Isu mengenai pegawai KPK yang akan dijadikan sebagai aparatur sipil negara pun sebenarnya keinginan KPK adalah tetap mengelola sendiri. Namun, jika memang diharuskan, memerlukan pembahasan intensif.
Oleh
SHARON PATRICIA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Agus Rahardjo melantik Cahya Hardianto Harefa sebagai Sekretaris Jenderal, posisi yang sebelumnya kosong sejak Maret 2018. Selain itu, Ketua KPK juga melantik Fitroh Rohcahyanto sebagai Direktur Penuntutan.
”Anda (Cahya) sekarang sudah dipercaya menduduki jabatan yang sangat strategis di KPK. Sekretaris jenderal ini betul-betul menentukan baik buruknya pengelolaan banyak hal sebagai sistem pendukung,” ujar Agus seusai pelantikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (16/9/2019). Pelantikan tersebut dihadiri oleh, antara lain, Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI Komisaris Jenderal Idham Azis dan Wakil Jaksa Agung Arminsyah.
Cahya terpilih sebagai Sekjen KPK dalam proses seleksi gelombang III pada Mei 2019. Sebelumnya, posisi sekjen KPK ditinggalkan oleh Gunung Abdul Kadir sejak 10 Maret 2018 dan dirangkap oleh Deputi Pencegahan Pahala Nainggolan selaku pejabat pelaksana tugas.
Kepada Cahya, yang sebelumnya merupakan Direktur Pengaduan Masyarakat KPK, Agus berpesan agar berpartisipasi aktif dalam penyusunan rencana, strategi, dan penyesuaian peta jalan bersama Pimpinan KPK 2019-2023. Tujuannya, agar tetap sejalan dengan peta jalan KPK yang telah dibuat hingga 2035.
Agus juga menyampaikan, isu mengenai pegawai KPK yang akan dijadikan sebagai aparatur sipil negara pun sebenarnya keinginan KPK adalah tetap mengelola sendiri. Namun, jika memang diharuskan, memerlukan pembahasan intensif.
”Memang ini perlu pembahasan yang cukup lama terkait ASN yang seperti apa. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi juga secara langsung kemarin telepon saya mengenai itu. Nanti kita bicarakan intensif dengan para pihak terkait ini,” kata Agus.
Sementara untuk Fitroh, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas XV Penuntutan KPK (2014-2015), Agus berpesan agar dapat menyelesaikan kasus-kasus yang tertunda. Agus pun meminta agar jumlah jaksa di KPK lebih diperbanyak.
”Jadi, nanti kebijakan Pak Fitroh saya harapkan akan berjalan lebih baik. Kami juga minta agar lebih banyak lagi jaksa yang ditugaskan dari Kejaksaan Agung di KPK,” kata Agus.
Sementara untuk Pahala, Agus juga menyampaikan agar memusatkan diri sepenuhnya pada pencegahan. Dengan begitu, upaya pencegahan korupsi akan lebih maksimal sesuai dengan harapan pimpinan negara.
”Harapan saya, pencegahan-pencegahan dapat memberikan dampak pada penghematan keuangan negara mungkin harus jauh lebih dilakukan. Juga mengajak masyarakat, semua pemangku kepentingan guna mendukung upaya-upaya pencegahan yang kami lakukan,” kata Agus.
Pemulihan aset negara
Dalam menangani kasus ke depan, Agus juga meminta agar fungsi unit akuntansi forensik dapat lebih dimaksimalkan. Dengan begitu, upaya pemulihan aset kerugian negara akibat tindak pidana korupsi dapat lebih maksimal.
Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch, jumlah kerugian negara atas 454 kasus korupsi pada 2018 mencapai Rp 5,6 triliun. Jumlah ini menurun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 6,5 triliun untuk 576 kasus.
Laporan Capaian dan Kinerja KPK pada 2018 menunjukkan, dari jenis perkara, tindak pidana korupsi yang paling banyak terjadi adalah penyuapan dengan 152 perkara, diikuti pengadaan barang atau jasa sebanyak 17 perkara, serta TPPU sebanyak 6 perkara.
Lebih dari Rp 500 miliar telah dimasukkan ke kas negara dalam bentuk PNBP dari penanganan perkara. Termasuk di dalamnya dari pendapatan hasil lelang barang sitaan dan rampasan dari perkara tindak pidana korupsi ataupun tindak pidana pencucian uang sebesar Rp 44,6 miliar.