhir, kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Sumatera Selatan semakin parah. Asap pekat yang ditimbulkan kebakaran masuk ke Kota Palembang, ibu kota Sumatera Selatan. Berdasarkan catatan dari Dinas Lingkungan Hidup Sumatera Selatan, Selasa (17/9), Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) mencapai 118 atau masuk dalam kategori tidak sehat.
Adapun informasi konsenterasi partikulat (PM10) yang dikeluarkan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan kualitas udara di Palembang pada Rabu, pukul 07.00 masuk dalam kategori sangat tidak sehat dengan nilai PM10 mencapai 306.73 µgram/m3. Asap pun masih tampak pekat pada Rabu pagi itu.
Kualitas udara di Palembang pada Rabu, pukul 07.00 masuk dalam kategori sangat tidak sehat.
Upaya telah dilakukan untuk memadamkan api dan mengurangi dampak asap seperti pengerahan sembilan helikopter pengeboman air (water bombing) serta penerapan teknologi modifikasi cuaca (TMC) untuk menghasilkan hujan buatan. ”TMC sudah dilakukan beberapa kali, tetapi hujan tidak kunjung turun karena memang tidak ada potensi awan hujan. Sekarang waktunya kita meminta kepada Tuhan,” ungkap Herman.
Tim pemadam berjibaku memadamkan api dari darat dan udara. Namun, karena kondisi lahan yang sangat kering, muncul kembali titik-titik api baru.
Kemunculan titik api di lahan gambut bisa saja terjadi karena faktor alam. ”Ada rawa yang sangat luas dan tidak memiliki akses yang memadai. Namun, di tengah rawa muncul titik api. Ini membuktikan, lahan gambut sangat mudah terbakar,” kata Herman.
Untuk itu, pengawasan terus dilakukan. Apalagi Sumsel memiliki lahan gambut yang cukup luas mencapai 1,4 juta hektar dengan tingkat kedalaman yang beragam. ”Kalau lahan gambut sampai terbakar, akan sulit memadamkannya karena api bisa saja menjalar di bawah permukaan tanah,” ungkapnya.
Panglima Kodam II/Sriwijaya Mayor Jenderal Irwan menerangkan, pihaknya sudah menambah jumlah personel dari 1.512 personel tim gabungan menjadi 3.000 personel untuk memadamkan api. ”Titik api yang ada sekarang ini merupakan lanjutan dari titik api yang masih membara di lokasi yang lama. Adapun untuk lokasi yang baru, sudah dipadamkan,” ungkapnya.
Personel baru ditempatkan di daerah rawan terbakar seperti Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, dan Musi Banyuasin. Selain penambahan personel, helikopter water bombing juga di konsentrasikan di tiga kabupaten tersebut.
Apabila dalam waktu satu minggu, kebakaran masih membesar lanjut Irwan, pihaknya akan menambah lagi jumlah personel. Menurut dia kebakaran lahan yang terjadi di Sumsel ini hanya bisa dipadamkan secara permanen dengan hujan. ”Kalau hujan sampai tiga hari, mudah-mudahan kebakaran yang terjadi bisa padam secara permanen,” ucap Irwan.