Pembahasan revisi UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK oleh pemerintah dan DPR pada Jumat (13/9/2019) malam dilakukan secara tertutup. Hal ini dinilai melanggar asas atau prosedur dalam proses pembuatan undang-undang.
Oleh
PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi oleh pemerintah dan DPR pada Jumat (13/9/2019) malam dilakukan secara tertutup. Hal ini dinilai melanggar asas atau prosedur dalam proses pembuatan undang-undang, salah satunya asas partisipasi publik.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril mengatakan, pembahasan revisi undang-undang yang tertutup merupakan salah satu cacat prosedur. Hal ini juga melanggar asas di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
”Partisipasi publik itu harus ada dalam sebuah proses pembuatan undang-undang. Sebab, undang-undang itu akan berimplikasi pada masyarakat sehingga partisipasi publik juga harus didengarkan,” ujarnya ketika dihubungi dari Jakarta, Sabtu.
Oce memandang, produk RUU KPK yang dibahas dalam forum tertutup dengan waktu yang singkat akan bertentangan dengan suara publik. Tidak menutup kemungkinan, isi RUU KPK juga akan cacat secara formil dan rentan digugat melalui uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Selain itu, Oce juga berharap pemerintah dapat menangguhkan proses pembahasan RUU KPK dengan alasan penolakan keras dari publik seperti yang terjadi selama satu pekan terakhir.
”Alasan ini menurut saya cukup untuk membuat Presiden menarik kembali tim yang sudah dikirimkan dan menangguhkan pembahasan RUU KPK. Saat ini jauh lebih baik dibuka dulu ruang dialog antarpegiat pemberantasan korupsi seluas-luasnya, baik dilakukan oleh Presiden maupun DPR,” ucapnya.
Pembahasan RUU KPK dilakukan pemerintah dan DPR melalui Badan Legislasi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat malam. Pembahasan tersebut dilakukan secara tertutup. Padahal, sejumlah pasal dalam RUU KPK masih dipermasalahkan publik karena dinilai akan melemahkan KPK.
Sejumlah poin yang dipermasalahkan tersebut mulai dari pembentukan Dewan Pengawas KPK, pembatasan asal penyelidik dan penyidik KPK, hingga batas waktu penghentian penyidikan dan penuntutan oleh KPK.
Ketua Badan Legislasi sekaligus Ketua Panitia Kerja RUU KPK Supratman Andi Agtas seusai rapat mengatakan, pembahasan RUU KPK belum mencapai kesepakatan. Namun, dia enggan menjelaskan substansi apa saja yang tengah dibahas dalam rapat.
Menurut Supratman, pembahasan RUU KPK akan dilanjutkan dalam rapat yang digelar Senin, 16 September. Rapat masih akan membahas lebih dalam substansi yang tertuang dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) pemerintah. Adapun hasil rapat baru akan dipaparkan kepada publik setelah mencapai kesepakatan antara DPR dan pemerintah.